[ Sejarah Perjalanan IPPNU ] |
PROLOG
Memahami perjalanan sebuah organisasi tidak pernah bisa dipisahkan dari tiga hal, ideologi yang mendasarinya, kenyataan yang melatarbelakangi pendiriannya, serta proses dialektika dengan perkembangan zaman. Demikian pula halnya ketika mencoba memahami sejarah Ikatan Putri-Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU). IPPNU dilahirkan 45 tahun silam di kota Malang sebagai sebuah organisasi pelajar putri Nahdlatul Ulama. Sudah pasti bahwa tujuan utama didirikan IPPNU, sebagaimana tersebut dalam Anggaran Dasarnya yang pertama, adalah: (1) Tegak dan berkembangnya agama Islam, (2) Kesempurnaan nilai pendidikan dan pengajaran agama Islam, dan (3) Terjaminnya ukhuwah pelajar putri "ahlusunnah wal jama'ah". Namun tidak bisa dipungkiri bahwa kehadiran IPPNU yang disambut penuh antusias saat itu tidak lepas dari upaya tarik-menarik dalam politik Indonesia menjelang pemilu 1955. Meskipun tidak terjun langsung ke lapangan politik, kelahiran IPPNU menyusul Ikatan Pelajar NU (IPNU) yang khusus bagi pelajar laki-laki, tak pelak menyisakan anggapan bahwa penghimpunan pelajar itu antara lain ditujukan untuk penggalangan massa, setidaknya agar potensi generasi muda NU tidak malah dimanfaatkan oleh kekuatan politik yang tidak memberikan nilai tambah kepada NU. IPPNU yang semula bernama Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama semakin
menemukan bentuknya pada dekade 60-an ketika turut serta mensponsori pembentukan
KAPPI. Dalam badan federasi ini IPPNU dan IPNU tampil sebagai motor penggerak
untuk menggulingkan Orde Lama bersama dengan kesatuan-kesatuan aksi lainnya.
Sementara itu, kekuatan IPPNU sebagai organisasi pelajar semakin solid
karena bersama IPNU mampu menggalang solidaritas pelajar-pelajar NU melalui
berbagai macam kompetisi dakam porseni tingkat nasional yang diadakan hampir
setiap tiga tahun sekali. Sebagai organisasi kader, IPPNU juga senantiasa
memperbarui pola-pola pengkaderannya agar selalu sesuai dengan perkembangan
zaman. Kekuatan kritik yang sempat bersemi hingga awal 70-an ini perlahan
surut. Pemerintah, bersamaan dengan penerapan kebijakan NKK/BKK mulai memperkenalkan
OSIS sebagai satu-satunya wadah resmi pembinaan pelajar. Sejak pertengahan
'70, peran organisasi-organisasi ekstra sekolah semakin surut karena mendapat
tekanan untuk segera mengubah keanggotaannya. Sementara itu, pemerintah
mulai melakukan penyederhanaan partai politik. Pada tahun 1973, empat partai
politik Islam termasuk NU digabungkan menjadi satu partai, PPP. NU yang
sudah 21 tahun menjadi partai politik perlahan mengubah jati dirinya, kembali
kepada organisasi sosial keagamaan. Perubahan ini tidak berjalan begitu
saja. Dibutuhkan waktu 10 tahun, sejak berfusi menjadi PPP sampai tahun
1983, ketika munas alim ulama NU merumuskan gerakan kembali kepada "khittah
1926". Waktu satu dekade ini ikut memberikan tekanan kepada seluruh badan
otonom NU dalam melakukan reposisi berkaitan dengan posisi NU yang tidak
lagi menjadi partai politik.
Pergulatan IPPNU berkaitan dengan keanggotaan pelajar selama hampir satu dekade akhirnya disudahi dengan pengubahan nama pelajar putri menjadi putri-putri pada tahun 1988. Perubahan ini menimbulkan serangkaian konsekuensi antara lain, segemen keanggotaan IPPNU menjadi semakin luas, tetapi basis utamanya menjadi kabur. IPPNU dipaksa untuk keluar dari komunitas sekolah, bahkan sekolah agama, yang selama 33 tahun menjadi konstituen utamanya. Sebuah keterpaksaan sejarah namun harus dijalankan, demikian kira-kira ilustrasi yang tepat untuk menggambarkan keadaan ini. IPPNU diterima secara resmi sebagai anggota KNPI pada tahun 1993, sebagai wujud legitimasi pemerintah atas 'loyalitas' IPPNU kepada negara. Selanjutnya, reorientasi dan reposisi IPPNU akibat loncatan dari kepelajaran menjadi kepemudaan dapat dilalui dengan baik tanpa menimbulkan goncangan yang berarti. Setelah bergabung dengan KNPI, IPPNU semakin meneguhkan dirinya sebagai salah satu OKP yang patut diperhitungkan keberadaannya di Indonesia. Dalam usianya yang baru tiga tahun sebagai anggota KNPI, IPPNU dipercaya duduk sebagai dewan pengurus Majelis Pemuda Indonesia, organ penasehat tertinggi di bidang kepemudaan dalam KNPI. Perjalanan yang masih begitu singkat dalam dunia kepemudaan di tanah air tidak membuat gerak langkah IPPNU menjadi canggung. Serangkaian kerusuhan yang mengguncang tanah air sepanjang tahun 1996-1997 mengusik keprihatinan IPPNU sebagai anak bangsa. Bersama tujuh OKP terkemuka, IPPNU mendeklarasikan Forum Kebangsaan Pemuda Indonesia (FKPI) pada tanggal 5 Februari 1997. Melalui FKPI, IPPNU sebagai salah satu kekuatan pro reformasi turut menjadi pelaku sejarah pemberhentian Soeharto pada bulan Mei 1998. Akhirnya, di penghujung 1999, IPPNU bersama badan-badan otonom NU yang lain dan segenap kekuatan pemuda Poros Tengah, turut serta mengambil bagian mendukung pencalonan K.H. Abdurrahman Wahid sebagai presiden keempat RI. Bab-bab yang terangkai selanjutnya, mencoba menceritakan secara lebih terperinci bagaimana sebuah organisasi IPPNU menjalani proses dialektis dengan lingkungan di sekitarnya. Berdasarkan uraian sebelumnya, sejarah organisasi ini dikategorikan menjadi enam masa. Momentum pergantian dipilih pada saat pelaksanaan kongres-kongres IPPNU karena pada forum inilah langkah-langkah perubahan organisasi secara resmi dilakukan. Masa-masa itu adalah, pertama, masa pra kelahiran, yang menceritakan latar belakang kesejarahan mengapa IPPNU dilahirkan. Kedua, masa kelahiran, bercerita tentang kronologi pendirian dan aktor-aktor yang terlibat dalam peristiwa itu sepanjang tahun 1954-1955. Ketiga, masa pertumbuhan, menguraikan upaya sosialisasi dan pembentukan cabang-cabang selama periode 1955-1963. Keempat, masa perjuangan, yaitu saat kiprah kepelajaran IPPNU beranjak menasional dalam kurun waktu 1963-1981. Kelima, masa pergulatan, yaitu kurun waktu 1981-1991 di mana keberadaan IPPNU sebagai organisasi pelajar ditata ulang dalam bentuk organisasi kepemudaan. Keenam, masa peneguhan, adalah kiprah perjalanan IPPNU setelah berhasil memantapkan peran, posisi dan mendapatkan kembali elan vital perjuangannya sejak tahun 1991. |
|