Menjaga Warisan Nabi
Oleh: Amin Handoyo

 

 

Nabi Muhammad adalah manusia yahng luar biasa, dilahirkan guna menyampaikan kebenaran yaitu Islam. Keagungan Muhammad diakui oleh dunia baik oleh golongan Islam atau golongan non Islam. Muhammad adalah sosok manusia yang mampu menelorkan generasi-generasi militan, dimana bagi orang yang mengingkari kebenaran dan memusuhinya, sukar untuk menaklukkannya kalau hanya lewat senjata. Demikian tegas bapak KH. Dawam Anwar, Katib 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dalam acara peringatan maulid Nabi Muhammad SAW yang diadakan oleh KMNU Mesir pada tanggal 9 Agustus 1997.

Oleh sebab itu guna menghancurkan ummat Islam, musuh Islam berusaha menjauhkan mereka dari ajaran agama dan Nabinya. Hal itu setidaknya terbukti dengan adanya generasi muda sekarang yang merasa asing terhadap ajaran agamanya sendiri dan merasa risih untuk mempelajarinya. Sebaliknya mereka merasa bangga bila mereka dapat menggeluti khazanah Barat dan menyebut tokoh-tokoh Barat, lanjut Dawam.

Sebelum mengakhiri pembicaraaanya, beliau berpesan agar mahasiswa-mahasiswi Indonesia di Mesir benar-benar bertujuan mencari ilmu dan bukan hanya bertujuan untuk mencari ijazah, sehingga bisa meraup khazanah ke-Islaman di Mesir dan mampu menjadi generasi para Nabi, para sahabat dan para ulama salafu al-salih.

Ceramah selanjutnya disampaikan oleh KH. Maimun Zubair, Ketua Ahli al-Thariqah al-Mu'tabarah al-Nahdliyah. KH. Maimun Zubeir menjelaskan, bahwa Indonesia sekarang ini sedang menyaksikan kebangkitan Islam. Dan hal itu butuh adanya peran para ulama. Mesir, sebagai tanah pijakan para Nabi sekaligus sebagai tempat bercokolnya Perguruan Tinggi Al-Azhar Al-Syarif, benteng dan poros ulama qualified yang beraliansi Ahlu al-Sunnah wa al-Jama'ah dirasa sangat kondusif untuk menelorkan ulama Indonesia yang bermadzhab sama.

Kyai yang biasa dipanggil "Mbah Mun" itu memperingatkan juga agar mahasiswa-mahasiswi benar-benar dapat memenuhi tuntutan masyarakat Indonesia dengan belajar tekun dan bertujuan untuk mencari ilmu agar selanjutnya dapat berkedudukan sebagai pewaris para Nabi, makhluk langka saat ini.

Beliau menyarankan agar bila mereka pulang nanti betul-betul memahami fiqhu al dakwah, seraya mengutip firman Allah: "Ya ayyuha al-muddatstsir, qum fa andzir (Al Muddatsir;1-2). Yang dimaksud "ditsar" disini adalah pakaian luar. Maksudnya dalam berdakwah harus berpakaian sebagaimana pakaian kaumnya, memakai bahasa mereka dan berdialek dengan dialek mereka agar tujuan dakwah dapat tercapai. Jadi, seorang da'i dituntut untuk menyesuaikan diri.