Bab7
PARTAI, DISINTEGRASI, DAN KEBANGSAAN
Apa pun yang terjadi apabila bangsa Indonesia
dapat
menunjukkan kualitas serupa dengan yang mereka tunjukkan
selama perjuangan politik mencapai kemerdekaan, maka
keberhasilan bangsa ini adalah amat besar
(George McTurnan Kahin)
Pada masa transisi ini, di mana pemerintahan belum
mendapatkan mandat penuh dari rakyat melalui MPR-RI
dan masih belum mendapatkan legitimasi dan kepercayaan
dari sebagian besar rakyat, menuntut tingkat kepekaan
yang tinggi serta respons yang cepat dalam mengantisipasi
perubahan.
Fenomena kekerasan telah menodai karakter ke-
bangsaan kita, tindakan anarkis dan main hakim sendiri,
yang menginjak-injak hukum dan menindas hak-hak asasi
manusia. Aksi-aksi kekerasan, teror dan kriminal politik
yang dilakukan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,
makin hari makin cenderung meningkat, baik kuantitas
maupun kualitasnya. Rentetan kasus-kasus pembunuhan
massal di Banyuwangi dan tempat-tempat lain di Jawa,
penyerangan dan perusakan kantor YLBHI, pembunuhan
anggota Tim Relawan Untuk Kemanusiaan dan lain-lain-
nya. Kekerasan sepertinya telah menjadi identitas baru
bangsa Indonesia, sebagai bangsa yang beringas dan tidak
beradab.
Ada yang menganggap bahwa kekerasan tersebut
sebagai indikasi bahwa semangat kebangsaan kita telah
mendangkal, oleh terjadinya erosi rasa kebangsaan di
semua lapisan masyarakat. Semua itu disebabkan dan
bersumber dari kekerasan struktural, yang kemudian
berkembang menjadi kekerasan komunal yang bersifat
kolektif. Sifat mendewakan kekuasaan di mana politik
berpanglimakan kekerasan, menafikan akal budi dan
mengabaikan etika politik. Primitifisme politik telah
membalik sejarah kebangsaan Indonesia yang sudah kita
bangun puluhan tahun lalu kembali ke titik nol. Ia telah
mengalahkan idealisme sebagai ruh dan semangat ke-
bangsaan.
Ada kerisauan bahwa bangsa besar ini akan terancam
disintegrasi, di mana paham kebangsaan kita terkeping-
keping menjadi paham kesukuan dan keagamaan, yang
semula menjadi unsur dari bangsa yang pluralistik.
Kekhawatiran ini menjadi semakin mencemaskan, dengan
maraknya pikiran-pikiran primordialistik dan munculnya
kembali politik aliran.
Semua ini terjadi akibat proses nation and character
building mengalami stagnasi akibat penyelewengan yang
dilakukan Orde Baru. Kedaulatan Rakyat dimanipulasi dan
hak-hak politik rakyat kandas sewenang-wenang.
Demokrasi dipasung dalam suatu sistem politik yang
otoriter, penuh kediktatoran dan tidak efektif. Tidak ayal
kalau manajemen negara dipenuhi oleh bentuk-bentuk
kekerasan, intimidasi dan teror yang jelas-jelas tidak
bermakna bagi perwujudan cita-cita nasional Indonesia
dan semangat kebangsaan kita. Orde Baru yang, meng-
ingkari ideologi pembangunan akan berimbas pada stigma
politik "ekstrim kiri" atau "ekstrim kanan"
|