Membina
Kader-kader Bangsa
Menuju Masyarakat Yang Berkwalitas
Oleh : Faizah Ali Syibromalisi
Mukaddimah
Negara kita sedang menjalani pembangunan nasional jangka panjang tahap
kedua. Sasaran utama pembangunan jangka panjang ini adalah terciptanya
kualitas manusia dan kualitas masyarakat yang maju (GBHN, 1989, 119).
Upaya peningkatan kualitas manusia ditujukan untuk mewujudkan kader-kader
bangsa yang akan melaksanakan pembangunan di masa mendatang. Kader-kader
bangsa yang berkualitas atau dikenal dengan istilah sumber daya manusia
inilah yang menentukan keberhasilan pembangunan.
Dalam pidato kenegaraan tanggal 16 Agustus 1984, Presiden Suharto berpidato
: “yang menjadi andalan utama pembangunan Indonesia bukanlah kekayaan alamnya
yang melimpah ruah melainkan kualitas manusia Indonesia. Kualitas manusia
Indonesia itulah yang akan menentukan berhasil atau tidaknya usaha bangsa
Indonesia untuk tinggal landas nanti.
Dengan mengacu pada pidato Presiden di atas, menjadi jelas bahwa SDM
yang berkualitas menjadi kunci keberhasilan bangsa Indonesia untuk tinggal
landas, jadi mengembangkan dan meningkatkan kualitas SDM sebagai kader-kader
bangsa untuk tinggal landas adalah sasaran strategis yang harus dicapai.
Dalam krangka mencapai tujuan di atas, maka pendidikan nasional di Indonesia
menurut GBHN bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indoensia yaitu
manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan yang maha esa, berbudi pekerti
luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung
jawab, mandiri, cerdas, trampil, sehat jasmani dan rokhani. Sedangkan yang
bertanggung jawab melaksanakan tugas-tugas pendidikan bukan semata menjadi
tanggungan pemerintah, tetapi juga menjadi tanggung jawab masyarakat dan
keluarga.
Karena luasnya cakupan pembahasan tentang pembentukan kader-kader bangsa
yang berkualitas, maka tulisan ini dibatasi hanya membahas peran keluarga
dalam pembentukan kader-kader bangsa yang berkualitas.
Proses Pembinaan Sebelum Lahir
Proses pembinaan anak yang berkualitas sebenarnya dimulai begitu seorang
calon ayah menentukan pilihan calon ibu bagi anak-anaknya. Pilihan yang
tepat dan seiman akan menciptakan keluarga yang harmonis dan sejahtera.
Keluarga yang harmonis dan sejahtera ini merupakan bagian dari upaya menciptakan
kondisi yang mendukung pertumbuhan sejak masih dalam perut ibunya sampai
dewasa.
Dalam menentukan calon istri, agama menghimbau agar diutamakan wanita-wanita
yang bukan kerabat. Rasulullah saw. bersabda: "Janganlah kalian menikahi
wanita-wanita kerabatmu, karena yang demikian itu akan melahirkan anak-anak
yang bertubuh lemah dan kurang cerdas." Himbauan ini sudah dibuktikan
kebenarannya oleh ilmu kedokteran modern, akibat banyaknya anak-anak cacat
yang lahir dari pasangan suami istri yang masih mempunyai pertalian kerabat.
Dalam upaya memperoleh anak-anak yang sehat jasmani dan rokhani, Rasulullah
saw. mengingatkan pria untuk mengawini wanita-wanita yang sehat jasmani
dan rokhani. Rasulullah saw. bersabda: "---". Hal ini penting
karena rahim wanita yang sehat mempengaruhi kecerdasan anak. Penelitian
dokter-dokter di Universitas Pitsburg di Amerika membuktikan bahwa rahim
seorang ibu ternyata memegang peran penting dalam menentukan kecerdasan
otak. 70 % otak dibentuk dalam rahim, sementara 20 % dari kadar kecerdasan
otak itu terbentuk di dalam rahim yang sehat.
Di sisi lain wanita-wanita hamil yang mengalami depresi akan melahirkan
anak-anak yang depresi pula. Dr. Tiffani Field dari Universitas Miami yang
telah menangani selama lebih dari 20 tahun ibu-ibu hamil yang menderita
depresi menyatakan bahwa depresi berpengaruh besar pada anak-anak yang
dilahirkan, dimana anak itu menderita depresi pula. Depresi dapat pula
mengubah komposisi air susu ibu, sehingga anak yang menyusu dari air susu
ibu yang depresi berat bisa mengalami perut gembung, tidur tak nyenyak
dan gelisah, hal mana mengganggu pertumbuhan tubuh dan emosi anak.
Masih dalam upaya memperoleh anak-anak yang saleh Rasulullah saw menganjurkan
umatnya untuk berdoa setiap kali akan melangsungkan hubungan suami istri:
“Bismillahi allahumma jannibna al-syaithona wa jannib al-syaithona ma
razaqtana, faqudhiya bainahuma waladun lam yadhurr”. (HR. Al-Bukhari
dan Muslim)
Tiga Unsur Utama Potensi Manusia
Sejak dulu anak selalu menjadi pusat perhatian dan tumpuan harapan,
tidak hanya karena anak buah cinta kasih dari perkawinan tetapi juga merupakan
penerus kelangsungan manusia dan kelanggengan suatu bangsa. Dalam konteks
di atas berbagai upaya dilakukan orang tua baik dalam bidang kesejahteraan
maupun dalam bidang pendidikan dan pembinaan, agar anak setelah dewasa
mampu menyesuaikan diri dengan baik dalam masyarakat dan mampu melaksanakan
tugas-tugasnya sesuai dengan tuntutan masyarakat.
Adalah penting bagi orang tua untuk menyadari unsur-unsur utama potensi
manusia yang harus dipenuhi, sehingga keluarga dapat lebih berperan dalam
pembinaan perkembangan anak. Potensi utama manusia itu adalah :
1. Ketahanan pisik
Untuk memperoleh tubuh yang sehat anak harus mendapatkan pemenuhan gizi
yang sehat dan seimbang. Anak juga memerlukan pelayanan kesehatan. Rendahnya
gizi akan berakibat pada daya tahan tubuh terhadap penyakit, akibatnya
tidak hanya berpengaruh pada produktifitas kerja tapi juga berdampak pada
sikap hidup yang tidak memiliki motivasi atau semangat untuk merubah nasib.
Derajat kesehatan sangat mempengaruhi perkembangan kualitas manusia. Pencapaian
derajat kesehatan yang optimal harus selalu diupayakan.
2. Kebutuhan psikologis
Untuk tumbuh kembang menjadi anak yang sehat jasmani dan rokhani, anak
membutuhkan pemenuhan kasih sayang dan perhatian. Sentuhan-sentuhan yang
memancarkan kehangatan, ketulusan, kedamaian yang dipancarkan orang tua
memiliki makna hakiki yang begitu mendalam bagi fungsi-fungsi jiwa seorang
anak, seperti fungsi berfikir, merasa, mengindra dan mengintuisi. Ke empat
fungsi dasar ini- melalui mekanisme yang kompleks- akan membentuk individualisasi
seseorang, yaitu proses untuk menjadi jati diri atau realisasi diri.
3. Kebutuhan Spiritual
Secara kodrati dimensi spiritual sudah dibawa sejak manusia lahir, namun
perwujudannya dalam kehidupan beragama terjelma berkat pengaruh lingkungan
dan pendidikan. Karena itu keluarga adalah media utama dan pertama dari
pembentukan manusia-manusia takwa. Situasi rumah yang islami dan kesediaan
orang tua dalam mempraktekkan nilai-nilai islam di rumah, sangat berpengaruh
positif bagi anak-anak untuk membentuk dirinya menjadi manusia-manusia
yang iman dan takwa.
TUMBUH KEMBANG ANAK DALAM KELUARGA
ujuan dasawarsa anak yang dicanangkan Bapak Presiden Suharto pada tahun
1986, adalah terciptanya generasi yang memiliki derajat kualitas pisik,
mental, spiritual, kecerdasan dan keperibadian yang tangguh, produktif
serta tercapainya kondisi yang mendukung peningkatan kelangsungan hidup,
tumbuh kembang dan perlindungan anak melalui lingkungan keluarga.
Strategi pembinaan generasi yang mengintegrasikan unsur kelangsungan
hidup, tumbuh kembang dan perlindungan anak yang diseleraskan dengan tiga
unsur utama potensi manusia diharapkan akan bermuara pada satu tujuan akhir
yaitu mencapai tingkat kualitas optimal tebentuknya kepribadian dan watak
anak Indonesia yang mampu menampilkan dirinya sebagai kader-kader bangsa
yang berkualitas.
Ketiga pilar pembentukan anak tadi, yaitu kelangsungan hidup, tumbuh
kembang dan perlindungan anak saling terkait dan saling mendukung ke arah
realisasi kesejahteraan anak. Kelangsungan hidup berarti bahwa seorang
anak mampu terhinda dari kematian, sementara tumbuh kembang ditafsirkan
sebagai kewajaran dalam pengembangan potensi pisik, mental, spiritual dan
sosial anak sesuai dengan tahap perkembangan usianya. Sedangkan perlindungan
anak bermakna sebagai satu keadaan yang mengayomi dan melindungi anak.
Karena terlindungi anak merasa aman, sehingga potensinya dapat berkembang
seoptimal mungkin tanpa hambatan dari berbagai pihak di luar keinginan
anak itu sendiri.
Keberhasilan tumbuh kembang anak merupakan prasarat keberhasilan pencapaian
kualitas kepribadian anak yang dicita-citakan.Sedangkan perlindungan anak
baik dari segi hukum, moral dan sosial secara optimal akan menjamin pengembangan
kapasitas potensi anak tersebut.
PENDIDIKAN ANAK DALAM KELUARGA
endidikan bukan hanya merupakan suatu usaha manusia untuk menambah pengetahuan
dan kemampuannya dalam mencapai cita-cita hidup tetapi juga merupakan penghayatan
nilai-nilai. Melalui cara inilah kualitas manusia secara langsung dapat
dibentuk. Upaya pendidikan seharusnya sudah dimulai sejak dini dalam lingkungan
keluarga melalui interaksi antara orang tua dan anak atau melaui percontohan
dan bimbingan di mana orang tua menjadi panutan. Dalam interaksi ini tercakup
pernyataan, stimulasi sikap, minat dan keyakinan orang tua.
Menurut UU RI No. 2 tahun 1989 pasal 10 ayat 4 tentang sistim pendidikan
nasional menyebutkan bahwa pendidikan keluarga adalah merupakan bagian
dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga
dan yang memberikan keyakinan agama. Nilai-nilai moral dan keterampilan.
Mengacu pada UU di atas maka fungsi orang tua adalah menanamkan nilai-nilai
moral, membina mental dan berbagai keterampilan dasar anak sebagai dasar-dasar
pembentukan kepribadiannya.
Di antara nilai-nilai moral yang bisa ditanamkan orang tua adalah :
1. Pembinaan akhlak
Menanamkan sopan santun, budi pekerti atau akhlakul karimah bagi anak
adalah tugas utama orang tua dalam keluarga. Proses penanaman nilai-nilai
akhlak ini akan dilanjutkan oleh para guru di sekolah dan masyarakat. Ketiga
unsur ini harus saling peduli dan bekerja secara harmonis serta berkesinambungan.
Penanaman nilai-nilai dalam rangkan pembentukan watak anak adalah merupakan
proses informal, maka anggapan yang mengatakan bahwa sekolah bertanggung
jawab penuh atas penanaman budi pekerti anak, adalah anggapan yang keliru,
karena sekolah merupakan lembaga pengajaran, titik beratnya adalah pembentukan
intelektual. Penanaman nilai-nilai akhlakul karimah ini dilakukan sejak
usia 0-20 tahun, sudah tentu proses penanaman inilai-nilai ini tidak berbentuk
materi pelajaran, tapi berupa tindakan langsung sebagai kasus sehari-hari,
misalnya kalau ayah sedang tidur, anak dilarang ribut, kalau terlambat
sekolah dilarang masuk kelas pada jam pertama. Larangan-larangan ini harus
disertai penjelasan yang logis sehingga anak mengerti kesalahannya. Sesuai
dengan tahap pertumbuhan anak, daya tangkap dan daya serap mentalnya,.
Penanaman nilai-nilai akhlakuk karimah harus secara pelahan dan bertahap.
Dalam hal ini orang tua bertindak sebagai contoh atau panutan. Nilai-nilai
kejujuran, keadilan, kesetia kawanan, kemandirian, tanggung jawab dan keperdulian
kepada orang lain harus ditanamkan orang tua kepada anak
Selain berfungsi sebagai teladan, orang tua harus intervensi mencegah
perbuatan anak yang salah dan melestarikan sikap anak yang positip. Dalam
konteks penanaman nilai-nilai budi pekerti ini, seorang guru besar UI Prof.
Dr. Yaumil Akhir pada seminat menanamkan sopan santun pada anak di Jakarta
mengatakan bahwa sopan santun dan tata krama adalah perwujudan dari jiwa
yang telah berisi nilai-nilai moral, untuk selanjutnya isian moral ini
akan berkembang bersama isian lain dan akan dijadikan nilai yang dipedomani
dalam peri laku keseharian.
Dengan nilai-nilai moral yang tertanam di dalam jiwa anak sejak kecil,
anak tidak akan mudah terombang ambing dalam arus pergaulan. Kalupun zaman
berubah bersamaan dengan masuknya era globalisasi dimana tata krama dan
sopan santun mengalami modifikasi tetapi nilai-nilai inti yang ditanamkan
sejak dini akan tetap lestari. Nilai-nilai inilah yang akan membedakan
hal baik dari hal kurang baik atau buruk. Nilai-nilai ini akan dijadikan
sebagai landasan bagi anak dalam pengambilan keputusan.
2. Pembinaan mental
Pembinaan mental anak yang berumur 0-12 tahun membutuhkan perhatian
khusus. Menurut tokoh perkembangan psykososial Erik Erikson, pembinaan
anakl usia 0-12 tahun terbagi menjadi 4 stadium psykososial yang masing-masing
melibatkan polaritas permasalahan sendiri. Secara singkat dapat dikatakan
bahwa pada usia 0-1 tahun perlu terbentuk kepercayaan dasar pada bayi yang
bersumber dari perhatian dan pengertian yang konsisten yang diberikan orang
tua atau wali. Pada umur 1-3 tahun perlu terbentuk perasaan mampu otonom
pada diri anak, maka dalam stadium ini, orang tua tidak perlu terlalu melindungi
anak agar perasaan mampu pada anak berkesempatan tumbuh dan berkembang
secara alamiah. Pada umur 3-6 tahun anak amat memerlukan identifikasi dengan
tokoh kunci yang sama jenis kelaminnya, dalam hal ini ayah bagi seorang
anak laki-laki dan ibu bagi seorang anak perempuan. Sedangkan pada umur
6-12 tahun anak perlu diberi kesempatan untuk mencapai taraf keyakinan
bahwa dalam berbagai hal dirinya benar-benar kompeten. Dalam persfektif
ini harus kita sadari bahwa pendidikan dan pembinaan fungsi-fungsi di atas
benar-benar menjadi tanggung jawab orang tua.
3. Pembinaan dasar-dasar intelektual
Pendidikan intelektual anak dalam keluarga, adalah proses mengupayakan
kesempatan bagi anak, untuk mengaktualisasi diri, karena secara kodrati
manusia menunjukkan kecendrungan ke arah aktualisasi diri, yaitu pemekaran
bakat-bakat kapasitas dan kreatifitas yang dimiliki secara terus menerus.
Bakat dan kreatifitas ini dapat muncul kepermukaan dan teraktualisasi,
jika terjadi interaksi antara potensi yang dimiliki, dengan lingkungan
yang mampu memberikan perkembangan pertumbuhannya, berupa rangsangan-rangsangan
serta iklim yang kondusif yang memudahkan teraktualisasinya bakat dan kreatifitas
tersebut. Upaya aktualisasi bakat ini melibatkan pengembangan kognitif,
yang dasar-dasarnya adalah pemberian kesempatan kepada anak untuk melakukan
eksplorasi dan eksperimentasi. Yang dimaksud dengan kemampuan kognitif
di sini adalah kemampuan untuk melakukan kegiatan berfikir, mengamati,
mengingat, menganalisa dan mengungkapkan dalam bentuk pendapat. Menurut
ahli psykologis perkembangan Jean Piaget fungsi kognitif intelektual ini
merupakan inti pembentukan keperibadian manusiawi. Dalam perspektif demikian,
pendidikan dalam keluarga diharapkan mampu memberikan kondisi yang kondusif
bagi kegiatan eksplorasi dan eksperimental anak, sehingga pembentukan kepribdian
manusiawi yang matang secara kognitif intelektual lebih dimungkinkan.
PERILAKU YANG HARUS DIHINDARI DALAM PEMBINAAN ANAK
roses pendidikan anak dalam keluarga adalah hasil interaksi antara anak
dan orangtua. Anak belajar atau meniru perbuatan dan tingkah laku orangtua.
Berikut ini beberapa tindakan yang harus dihindari oleh orangtua agar proses
tumbuh kembang anak tak terhambat.
1. Memanjakan anak secara berlebihan.
Kasih sayang dan perhatian yang berlebihan serta proteksi yang bisa
menghambat kebebasan anak, akan merusak pribadi anak. Anak yang dimanja
akan tumbuh egois, selalu bergantung kepada orang tua, sulit melepaskan
diri dari lingkungan keluarga dan kurang bertanggung jawab. Akibatnya anak
sukar berinteraksi dengan orang lain.
2. Bertindak diktator pada anak.
Sifat kediktatoran yang diperaktekkan orang tua terhadap anak-anaknya,
akan menciptakan anak-anak yang tergantung, kurang mandiri, kurang mampu
memikul tanggung jawab, kurang percaya diri bahkan kurang kecerdasannya.
Hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh psykolog Bown Rind pada
tahun 1971.
3. Hukuman badan bagi anak.
Penggunaan hukuman badan yang dikenakan terus menerus pada anak, tanpa
menjelaskan sebab-sebabnya, akan menimbulkan perasaan marah pada anak,
kemarahan ini tentu tak bisa dilampiaskan anak kepada orangtua karena takut
tetapi disalurkannya kepada anak-anak teman sebayanya atau gurunya di sekolah.
Anak-anak yang sering menrima hukuman badan ini akan menjadi anak nakal
dan cenderung menganiaya temannya bahkan ketika remaja anak akan mudah
melanggar norma-norma hukum yang berlaku.
Melihat paparan kebutuhan pisik dan mental anak yang begitu beragam
yang harus dipenuhi orang tua dalam kapasitasnya sebagai pengasuh dan pendidik
utama dan pertama bagi anak, dapat kita rasakan besarnya arti peran dan
fungsi orang tua dalam upaya realisasi tujuan pendidikan nasional yaitu
menciptakan manusia yang berkualitas yang pada gilirannya akan menciptakan
masyarakat yang berkualitas pula. Hal inimemungkinkan karena pola asuhan
anak yang diperaktekkan keluarga turut menentuakan kepribadian anak dan
hubungannya dengan lingkungan.
Sabda Rasulullah saw.: “Kullu mauludin yuladu ‘ala al-fithrah, fa abawaahu
yuhawidaanihi au yunasshiraanihi au yumajjisaanihi”.
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, orangtuanyalah yang menjadikannya
Yahudi, Nasrani atau Majusi
HAMBATAN YANG DIHADAPI
eskipun setiap orang tua berusaha mengasuh dan mendidik anak-anaknya
sebaik mungkin agar menjadi manusia yang berkualitas namun orang tua masih
mempunyai hambatan dalam menjalankan fungsinya sebagai pengasuh dan pendidik
utama.
Di antara hambatan tersebut adalah :
1. Kenyataan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang masih rendah,
belum mampu memenuhi semua kebutuhan anak dan meningkatkan kualitasnya.
2. Porsi peran ibu berkurang akibat berubahnya fungsi ibu dari hanya
sebagai pemelihara dan perawat anak kini bertambah beban fungsi sebagai
penyokong nafkah keluarga.
3. Lunturnya nilai-nilai dasar dan keteladanan keluarga, akibat kemajuan
teknologi.
TV, video, raio, laser disk dsb turut andil mengacaukan pembentukan
budi pekerti dan akhlak anak.
SARAN-SARAN
1. Perlunya pemerintah meningkatkan pelayanan kesehatan anak secara
cuma-cuma utamanya yang terkait dengan berbagai immumisasi anak.
2. Perlunya meningkatkan kesadaran orang tua akan arti pentingnya pengasuhan
dan pembinaan orang tua bagi pembentukan kepribadian anak dan dasar-dasar
keterampilannya.
3. Menghidupkan kembali budaya dongeng sebelum tidur. Kisah-kisah yang
bertendensi pendidikan agama yang didongengkan secara menarik dapat menyita
perhatian anak dari acara TV yang cukup memukau, di samping dongeng sebagai
sarana menanamkan nilai-nilai moral dan budi pekerti.
4. Menciptakan situasi yang kondusif bagi pertumbuhan dasar intelektual
anak. Berbagai stimulasi dan rangsangan orang tua bisa memancing rasa ingin
tahu anak sehingga anak terangsang untuk mengaktualisasi potensi diri dan
bakatnya. Mengajak anak mengenal alam luar rumah, mengunjungi tempat-tempat
bersejarah, pabrik-pabrik dapat membuka wawasan anak.
5. Perlunya orang tua melatih dan membiasakan pelaksanaan ibadah agama
pada anak dengan anggapan agama adalah bagian dari hidup, bukan sekedar
kebiasaan. Orang tua melatih kedisiplinan salat lima waktu, mengajak salat
berjemaah, melatih berpuasa secara bertahap, mengajar bersyukur atas karunia
Allah dsb.
Daftar perpustakaan :
1. Al-Quran El-Karim
2. At Thufulah fil Islam, Ibrahi Dusuki Mar’I, Dar El-I’tisam, Cairo
3. Tukhfah El-Maudud bi ahkamil Maulud, Hafiz Syamduddin Muhammad bin
Abi Bakr bin Qayim Al-Jauziah.
4. Musykilah El-Thifl El-Sulukiah, Dr. Ahmed Sayid Muhammed Ismail,
Dar El-Fikri El-Jami’I, Iskandariah
5. Ri’ayah El-Thufulah fil Islam, Dr. Ahmed Maher El-Baqri, Syabab El-Jamiah,
Iskandariah.
6. SK Al-Ahram, terbitan 1/7/1997 dan 10/10/1997
7. SK Kompas, 14/5/1995
8. Surat kabar Suara Karya, 29 Oktober 1993
|