[  H. Matori - Dari NU Untuk Kebangkitan Bangsa ]

PENGANTAR PENERBIT

  Di kalangan para filosof, berbeda pandangan merupakan
hal yang biasa, asalkan disertai argumentasi yang kuat.
Agaknya, para filosof telah lama menyadari kebenaran
makna motto Aleksandr Lebed, seorang jendral Rusia yang
mengatakan, "The most powerful weapon we have is reason"
(senjata kita yang paling ampuh adalah alasan/argumentasi).
  Anehnya, terhadap objek material, atau bahan kajian,
manusia para filosof sepakat bahwa manusia adalah
makhluk multidimensional. Artinya, manusia memiliki
banyak segi.
  Banyak ilmu mencoba menjelaskan siapa sesungguh-
nya manusia itu. Namun, semakin dijelaskan, semakin
manusia tak bisa dipahami. Selalu ada saja sisi-sisi gulita
manusia yang tak bisa dijelaskan, atau didekati, oleh ilmu.
  Untuk manusia biasa saja, ilmu sudah kerepotan men-
jelaskannya, apalagi jika manusia itu seorang politikus yang
sudah malang melintang selama lebih tiga dasawarsa.
Sebutlah, sebagai contoh, H. Matori Abdul Djalil yang
menjadi tema sentral dalam buku ini. Pasti banyak sisi
yang belum diketahui masyarakat luas. Buku ribuan
halaman tidak akan sanggup menjelaskan siapa dia, apalagi
buku yang "hanya" 196 halaman sebagaimana tengah Anda
pegang ini.
  Jujur kami mengakui, dimensi Matori yang diangkat
di sini lebih terfokus pada kiprah dan sosoknya di pang-
gung politik. Jadi, objek formal, atau sudut pandang, buku
ini melihat sosok Matori sebagai manusia politik (home
politicus). Dengan begitu, pembaca otomatis tidak
menemukan dimensi lain.

Bagaimana pandangan dan sikap politik Matori?
  Sebagai orang pertama dalam PKB, dan sekaligus insan
NU, setiap nafas Matori menghembuskan ruh dan semangat
NU. Dalam Munas Alim Ulama tahun 1983, dan kemudian
dipertegas oleh Muktamar NU ke-29 tahun 1984, NU
memutuskan untuk mengambil prinsip-prinsip kebangsaan
sebagai asasnya. Dengan begitu, NU berhasil memecahkan
persoalan mendasar dan falsafati, yakni hubungan (atau
konflik) antara agama dan negara, sebuah persoalan akbar
yang tengah dihadapi negara dan umat Muslim di dunia.
  Karena dibangun atas asas kebangsaan, PKB adalah
partai yang inklusif. Di satu sisi ia tidak meninggalkan
Islam dengan paham Ahl-u 'l-sunnah wa 'l-Jama'ah,
sedangkan di sisi lain -karena universal- ia terbuka untuk
semua kaum tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras,
dan golongan.
   Apa tujuan politik PKB? Jika hakikat politik adalah
kebaikan bersama (public good), maka satu-satunya tujuan
politik yang pantas ialah keadilan (justice). Jika negara
yang dibangun berlandaskan keadilan, dapat diandaikan
bahwa semua warga akan bekerja dan dapat melaksanakan
fungsinya masing-masing dengan balk.
  Tentu panjang jalan dilalui PKB untuk sampai pada
misi dan tujuan politiknya. Pasti ada landasan kuat, atau
setidaknya terdapat alasan tertentu, yang melatar-
belakangi keputusan itu. Minimal kondisi faktual sosial,
politik,budaya, kemasyarakatan, serta moral bangsa In-
donesia tatkala PKB akan dideklarasikan menentukan
tujuan dan cara partai mencapai tujuan politiknya.
  Bagi PKB, dan khususnya Matori Abdul Djalil, politik
yang sehat harus dibangun berdasarkan moral. Setuju
dengan pandangan filosof Socrates (469-399 sebelum
Masehi), Matori menganjurkan kepada setiap warga-
negara, terutama politikus, untuk selalu bertindak sesuai
dengan apa yang dibisikkan hati nuraninya (daimanion).
Sebab, pada galibnya semua orang dapat diajarkan dan
dituntun berbuat balk. Segala perbuatan yang jahat semata-
mata timbul dari cara berpikir yang salah. Seorang politikus
wajib mengarahkan dan mendidik setiap warga negaa
untuk berpikir dan bertindak yang benar. Syarat untuk
berpikir dan bertindak yang benar ialah kebijaksanaan.
Karena itu, seorang politikus haruslah seorang yang
bijaksana.
  Maka sudah barang tentu, pasti banyak hikmah yang
bisa dipetik dari buku ini. Kami tidak ingin menyebut
kismis-kismis manis dan nikmat dari itu semua, silakan
pembaca menemukannya sendiri. Namun, satu hal ingin
kami garisbawahi. Sebagai pemimpin sebuah partai besar
seperti Partai Kebangkitan Bangsa --yang menurut
pengamat politik William Liddle disebut sebagai salah
partai terbesar saat ini-- ada loncatan besar dari Matori
dan PKB. Jika akhir-akhir ini banyak pihak mencemaskan
keutuhan bangsa Indonesia akan tercabik-cabik karena
bermunculan bagai jamur di musim hujan partai-partai
agama yang potensial mengancam integrasi dan rawan
memicu konflik SARA, PKB memaklumkan diri sebagai
partai yang terbuka untuk semua golongan.
  PKB, sesuai manifesto politiknya, berjanji membawa
bangsa menuju Indonesia yang serba baru. Yakni Indo-
nesia yang tidak lagi tersekat-sekat dan terkotak-kotak
ke dalam suku, agama, ras, dan antargolongan. Yang
unik dari PKB adalah pandangannya yang melihat bahwa
pada galibnya manusia --di mana saja di belahan bumi
ini-- sama dan sederajat. Dengan cara pandang terhadap
manusia yang universal seperti itu, PKB membongkar
sekat-sekat yang selama ini menjadi penghalang
persatuan dan kesatuan.
  Karena itu, PKB berjanji membangun persaudaraan
sejati. Persaudaraan yang, menurut istilah NU, memiliki
empat dimensi. Pertama, persaudaraan antarumat Islam
(ukhuwah Islamiah), persaudaraan antarbangsa (ukhuwah
wathoniah), persaudaraan antarmanusia (ukhuwah
insaniah), dan persaudaraan antaragama (ukhuwah
diniyah) .
  Melihat garis perjuangan PKB yang universal itu, kita
tidak bisa berkesimpulan lain, kecuali PKB adalah partai
yang terbuka. Perjuangan PKB adalah perjuangan semua
kaum.
  Dalam upaya memperkenalkan perjuangan PKB yang
universal itu, dan memenuhi janji bahwa kami akan selalu
menambah jumlah buku biografi, kami menerbitkan buku
ini. Banyak pihak telah berperan di dalam proses
penerbitannya, antara lain K.H. Abdurrahman Wahid, Drs.
A. Effendi Choirie dari Departemen Media Massa dan
Pengembangan Opini PKB, Arie Syafruddin, A. Kunta
Rahardjo, Munif, Ngatawi Al Sastro, Pusdok Kompas, dan
tentu saja H. Matori Abdul Djalil sendiri yang senantiasa
menyediakan waktu untuk wawancara. Untuk jasa dan
sumbangsih mereka, kami mengucapkan terima kasih.
  Akhirul kalam, kami berharap pembaca dapat memetik
hikmah buku ini.

Jakarta, 20 April 1999


www.kmnu.org - Copyright © NU Mesir