Sudah Benar "PMII Tetap Islam"


      Oleh M. Said Budairy *

      Keputusan Kongres XII PMII di Surabaya menolak gagasan perubahan nama PMII dari berkepanjangan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia menjadi Pergerakan Mahasiswa Independen Indonesia, menurut saya sudah benar. Meskipun usul perubahan itu didukung bahkan didorong oleh Dr. H. Said Agil Siradj, yang sekarang sedang menjabat sebagai salah seorang Katib Syuriah PBNU (Jawa Pos 4/12). Pandangan Said Agil adalah pandangan pribadi, bukan pandangan lembaga PB Syuriah NU. Soal perubahan nama PMII, memang ada yang berpandangan apalah artinya nama. Tapi ada pula yang berpendapat nama memberikan petunjuk hakekat si empunya nama. Cenderung kepada pandangan yang manapun, untuk merubah nama sebuah organisasi dengan alasan apapun, ya jangan grusa-grusu begitu. Tidak usahlah terlalu jauh dengan menggunakan teori-teori onomastics, ilmu kajian nama dan sejarahnya. Usia PMII baru 37 tahun. Para perintis berdirinya sebagian masih hidup. Mudah diminta informasinya kenapa dulu organisasi ini diberi nama PMII - Islam. Bukan PMII-Independen.

      Pada awalnya berkaitan erat dengan masa depan NU. Untuk mewujudkan cita-cita bentuk kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara Indonesia, para ulama dan zuama NU tiada henti-hentinya berusaha mencetak kader. Berbagai cara dan jalur ditempuh. Mulai dari memanfaatkan fasilitas pendidikan dan pengajaran yang ada di lua negeri (khususnya Makkah dan Kairo), membangun dan mengembangkan pesantren dan madrasah diniah, sampaipun memanfaatkan sekolah-sekolah umum di dalam maupun luar Indonesia. Semuanya ikhtiar itu mereka lakukan melalui pendekatan institusional maupun personal. Kebutuhan NU akan kader-kader yang baik semakin membengkak dan beragam, semenjak jamiyah diniyah Islamiyah ini memproklamasikan dirinya menjadi partai politik Nahdlatul Ulama pada tahun l952.

      Pengembangan kader melalui pendidikan formal saja tidaklah cukup. Maka, melengkapi Gerakan Pemuda Ansor yang telah ada, lahirlah Ikatan Pelajar NU (IPNU) tahun l954. Setahun kemudian lahir pula Ikatan Pelajar Puteri Nahdlatul Ulama (IPPNU). Di dalam wadah IPNU dan IPPNU mula-mula para mahasiswa/mahasiswi NU bergabung. Pelajar putera dan puteri madrasah, sekolah umum, santri pesantren, mahasiswa dan mahasiswi NU, wadah kegiatannya semua di dalam kedua organisasi itu. Baru 6 tahun kemudian melalui keputusan Konperensi Besar IPNU di Kaliurang, Yogyakarta (14 - 16 Maret l960), ditetapkan sudah waktunya organisasi mahasiswa NU dilahirkan, terpisah secara struktural dengan IPNU. Sebuah tim dibentuk terdiri 13 orang , bertindak sebagai sponsor lahirnya organisasi mahasiswa itu. Mereka diberi waktu satu bulan untuk menyelenggarakan musyawarah mahasiswa NU seluruh Indonesia.

      Bertiga, Hisbullah Huda dari Surabaya, Makmun Syukri dari Bandung (Allahu yarhamuhuma) dan saya dari Jakarta menghadap Ketua Umum PBNU DR. K.H. Idham Chalid, pada tanggal 19 Maret l960, melaporkan keputusan Konbes IPNU di Kaliurang dan persiapan penyelenggaraan musyawarah mahasiswa NU di Surabaya. Dalam pertemuan itu Pak Idham mengharapkan benar agar organisasi yang akan didirikan itu benar-benar menjadi wadah pengkaderan NU. Anggotanya para mahasiswa yang berprinsip ilmu untuk diamalkan demi kepentingan rakyat. Menjadi manusia yang cukup cakap. Serta bertaqwa kepada Allah SWT. Pesan ketua umum PBNU itu kemudian tersirat dalam mukaddimah AD/ART PMII. Di ilhami oleh hasil pertemuan itu pula salah satu dokumen historis PMII yang diberi nama Deklarasi Tawangmangu memperjelas kedudukan ilmu, amal dan taqwa dalam konteks organisasi, yang kemudian menjadi trilogi arah perjuangan PMII Apa sebenarnya yang dirindukan oleh penggagas dan pendukung penghilangan identitas Islam pada nama PMII ? Sedari akan menetapkan nama itu tidak tersirat sedikitpun maksud menggunakan identitas Islam sekedar proforma, sekedar simbol lepas dari substansi.

      Ada tiga pilihan nama yang muncul dalam musyawarah mahasiswa NU seluruh Indonesia, yang berlangsung di gedung sekolah Muallimat NU, Wonokromo, Surabaya, tanggal 14 - 16 April l960. Tiga pilihan nama itu ialah IMANU (Ikatan Mahasiswa NU) diusulkan oleh delegasi Jakarta. Perhimpunan Mahasiswa Sunni, diusulkan oleh delegasi Yogyakarta. Dan PMII diusulkan oleh delegasi Bandung, Surabaya kemudian didukung Solo. Yang terpilih nama PMII, setelah memperdebatkan "P"-nya kepanjangan dari perhimpunan atau pergerakan. Pilihan jatuh pada "pergerakan" karena lebih dinamis, "movement" terjemahan Inggrisnya. Tidak pernah terfikir untuk memperdebatkan tentang "I"-nya, Islam atau independent !

      Dalam musyawarah mahasiswa NU itu terpilih Mahbub Djunaidi (Allahu yarhamuhu). Dia tidak termasuk dalam tim 13 yang menjadi sponsor berdirinya PMII. Dia juga tidak mengkampanyekan diri, apalagi sampai mendirikan posko di dekat medan musyawarah. Hadir dalam musyawarahpun tidak. Tapi Mahbub terpilih sebagai ketua umum. Ketua I terpilih Chalid Mawardi dan Sekretaris Umum-nya saya. Bertiga kami ditugasi melengkapi susunan PB PMII. Setahun kemudian kongres pertama PMII, menyusul terselenggaranya musyawarah mahasiswa NU di Surabaya, berlangsung di Tawangmangu, Solo. Melalui kongres pertama itu lahir pokok-pokok pikiran yang diwadahi dalam apa yang kami namai Deklarasi Tawangmangu. Deklarasi itu isinya meliputi pandangan tentang dan sikap terhadap sosialisme Indonesia, pendidikan nasional, kebudayaan nasional dan pertanggung jawaban PMII.

      Deklarasi Tawangmangu merupakan refleksi PMII terhadap isu nasional pada saat itu. Deklarasi itu kemudian dilengkapi lagi dengan landasan-landasan al-Qur'an dan al-Hadis yang di tuangkan dalam Penegasan Yogyakarta, salah satu hasil keputusan kongres PMII kedua di Yogyakarta (l963). Di dalam kedua dokumen historis itu saja, meminjam ungkapan ketua PWNU Jatim Hasyim Muzadi (Jawa Pos 5/12), termanifestasi substansi Islam dalam ke-Indonesiaan dan sistem yang meng-Indonesia dengan roh nilai Islam. Setelah itu PMII masih lagi melahirkan Gelora Mega Mendung, dokumen kesepakatan yang berisi sikap dan pandangan tentang ukhuwah Islamiah, watak umum organisasi, tentang berpengetahuan dan berpolitik dan sebagainya. Para tokoh perintis berdirinya PMII juga orang yang bergerak di lembaga-lembaga dan organisasi lain. Mereka berinteraksi dengan berbagai golongan keyakinan politik, agama dan profesi. Ada baiknya saya kutip lirik lagu mars PMII yang diciptakan oleh ketua umum pertama PMII Mahbub Djunaidi.

      Sebagai salah satu cara membentuk kader umat dan kader bangsa sekaligus, disusun lirik lagu mars itu. Isinya juga menjelaskan, bahwa penonjolan simbol agama bukanlah proforma, primordial, melainkan memberikan semangat dalam menetapkan landasan hidup dan berhidmat. Lirik lagu mars itu sebagai berikut:

        Inilah kami wahai Indonesia
        Satu barisan dan satu cita Pembela bangsa penegak agama
        Tangan terkepal dan maju ke muka

          Habislah sudah masa yang suram
          Selesai sudah derita yang lama Bangsa yang jaya Islam yang benar
          Bangun tersentak dari bumiku subur

        Denganmu PMII pergerakanku Ilmu dan bakti kuberikan
        Adil dan makmur kuperjuangkan
        Untukmu satu tanah airku
        Untukmu satu keyakinanku Inilah kami wahai Indonesia
        Satu angkatan dan satu jiwa

          Putera bangsa bebas merdeka
          Dan maju ke muka.

      Meskipun masih harus terus menerus dievaluasi dan disempurnakan, nilai-nilai dasar yang dipegangi PMII sampai saat ini merupakan penegasan bahwa simbol Islam yang dikenakannya tetap relevan dan benar. Independensi PMII secara struktural dalam konteks keorganisasian NU juga tidak perlu dipersoalkan lagi. Toh sejak keputusan Murnajati itu diberlakukan, keseharian PB PMII belum pernah beranjak dari Kramat Raya l64, gedung PBNU, Jakarta. Kedekatan fisik dan hubungan kultural itu yang perlu terus dipelihara. Bukan sebaliknya, bertindak dengan mendukung penggantian Islam dengan Independen yang berakibat makin menjauhkannya.


      * M. Said Budairy, Anggota Tim 13, Sekum pertama dan pencipta lambang PMII. Sudah Benar "PMII Tetap Islam"