[  H. Matori - Dari NU Untuk Kebangkitan Bangsa ]

Menghadapi Pemilu 1999

   Menyambut pemilu, dalam masyarakat timbul diskusi
hangat soal sistem pemilu yang akan digunakan. Sebuah
sistem itu dibuat oleh manusia untuk mencapai suatu
tujuan. Yang namanya buatan manusia tentu saja ada
kelebihan dan kekuranganya. Dalam sistem distrik, satu
wilayah kecil (yaitu distrik pemilihan) memilih hanya satu
wakil tunggal atas dasar pluralitas (suara terbanyak). Dalam
sistem proporsional, satu wilayah besar (yaitu daerah
pemilihan) memilih beberapa suara yang jumlahnya
ditentukan atas dasar suatu perimbangan. Misalnya, satu
wakil untuk 400.000 penduduk. Perbedaan pokok antara
dua sistem itu terletak pada cara menghitung perolehan
suara yang nantinya menghasilkan perbedaan dalam
komposisi perwakilan di parlemen. Sistem distrik
mempunyai sejumlah keuntungan, seperti wakil rakyat
yang terpilih memiliki hubungan erat dengan penduduk
yang diwakilinya dan kedudukan terhadap partai lebih
independen; mendorong integrasi partai-partai karena
hanya ada satu kursi yang diperebutkan; lebih mudah bagi
suatu partai untuk mencapai mayoritas. Tetapi, ada kelema-
hannya. Sistem itu kurang representatif karena partai yang
calonnya kalah dalam suatu distrik akan kehilangan suara-
suara yang telah mendukungnya. Artinya, sejumlah suara
yang tidak diperhitungkan atau "suara hilang" dapat
mencapai jumlah besar. Soal itu akan dianggap tidak adil
oleh partai yang dirugikan. Di samping itu, partai-partai
kecil atau golongan minoritas tidak akan terwakili, lebih-
lebih bila mereka terpencar dalam banyak distrik.
  Sistem proporsional dianggap lebih demokratis, karena
one man one vote dilaksanakan secara penuh sehingga tidak
ada suara yang "hilang". Golongan yang kecil pun
mendapat peluang untuk menampilkan wakil di parlemen.
Tetapi sistem ini mempermudah fragmentasi partai. Jika
timbul konflik dalam suatu partai, anggotanya cenderung
memisahkan diri untuk mendirikan partai baru. Dengan
demikian, sistem ini tidak mendorong partai untuk
berintegrasi atau bekerja sama satu sama lain. Sistem ini
memberikan dukungan yang sangat kuat kepada pemimpin
partai melalui sistem daftar calon. Di samping itu, ikatan
antara wakil yang terpilih dan masyarakat yang memilihnya
akan renggang, karena wilayah yang diwakili sangat luas
dan peranan pemimpin partai sangat menonjol.
   Bagi saya, kedua sistem itu bukan persoalan yang
pantas diributkan. Hal yang paling penting adalah pemilu
harus "jurdil", jujur dan adil. Tetapi, menimbang kenyataan
mayarakat Indonesia lebih balk pemilu dilaksanakan
dengan sistem proporsional yang disempurnakan. Basis
yang dipergunakan adalah provinsi, bukan kabupaten.
Untuk mengatasi kelemahan sistem proporsional yang
terjadi selama ini diusulkan agar calon anggota parlemen
adalah mereka yang pernah berdomisili di wilayah yang
diwakilinya, sekurang-kurangnya 3 tahun dalam kurun
waktu 5 tahun terakhir. Sistem yang disempurnakan itu
saya kira paling fair, mengingat partai-partai baru pada
umumnya masih terbatas di tingkat propinsi. Di samping
itu, kenapa sistem proporsional karena semangat itu yang
kita tangkap dalam UUD 1945. Tengok penjelasan Pasal 2
UUD 1945. Maksudnya ialah supaya seluruh rakyat, seluruh
golongan, seluruh daerah akan mempunyai wakil dalam
Majelis, sehingga Majelis itu akan betul-betul dapat
dianggap sebagai penjelmaan rakyat. Semangat UU itu
paling sesuai dengan menerapkan sistem proporsional
daripada sistem distrik.
  Sejauh ini persiapan dan konsolidasi PKB secara
organisasi telah berjalan dengan lancar. Hal itu dimungkin-
kan karena PKB merupakan partai resmi warga NU yang
tersebar di seluruh Indonesia. Organisasi yang solid harus
didukung dengan konsolidasi wawasan. Tujuannya agar
seluruh jajaran pengurus dari pusat hingga ke tingkat ran-
ting beserta warga dan kadernya memahami benar
wawasan partai, yaitu kedaulatan rakyat, keadilan, mora-
litas, dan persatuan. Untuk itu, program-program pelatihan
sadar pemilu yang jurdil dan demokratis telah dilakukan.
Menjelang pemilu nanti akan dibentuk lembaga khusus
pemenangan pemilu. Katakanlah ada seorang manajer yang
memimpin untuk menggodok strategi memenangkan
pemilu. Partai juga menerima masukan dan saran dari
beberapa pakar universitas dalam dan luar ngeri, meskipun
mereka tidak termasuk dalam struktur organisasi PKB.
   Meskipun situasi Pemilu mendatang sulit diprediksi, banyak
pengamat politik memperkirakan minimal akan terjadi
anarki sosial bila tidak revolusi sosial. Tentu saja, perkiraan
itu dengan mudah dipahami. Mengingat kesulitan ekonomi
bangsa, seperti peningkatan pengangguran dengan
perkiraan angka 25 juta orang dan pada saat yang sama
aparat keamanan kurang berwibawa di mata masyarakat.
Di samping itu, kemajemukan bangsa Indonesia yang
mungkin paling sempurna dibandingkan dengan bangsa
majemuk mana pun di seluruh dunia, sangat potensial
melahirkan gesekan-gesekan kerawanan yang memanas
menuju konflik dan perpecahan. Tetapi, sebagai orang
yang beriman kepada Gusti Allah, saya tetap optimis bangsa
ini akan keluar dari krisis. George Me Turnan Kahin yang
menjadi saksi mata Revolusi Indonesia 1945 menulis dalam
bukunya Nationalism and Revolution in Indonesia (1952):
"...Apapun yang terjadi apabila bangsa Indonesia dapat
menunjukkan kualitas serupa dengan yang pernah mereka
tunjukkan selama perjuangan politik mencapai kemerdeka-
an, maka keberhasilan bangsa ini adalah amat besar...."
  Kebenaran dan kebaikan yang akan menang dari
kejahatan dan kebatilan. Bagaimanapun nanti pemilu yang
jurdil tetap diupayakan meskipun lewat perjuangan yang
tidak gampang. Kalau tidak jurdil 100%, minimal men-
dekati. Semua itu adalah proses. Kalau mau bernostalgia,
NU memiliki kenangan manis. Kenangan itu semakin indah
saja, bila dikenang. Ungkapan itu mungkin dihayati oleh
Partai Kebangkitan Bangsa. Pasalnya, pada pemilu 1955,
Partai Nahdlatul Ulama meraih 45 kursi di DPR. Posisi itu
menjadikan NU sebagai salah satu dari empat besar selain
PNI, Masyumi, dan PKI. Akankah kenangan manis itu akan
diraih lagi oleh Partai Kebangkitan Bangsa, sebagai partai
milik orang-orang tahlil, beristighosah, bersalawat badar?
Tentu saja, sebagai orang NU saya yakin PKB menang.
Pokoknya pemilu harus dilaksanakan dengan jujur-adil
(jurdil) dan demokratis. Itu prinsip!
  Persiapan dan konsolidasi PKB secara organisasi telah
berjalan lancar. Maklum, partai ini adalah partai resmi warga
NU yang tersebar di seluruh Indonesia. Konsolidasi
organisasi penting, karena PKB itu institusi baru, tidak
seperti partai yang sudah ada sekarang, begitu kata salah
satu rekan saya di PKB, Koffifah Indar Parawansa.
  Sementara itu, Prof William Liddle memperkirakan PKB
akan memperoleh suara 20% sebagai partai paling besar.
Urutan kedua, lagi-lagi masih kata Liddle, adalah PDI
Perjuangan dan disusul oleh Golkar. Ibarat sebuah per-
tandingan olahraga, saya sudah menang sebelum ber-
tanding. Atau, menang sebelum pemilu. Saya pribadi malah
lebih optimis untuk menggaet suara minimal 30%. Mini-
mal menjadi kekuatan mayoritaslah! Menurut hitungan saya
tidak ada partai mayoritas tunggal, seperti kemenangan
Golkar selama Orde Baru. Karena itu, nanti PKB akan
berkoalisi dengan partai politik lain yang meraih suara
sekitar 20% sampai semuanya bisa 70%, yang berarti bisa
mencapai mayoritas. Yang pasti, PKB akan berkoalisi
dengan kekuatan politik lain untuk menguasai parlemen.
PKB slap berkoalisi dengan partai mana pun asal visinya
sama, yaitu partai yang bersikap demokrat, tidak rasial,
dan mempunyai visi kerakyatan.
  Untuk menjawab tantangan pemilu, organisasi harus
solid dengan konsolidasi wawasan. Tujuannya agar
segenap jajaran pengurus dari pusat hingga ke tingkat ran-
ting beserta warga dan kadernya memahami dan meng-
hayati betul wawasan PKB, yaitu keadilan, kedaulatan
rakyat, moralitas, dan persatuan. Untuk itu, PKB membuat
sebuah program pelatihan sadar pemilu jurdil dan demo-
kratis, bekerja sama dengan beberapa lembaga eksternal.
Dengan pelatihan itu masyarakat diharapkan menjadi sadar
politik dan proaktif terhadap pemilu. Sekarang ini sudah
tidak masanya lagi mobilisasi massa. Apalagi, kemungkinan
besar dalam Pemilu 1999, pemilih tidak akan didaftar.
Pemilih sendiri yang harus berinisiatif datang. Program-
program pelatihan itu juga bertujuan agar masyarakat
memahami benar bahwa ia memilih suatu partai karena
menyadari bahwa partai itu merupakan yang terbaik bagi
dirinya. Jadi, bukan hanya karena ikatan primordial belaka.
Keyakinan itu juga untuk mengikis anggapan bahwa urusan
ekonomi lebih penting daripada urusan politik.
  Urusan sembako dan perbaikan ekonomi tanpa
pembangunan bidang politik memang bisa berjalan namun
akan menghasilkan pemerintahan yang otoriter lagi.
Sebaliknya, pemerintah yang otoriter akan menghasilkan
kebijakan ekonomi yang salah, sehingga menimbulkan
kelangkaan sembako. Setelah program "penyadaran"
masyarakat terjadi, menjelang pemilu nanti akan dibentuk
lembaga khusus pemenangan pemilu. Ada seorang manajer
yang memimpin dan akan mengolah strategi pemangan
pemilu. PKB memperoleh masukan dan saran dari
beberapa pakar universitas, dalam dan luar negeri, tetapi
mereka tidak masuk dalam struktur organisasi PKB.
   Siapa jago PKB yang akan dicalonkan sebagai Presiden
RI menggantikan Presiden Habibie! Sekarang ini terlalu
dini untuk memunculkan siapa yang dijagokan sebagai
presiden oleh PKB. Figur memang belum dibahas, tetapi
kriterianya sudah dibahas. Salah satu kriteria pentingnya
adalah kredibilitasnya yang tinggi. Secara umum agenda
program PKB ke depan adalah terwujudnya masyarakat
dan bangsa Indonesia yang adil makmur, merdeka,
berdaulat, dan terjamin hak asasinya. Masyarakat terjamin
hak keselamatannya dari segala bentuk penganiayaan;
bebas dari pemaksaan agama; perusakan keturunan, dan
kebebasan memiliki harta benda secara sah.
  Dalam bidang politik, PKB akan terus berjuang untuk
membatasi masa jabatan presiden; serta pemilahan secara
tegas tugas, fungsi, dan wewenang yang dimiliki oleh
legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Kelak dalam konsep
PKB, tidak ada lagi presiden yang sangat berkuasa dan
melumpuhkan lembaga-lembaga lain. PKB juga
mengagendakan agar otonomi daerah diperluas, dan In-
donesia tetap menjadi negara kesatuan. Dalam bidang
hukum; salah satu program PKB adalah pemberdayaan
Mahkamah Agung yang sampai saat ini masih terkooptasi
oleh eksekutif. Bisa saja untuk menghilangkan pengaruh
pemerintah (eksekutif), ketua dan anggota MA sebaiknya
dipilih oleh DPR. Dalam bidang ekonomi, daerah dibebas-
kan untuk mendapatkan investor yang mau menanamkan
modalnya di daerah; pengaturan pajak yang adil; pem-
berantasan monopoli; mendorong ekonomi kerakyatan;
serta pembangunan industri pertanian.
  Tentu saja, program itu akan dilaksanakan kalau PKB
menang. Tetapi kalau kalah, PKB akan menjadi oposisi
yang kritis dan berkualitas.

Sumber Bacaan
Detak No. 017 Tahun ke-l 3 -9 Nov 1998
Kompas, 24 Mei 1998
Kontan, No. 2 Tahun III, 5 Oktober 1998" Militer Bukan
Sesuatu yang Otonom"
Kontan. No. 15 Tahun 1II 4 Januari 1999."Munir: Guru Besar
Kekerasan itu Aparat Sendiri"
Kompas, 5 Februari 1997
Kompas, 31 Desember 1998 "Gus Dur Bukan Hanya Milik
PKB"
Kompas, 4 Januari 1999 "Kemungkinan Revolusi Sosial
Fokus Pembi-caraan Sekarang"
Kompas, G Januari 1999
Merdeka, 5 September 1998 "Dawam Lancarkan Kritik ke
   PKB"


www.kmnu.org - Copyright © NU Mesir