KADERISASI; SEBUAH ALTERNATIV DALAM REGENERASI
      oleh: Abdurrahman


Pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang mampu mencetak kader-kader yang handal yang akan mewarisi tongkat estafet kepemimpinannya. Sehingga tidak ada keterputusan gerak dan langkah dalam perjuangan. Wacana pemikiran semacam ini menimbulkan pertanyaan dalam relung hati, bagaimana kita bisa mempersiapkan generasi yang jitu dalam konseptual dan tangguh dalam praktisi.

Untuk mencari solusi dalam menjawab pertanyaan tersebut, pengurus KMNU periode 1996-1998 membentuk kepanitiaan LKD; dengan SC diketuai sahabat Najib Bukhory, Lc. dan OC yang diketuai sahabat Zaki Suaidi LKD tahun ini dilaksanakan di SIC (Sekolah Indonesia Cairo) yang diikuti oleh 32 peserta. Pada mulanya LKD akan dilaksanakan di Ismailiyah, karena disamping tempatnya nyaman, jauh dari keramaian kota, juga untuk melatih kedisiplinan peserta, sehingga cocok untuk dijadikan tempat LKD, ungkap sahabat Fadhalan Musyafa' sewaktu mengadakan musyawarah dengan anggota MAYANGDA (Mahasiswa Yang Berdinamika) yaitu kelompok alumni peserta OPABA (Orentasi dan Penerimaan Mahasiswa Baru), namun karena suatu keadaan dan lain hal, maka tempat Ismailiyah dibatalkan dan dipindahkan ke SIC. Proses pemindahan tempat tersebut tak lepas dari perdebatan sengit antara yang mempertahankan Ismailiyah dan yang menginginkan dipindah. Dengan mempertimbangkan keuntungan, efesiensi dan dampak yang akan terjadi maka diputuskan bahwa tempat LKD di SIC.

Pelaksanaan pengkaderan yang berlangsung selama empat hari itu (15-18 Juli 1997) berjalan dengan lancar walaupun ada sedikit kendala, namun hal itu tidak menjadi masalah yang krusial dalam acara dan tidak mengurangi substansi kegiatan. Tentatif acara yang direncanakan pun terlaksana tepat waktu. Hal ini karena peserta diasramakan disamping karena mereka punya obsesi yang tinggi untuk bersama-sama berproses dalam kawah candrodimuko. Berproses menuju kuwalitas diri dalam berbagai aspek; aspek keilmuan, solidaritas dan rasa sosial.

Materi yang disajikan sangat bagus dan berbobot di antaranya: ke-Islam-an, ke-Indonesia-an, Aswaja, NDAP-KMNU, ke-NU-an, ke-KMNU-an, study sospol, kepemimpinan Islam, teknik dan praktek persidangan, manajemen keuangan, manajemen organisasi. Dalam setiap materi peserta dituntut untuk aktif, disiplin daan mentaati peraturan yang ditetapkan. Ada beberapa kelebihan di dalam LKD bila dibandingkan dengan OPABA. Dalam LKD materi yang disajikan lebih mengarah pada pendalaman, pesertanya pun semakin aktif dalam berpendapat, dalam bertanya maupun dalam menanggapi setiap permasalahan yang diangkat oleh pemateri, sehingga suasana hidup dan saling melengkapi, tidak ada istilah mendoktrin apalagi memaksakan pendapat untuk di terima forum.

Memang mencetak kader tidak semudah mencetak sarjana. Mencetak sarjana cukup dengan mendirikan perguruan tinggi, menetapkan kurikulum dan mata kuliyah yang harus ditempuh. Dalam waktu relatif singkat dapat dihasilkan puluhan bahkan ratusan sarjana. Sedangkan mencetak kader tidak seringkas dan secepat itu. Kader yang ideal adalah mereka yang lahir dari tempuan, bergumul dan bergelut dengan sekian banyak persoalan, bertarung dengan berbagai kepentingan; baik kepentingan peribadi maupun kepentingan orang lain, berkompetisi dengan berbagai saingan. Apalah artinya LKD kalau tidak ada follow-up yang di terobos dan hanya menimbulkan kelemahan dan kelesuan intelektual. Kader menjadi tangguh bukan karena kemanjaan, tapi karena keprihatinan, karena dari hidup prihatin akan terasah perasaanya, tajam analisanya, peka jiwanya dan tanggap nuraninya, pikirannya terlatih, perasaanya tergugah, keterampilannya terbina, pelan-pelan jiwa kepemimpinannya akan terbentuk.

Mencetak kader tidak cukup dilaksanakan di sebuah ruangan, diberi tumpukan makalah dan literatur yang memusingkan . Kaderisasi lebih efektif dilapangan sebagaimana yang pernah dilakukan oleh nabi Muhammad ketika mengkader sahabat-sahabatnya. Beliau membekali sahabatnya dengan substansi AlQur'an dan dengan bekal ini beliau menekankan untuk dikembangkan lewat praktek-praktek lapangan dan pengembangan wawasan.

Proses kaderisasi memerlukan jangka waktu yang panjang, tidak sedikit sarana yang dibutuhkan, tidak sedikit pula perasaan yang terkorbankan dan memang mahal harga kader pilihan. Disamping berat prosesnya juga langka dan sedikit orangnya. Padahal seorang pemimpin besar tanpa generasi yang handal akan terputus ide-ide segarnya, akan tercerabut konsep-konsepnya dan tidak akan tersosialisasi pemikirannya. Karl Marx misalnya ia menawarkan ajaran yang diyakini benar oleh sebagaian besar penduduk bumi. Tapi karena kader yang disiapkan tak setngguh pendahulunya, maka hanya dalam jarak waktu tujuh puluh tahun ajarannya hancur.

Dalam hal ini penulis ingin menekankan bahwda LKD adalah sebagian kecil dalam proses kaderisasi. Tidaklah cukup keberhasilan seorang kader hanya diukur lewat keberhasilan LKD, tapi diperlukan tingkat lanjut menuju ke arah pemahaman dan aktualisasi nilai-nilai Islam yang universal, lahan panjang nan terbentang memerlukan uluran tangan kita untuk mengolah dan memanfaatkannya. Seorang kader yang bijak akan selalu memberikan kontribusi yang nyata pada komunitasnya dan sekaligus dalam aktifitas keorganisasian mereka tidak boleh mengharapkan akan mendapatkan sesuatu dari organisasi, tetapi harus memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi organisasi. Saya kira dengan cara seperti inilah, kader mampu berkembang dan mampu menjawab tantangan zaman.