H. Matori Abdul Djalil:
Dari NU untuk Kebangkitan Bangsa
Selama Orde Baru berkuasa, hak untuk berkumpul, berserikat,
dan
mendirikan partai politik sangat dibatasi. Maka begitu
katup reformasi
terbuka, euforia politik tak dapat dibendung. Muncul
partai baru, banyak diantaranya secara tegas memaklumkan diri sebagai partai
berasaskan agama. Dikhawatirkan, partai agama terjerumus ke paham sektarian,
eksklusif, sehingga potensial memicu diintegrasi bangsa.
Nahdlatul Ulama (NU) telah lama menyadari
bahaya dan ancaman
itu. Karena itu, dalam MUnas Alim Ulama tahun 1983 -
kemudian
diperkuat oleh Muktamar NU ke-29 tahun 19984 - NU memutuskan
mengambil prinsip-prinsip kebangsaan, dan bukan Islam,
sebagai asas-nya. Dengan kata lain, NU berasaskan Pancasila, sekaligus
menggunakan Islam dengan paham Ahlussunah wal Jama'ah. Dengan inilah NU,
dan kemudian Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), berhasil memecahkan persoalan
falsafati dan mendasar, hubungan antara agama dan negara.
Sebagai pemimpin sebuah partai besar, banyak
tantangan meng-
hadang langkah H. Matori Abdul Djalil mewujudkan cita-cita
NU dan
PKB. Berhasilkah ia menakhodai partai berlambang nusantara
dalam
globe yang dikitari sembilan bintang ini mencapai tujuan
politiknya?
Adakah misi khusus dari ketua PBNU, K.H. Abdurrahman
Wahid, yang diemban Matori?
Daftar Isi
ISBN
& Catatan penerbit
|