[ Musykilat dalam NU] |
Sinkritisme adalah faham yang gerakannya berupa upaya mempersatukan agama-agama yang ada di dunia. Ensiklopedia Britannica menjelaskan, "religious syncretism is the fusion of diverse religious beliefs and practices". Penganut sinkritisme bekerja melalui cara selalu mencari titik temu dari perbedaan-perbedaan ajaran yang ada pada setiap agama. Baik perbedaan yang menyangkut prinsip dasar beraqidah maupun perbedaan yang bersifat furu' (khilafiah amaliah) atau perbedaan cara pengamalan suatu ajaran dalam bermadzhab. Gerakan ini memberikan pemahaman, bahwa pada dasarnya semua agama adalah sama. Semua agama mengajak kepada kebaikan dan melarang kejahatan. Berupaya mengajak ummat seluruh dunia bersatu dalam setiap langkah, berusaha melakukan pendekatan satu sama lain dan lebih menjunjung tinggi ikatan kemanusiaan, dari pada kebersamaan seagama. Mereka bergerak di hampir semua sektor kehidupan, baik politik, ekonomi, kebudayaan maupun agama. Tujuan mereka menjadikan dunia suatu wadah besar dengan keyakinan yang sama yaitu "kemanusiaan". Cara pendekatan yang dilakukan, secara langsung
maupun tidak langsung, dengan menanamkan keragu-raguan
kepada setiap penganut agama atas keyakinannya
terhadap ajaran yang mereka anut. Mereka mengajak
penganut agama tersebut untuk mengosongkan pikiran sebelum
menerima faham baru yang
Gerakan yang berlandaskan sinkritisme ini sudah
sejak lama berkembang. Adakalanya terbatas pada pemersatuan
agama-agama samawiah. Ada juga yang secara menyeluruh, termasuk
upaya mempersatukan sekte-sekte yang berkembang
Sebagai contoh, pendapat dua orang tokoh (yang dikutip dalam al Raddu ala al Manthiqiyyin karangan Ibnu Taimiyyah halaman 282 cetaklan II/1396 H), Ibnu Sab'in dan Ibnu Hud at Talmasani beranggapan, bahwa orang yang paling mulia adalah yang mengajak semua ummat beragama bersatu secara menyeluruh dalam satu wadah. Dan apabila sudah terjalin persatuan di anatara ummat beragama, maka tidaklah membahayakan bagi seseorang yang mengamalkan ajaran Islam, Nasrani dan Yahudi dalam waktu yang bersamaan. Pada akhir abad ke 18 Djamaluddin al Afghani ikut memarakkan gerakan penyatuan agama-agama samwiyah. Ia antara lain berucap: "Sesungguhnya tiga agama yaitu Yahudi, Nasrani dan Islam mempunyai dasar dan tujuan yang sama. Apabila salah satu di antara ketiganya punya kekurangan di dalam penterapan ajaran kebaikan, maka dapat disempurnakan oleh yang lainnya. Karena itu saya berharap agar penganut tiga agama tersebut bersatu padu (al A'mal al Kamilah, karangan Djamaluddin al Afghani-Muhammad Imarah hal. 69). Dalam kaitan itu seorang pendeta Inggris bernama Ishaq Taylor menyambut baik. Bahkan berusaha mengadakan pendekatan antar agama untuk menemukan satu ajaran yang bisa mempersatukan ummat Islam dan ummat Nasrani. Di Mesir, pada tahun 1919 M terjadi upaya penyatuan Islam dan Nasrani di bawah pimpinan Sa'ad Zaghlul, hingga terjadi pula pembauran lambang Bulan Sabit dan Salib sebagai lambang persatuan. (al Islam wa al Hadlarah al Arabiyah hal. 81 karangan Muhammad Rasyid Ridla). Para modernis Islam yang ikut memarakkan gerakan sinkritisme diantaranya :
Di samping itu banyak pertemuan dilakukan Said Aqiel dengan tokoh-tokoh
non muslim dalam acara-acara khusus. Diantaranya dalam seminar
nasional "Khong Hu Cu, Sabtu 15 Nopember 1997. Said Aqiel mengatakan:
"Di Indonesia Islam sudah paling besar, mayoritas,
terwakili, mau nuntut apalagi. Tinggal
Dukungan moril Said Aqiel ini membuat Tjhie Tjay Ing, Ketua Dewan Rohaniawan
Majelis Tinggi Agama Khong Hu Cu Indonesia (Matakin)
tidak bisa menahan haru. Terakhir, dalam suatu acara diskusi di Jakarta,
dia menciptakan paduan salam yang biasa digunakan ummat
Kristen dengan ummat Islam, sehingga
Lama sebelum itu, di era 1975-an Gus Dur sudah mendahului melakukan kegiatan yang kemudian disiarkan oleh suratkabar sebagai berikut: "Hampir disetiap acara yang diadakan PGI, Gus
Dur selalu diundang untuk berbicara. Bahkan pada 1975
- 1980 ia mendapat kehormatan berceramah di lingkungan
Gereja Kristen Jawi Wetan Malang. Setiap bulan selama
5 tahun. Bayangkan, lima kali dua belas, kan sudah 60
kali," ujar Gus Dur sambil tertawa. Di samping sering berbicara
di lingkungan Kristen, khususnya PGI,
Dalam artikel yang berjudul "Bukti Pendangkalan Agama" yang
dimuat di Jawa Pos disebutkan, " Gus Dur juga mengemuka-kan,
selama ini ada pihak yang salah mengartikan satu ayat al Qur'an
yang menyatakan, ummat Islam bersifat sopan santun kepada sesama saudara
agama, tetapi bersifat keras kepada orang kafir. Kata "kafir" mereka
menafsirkan non-Islam, itu keliru. Padahal kata
Pendapat KH. Abd Rahman Wahid bahwa orang-orang "kafir" diartikan sebagai mereka yang tidak beragama, tidak jauh berbeda dengan pendapat Dr. Muhammad Imarah maupun Rifa'ah at Thahthawi. Agar tidak larut dalam situasi semacam itu, sudah seharusnya ummat Islam memperkuat keimanan Islam dengan mengingat kembali dan berpegang teguh pada firman-firman Allah, diantaranya:
|
|