[  N U A N S A  ]

ASSALAMU'ALAIKUM

Bismillahirrahmanirrahim, 

Nabi selalu menganjurkan kepada kita untuk membaca Basmalah ketika akan memulai sebuah pekerjaan. Sentuhan Ilahi yang tak pernah Nabi tinggalkan. Dari sentuhan Ilahi ini kita bisa memperoleh isyarat dan motivasi untuk selalu menjadikan diri kita sebagai perwujudan dari nilai-nilai rahmah. Dengan kata lain arah kita dipacu untuk selalu Istiqamah dari ide menciptakan - minimal menjadi bagian dari proses menciptakan- suatu tata kehidupan yang dilandasi nilai-nilai rahmah. 

Alhamdulillah NUANSA kali ini bisa hadir kembali di hadapan pembaca sekalian setelah sekian lama lepas dari peredaran. Mungkin pembaca sekalian bertanya, kemana selama ini?. Sebuah pertanyaan yang wajar. Tapi yang jelas dengan terbitnya NUANSA kali ini kami ingin memulai dan membuka kembali nuansa-nuansa baru pemikiran keislaman baik klasik maupun modern. 

Pada edisi ini NUANSA mengangkat tema “Ahlussunah wal Jamaah; analisa kritik dan reaktualisasi”. Tema ini sengaja ditampilkan sebagai arena diskursus intelektual yang konon telah dianggap “final” oleh sekelompok tertentu. Tanpa mengurangi rasa hormat kami pada para pendahulu yang telah mengkodifikasi faham ini sebagai sebuah kerangka pemikiran keislaman - (baca: paham ilmu kalam) - yang sistematis, tulisan-tulisan yang ada mencoba memberikan analisa di antara beberapa klaim statemen yang masih menjadi lahan perdebatan dan berusaha mereinterpretasi serta mencarikan common platform di antara beberapa klaim yang sering kali menjurus pada jurang eklusivisme. Penyakit lama yang masih diderita oleh mayoritas kaum muslimin. 

Masih teringat dalam benak kita tesis masa depan yang digulirkan oleh Futurolog Amerika, John Naisbitt dan Patricia Aburdene tentang kebangkitan agama millenium ketiga, menurutnya bahwa clash peradaban akan terjadi antar kepercayaan -menurut sebagian penafsiran kepercayaan bukan dalam pengertian sebuah institusi tapi lebih merupakan semangat spritualis- yang dianut oleh sebagian besar penghuni muka bumi, setelah runtuhnya ideologi besar sosialis tahun 1991. Terlepas pro-kontra, hal ini telah melahirkan beberapa spekulasi prediktif di banyak kalangan. Mungkin ini sebagai blessing in disguise dari Allah (rahmat yang tidak diangka-sangka). Yang lebih menggembirakan lagi kegairahan intelektual banyak bermunculan di mana-mana baik dikalangan mahasiswa maupun para pemikir Islam lewat diskursus-diskursus pemikiran keislaman secara intensif., dengan sebuah harapan bisa menghasilkan sebuah rumusan pemahaman keislaman modern dan komprehensif. Apakah Ahlussunah wal Jamaah -terlepas klaim nama oleh masing-masing kelompok- bisa merepresentasikan diri sebagai faham modern dan men-dominasi faham-faham yang ada atau lebih suka berstatus quo sebagai faham periferial ? 

Selain fokus utama pembahasan, sekitar Ahlussunah wal Jamaah, kami sertakan juga beberapa lontaran pemikiran sekitar isu gender dan fanatisme yang bisa dilihat pada fikrah islamiyyah. Dan pembaca jangan kaget juga akan kedapatan beberapa rubrik baru seperti rubrik Hiwar, Kolom dan Keindonesiaan. Semua itu tak lepas dari prinsip kami untuk selalu terbuka dan dinamis. 

Akhirnya, itulah insentif stimulus dari sebuah perjalanan dan tentunya bukan sebagai final dari suatu perjalanan. Selamat membaca! 
 
 

M.Arsyad Hidayat 
Pemred

www.kmnu.org - Copyright © NU Mesir