[ Tabayun Gus Dur / Abdurrahman Wahid ] |
Masalah suksesi jadi pembicaraan hangat lagi. Pak Harto sendiri yang
mengangkat masalah tersebut ke permukaan. Pertama, ketika bertemu para
redaktur senior media massa Australia. Kedua, saat bertemu Presiden Blaise
Compaore dari Burkina Faso, dan terakhir, ketika mencanangkan Hari Lansia
(Lanjut Usia) di Semarang, pekan lalu. Dari yang terucap, jelas Pak Harto
menghendaki pergantian kepemimpinan nasional secara konstitusional. Jelas
pula, ia ingin melunaskan masa jabatannya hingga 1998. Tapi, apakah setelah
periode itu Pak Harto akan bersedia dicalonkan kembali! Pak Harto sendiri
tidak pernah memastikan hal itu. Yang menarik, beberapa hari sebelum pernyataan
Pak Harto itu Abdutrahman Wahid alias Gus Dur melontarkan pernyataan yang
cukup mengejutkan. Menurut Gus Dur, jika Pak Harto tidak bersedia dicalonkan
lagi tahun 1998, situasi politik Indonesia akan rumit. "Karena, tidak ada
calon penggantinya," katanya.
Itu 'kan kebetulan. Karena hal itu sebenarnya sudah lama
Seperti di Amerika, itu 'kan sudah ada mekanismenya. Siapa calon presiden dari partai Demokrat untuk tahun 2000, mekanisme untuk mencari calon itu ada. Nah, di Indonesia 'kan tidak ada. ABRI tidak tahu bagaimana memunculkan calonnya. Golkar juga tidak tahu bagaimana memproses orang yang mau dicalonkan. PPP dan PDI sama saja. Artinya, di negeri kita, lembaga-lembaga itu tidak memiliki mekanisme untuk mencari calon presiden atau wakil presiden. Yang ada fraksi-fraksi. Nah, fraksi itu 'kan beda dengan DPP. Karena fraksi hanya memproses
secara formal calon yang sudah disepakati DPP. Artinya, Fraksi Karya Pembangunan,
misalnya hanya akan mencalonkan
Sementara itu, Partai Demokrat atau Partai Republik di Amerika, ada
mekanisme yang memungkinkan munculnya calon dari
Kalau di sini pemilihan awal itu seharusnya mulai dari mana? Bisa saja, untuk calon presiden dimulai pada tingkat propinsi.
Mengapa, mekanisme seperti itu tidak disiapkan dari dulu? Tidak tahu kenapa, ya, barangkali karena kita tidak memandang
Apakah mekanisme itu sangat mendesak diciptakan? Ya, seharusnya sudah ada sejak republik ini berdiri. Kalau kita
Contohnya pada 1988, kasus pencalonan H.J. Naro sebagai
Dengan kata lain, masalah penentuan kepemimpinan nasional kita tidak
ditentukan oleh partisipasi rakyat banyak, tetapi tergantung beberapa kelompok
kecil di tingkat elite. Elitenya pun yang
Apakah menurut Anda ada kesengajaan untuk mempertahankan status quo? Ah, tidak bisa disalahkan pada pemerintah saja, tapi pada kita sebagai bangsa. Walaupun pemerintah menghendaki seperti itu, kalau bangsa ini melalui wakil-wakilnya di MPR mau membuat aturan yang benar, 'kan tidak bisa ditangkal. Lha, wong yang di MPR tenang-tenang saja. Kondisi itulah, saya rasa, yang juga diprihatinkan Pak Harto. Barangkali beliau berpikir, "Kok, jadi begini, ya?" Mungkin kemarin-kemarin tidak terasa, tetapi kebutuhannya
Karena, kenyataan, selama ini tidak ada yang pernah memikirkan secara
serius persoalan itu. Golkar tidak pernah, PPP dan PDI
Mungkinkah wakil rakyat tak berani menyuarakan itu karena
Karena takut risiko, tidak ada yang berani, ya, begini jadinya. Lha.
Orang seperti saya, karena tidak punya risiko 'kan bisa ngablak seenaknya.
Risiko saya paling ditekan. La, saya merasa sangat men-
Banyak orang bertanya, apa makna ucapan Anda mengenai suksesi itu. Ada yang mengira Anda sudah mulai kompromistis...... Lho, saya 'kan cuma bertanya. Saya tidak usah kompromistis hanya untuk
menunjukkan kenyataannya memang begitu. Saya mau tanya, siapa orang yang
saat ini sudah punya posisi bisa menggantikan Soeharto? Ayo, sebut nama.
Akhirnya 'kan: lho. Kok, tidak ada, ya...? Karena apa? Sebab, orang
itu harus mampu dan harus diterima Pak Harto. Saya cuma mengatakan apa
yang nyata. Tidak ada keinginan bahwa saya mencalonkan kembali Pak Harto.
Tidak ada. Bukan itu. Wong, Pak Harto sendiri sudah pingin turun,
kok, kita ngitit. Bahwa Pak Harto itu orangnya diam, tidak mau ngomong
terbuka segala macam, itu soal lain. Tapi, masak, Anda tidak bisa baca
bahwa Pak Harto sudah kecapeaan. Wong, dia sendiri
Anda yakin Pak Harto sudah tidak mau lagi? Saya rasa, kalau sudah ada proses penggantian yang membuatnya lega, dia sudah tidak mau maju. Saya yakin itu. Anda boleh saja setuju tidak setuju, saya berani membuktikan bahwa seluruh sikap Pak harto akhir-akhir ini 'kan mengacu kepada: "Jangan membebani saya", gitu, 'kan? Itu kelihatan banget. Mungkin dulu-dulu itu belum ada orang yang dia percaya. Nah, mungkin sekarang sudah ketemu, cuma belum ketemu bagaimana memprosesnya. Anda merasa sudah bisa menyelami cara berpikir Pak Harto? Dari dulu sudah. Apakah Pak Harto memang sudah menemukan calon penggantinya? Saya duga begitu. Orang 'kan begini, kalau Anda kuat, orang
Apa isyaratnya, Pak Harto sudah menemukan Calon? Dengan mengatakan, lewat Moerdiono, bahwa Presiden harus
Maksudnya, ketergantungan kepada kerelaan Pak Harto masih sangat besar? Wong, nyatanya begitu, kok. Sistemnya 'kan juga begitu.
Karena
Pernyataan Anda, "Kalau Pak Harto tidak bersedia dicalonkan kembali menjadi Presiden, persoalan akan menjadi gawat dan rumit", apa maksudnya? La, iya, kenyataan gawat dan rumit tidak? Kalau tidak mau dicalonkan
lagi, dalam kata lain, kalau benar-benar Pak Harto mau
Anda khawatir Pak Harto tak mau dicalonkan lagi... Ah. Itu 'kan berarti tidak konsisten dengan jalan pikiran saya dari
dulu. Yang terbalik itu jalan pikiran Anda, dalam hal, kenapa Gus Dur begini.
Itu karena headline Kompas mendudukkannya seperti itu. Omongan saya
tidak begitu. Yang bilang begitu Kompas,
Siapa, sih, pengganti Pak Harto yang paling cocok? Lho, jangan tanya saya, Saya tidak mau dipancing soal itu. Karena bukan persoalan saya. Itu persoalan Pak Harto dan seluruh bangsa. Kalau Pak Harto mau mundur 'kan harus ada pengganti yang layak? Siapa? Try akan ditentang oleh Habibie. Habibie akan ditentang Edi Sudradjat. Edi akan ditentang pula. Jadi, siapa? Kalau begitu, harus ada konsensus atan koalisi? Anda pikir mereka itu ego-ego yang gampang untuk membentuk koalisi? Belum lagi ada yang lainnya, Ginandjar, Moerdiono, Rudini... Itu 'kan orang-orang pemerintah. Apa tidak ada alternatif lain? Kalau dari luar tidak mungkin, karena di sini ada dinasti besar.
Itu dengan asumsi suksesi bejalan lancar? Kalau mau diganti, orangnya dari situ. Yang lain dianggap tidak
Kalau Sudharmono atau Benny Moerdani, bagaimana? Wah, itu dalam keadaan yang lebih ekstrem lagi, sudah kacau balau baru mereka bisa. Sebab, bagi mereka, 'kan waktunya sudah lewat. Dan mereka arif, karena memang begitu jalan pikirannya : "Masak sih kita, 'kan sudah lampau." Saya rasa Pak Rudini juga demikian, cuma persepsi orang terhadapnya dikira masih aktif, karena masih sering ngomong. Lain, di antara yang Anda sebutkan tadi, siapa yang paling banyak aksesnya terhadap Pak Harto? Kalau sampai sejauh itu saya tidak tahu. Masing-masing punya
Kalau secara konstitusional, yang paling dekat 'kan Pak Try? Ya, ukurannya jangan yang konstitusional. Wakil presiden selama ini 'kan hanya pengiring. Dekatnya 'kan dekat konstitusional, kalau Pak Harto meninggal sebelum selesai masa baktinya. Dalam sejarah di Indonesia, khususnya pada zaman kerajaan Jawa dulu, suksesi cenderung melalui kekerasan. Apakah Anda percaya itu akan terulang pada zaman modern ini? Itu yang harus kita hindari. Sebab, konsekuensinya macam-macam. Satu, yang Islam, lawannya orang sekular. Itu nanti akan jadi masalah yang berkepanjangan. Kedua, hegemoni orang Jawa terhadap non-Jawa. Itu masalah besar. Ketiga, antara generasi 45 dan generasi penerus. Itu semua bisa menyebabkan kita terbelah betul, terjadi perang saudara. Nah, hindarilah. Karena itulah, cari mekanisme yang baik, mumpung masih ada waktu satu tahun setengah. Satu setengah tahun apa cukup? Kalau sekarang dibicarakan intensif, secara terus-menerus, lalu
Menjelang pemilu 1992 lain, Anda membuat apel akbar. Bagaimana menjelang pemilu 1997 nanti? Bagaimana kalau bikin sekarang? Saya tanya, kalau Anda anggap perlu,
ya, saya bikin. Ya, mudah-mudahan dalam waktu dekat
Kali ini, apa arahnya? Ya, mengajak seluruh bangsa untuk berpikir bahwa pemilu adalah sebuah proses politik yang penting, yang harus diperlakukan sungguh-sungguh, jangan dimain-mainkan, dilecehkan kecurangan dan intrik-intrik politik yang jelek. Itu saja. Apa pemilu 1997 nanti akan lancar? Tidak akan terjadi apa-apa, mulus-mulus saja, karena malah akan muncul apatisme. Masyarakat itu semakin sadar begitu, tapi belum sampai pada tingkat melawan. Jadi, yang golput lebih gedhe karena panitia pemilihan masih menggunakan standar ganda. Kayak dulu juga. Sambil mengaku tidak curang, tapi melakukan kecurangan. Lha, buktinya, pesantren saja sampai tidak didaftar. Wong, santri putri pesantren itu mayoritas di atas 17 tahun. Kalau masalah kemenangan Golkar, semua tidak ada yang sangsi. Paling,
tinggal persentasenya. PDI itu sudah happy kalau bisa melewati PPP.
Sedangkan PPP, kalau tidak turun suaranya, itu
Anda kira suara PDI akan meningkat banyak? Jelas itu. Bisa melampaui PPP dia. Karena PPP tidak bisa meluas,
Kedekatan Anda dengan Megawati itu berpengaruh terhadap
Saya menyediakan akses bagi Mega untuk mengenal warga NU, untuk mempengaruhi warga NU mendukung PDI. Tapi, apakah dia bisa mengolah akses itu sehingga menjadi daya tarik, menjadi rayuan efektif, itu terserah dia. Hal yang sama saya lakukan pada Golkar. Kalau Mbak Tutut ingin mengenal warga NU, oke, saya bersedia anterin. Saya yakin, orang NU tidak keberatan. PPP tidak dikenalin? PPP isinya NU. Tidak Usah saya kenalin sudah tahu. Ada rencana membawa Mbak Tutut ke warga NU? Ya, nanti kita lihat saja bagaimana. Kalau nanti disambut uluran persahabatan, kita akan jadi efektif. Tapi tergantung kemampuan Golkar menerjemahkan. Dengan kata lain, NU memfasilitasi pemrosesan potensi menjadi konkret. Tapi, prosesnya harus dilakukan yang bersangkutan. Pengertian dari Khittah NU itu begitu. Menjaga jarak yang sama dengan semua pihak. NU bisa dirangkul oleh siapapun. Ketua GP Ansor menyatakan Ansor masuk Golkar, itu Anda
Itu persoalan lain. Itu cuma ambisi pribadi perorangan yang ingin mendapat tempat. Ngomong-ngomong, kenapa Anda belum juga diterima Pak Harto? Belum diterima karena Pak Harto juga harus menenggang pada
Anda tidak merasa hubungan dengan Pak Harto tidak harmonis? Yang bilang hubungan saya dengan Pak Harto tidak harmonis itu siapa?
Ada dua jawaban terhadap pertanyaan itu. Satu, ukuran harmonis dan tidak
harmonis itu bagaimana. Saya tidak merasa ada hubungan yang tidak harmonis
itu. Kalau ada keinginan untuk menciptakan hubungan tidak harmonis antara
saya dan Pak Harto oleh oknum-oknum pejabat tinggi pemerintah, betul itu
ada. Tapi, Pak Harto itu orang pinter, pemain politik yang luar biasa.
Saya ngomong ini bukan karena mau mencalonkan dia lagi, lho. Dia
tidak
Nah, mungkin suatu ketika saya bikin dia marah, tapi itu cuma beberapa waktu. Sebentar saja sudah tidak ada apa-apanya. Hanya pihak-pihak yang berkepentingan supaya hubungan saya tidak harmonis dengan Pak Harto, saya tidak usah menyebutkan namanya, orang-orang ini, yang mau terus menghalangi saya ketemu Pak Harto. Saya tahu itu karena ada orangnya Pak Harto yang ngomong begitu. "Bapak sebenarnya pengin ketemu sampeyan, tapi kalau ketemu sekarang, ya, bikin geger baru. Sebab, si ini, tidak setuju. "Saya dikasih tahu, kok. Jadi saya tidak mengganggap ada disharmoni. Begitu banyak hal yang dilakukan kepada saya di NU, hambatan-hambatan, sampai ada muktamar luar biasa, tidak ada yang dibenarkan Pak Harto. Begitu sampai pada tahap kritis, Pak Harto keluar sikapnya, melalui suara menteri-menterinya. Mendagri bilang: Yang sah hanya Muktamar Cipasung. Soesilo Soedarman bilang: Hasil Cipasung yang dipakai pemerintah. Moerdiono, Edi Sudradjat juga demikian. Itu tidak main-main. Mereka tidak akan ngomong kalau tidak boleh sama Pak Harto. Jadi, melihatnya dari situ. Naiknya Anda kembali sebagai Ketua Umum PBNU itu dinilai
Kesan itu ada, tapi salah. Sebetulnya, Pak Harto itu terbuka: Dia berpikir, kalau bisa dicari gantinya, beliau akan turun. Kalau tidak, ya terpaksa diterusin. Karena mekanisme belum ada, lalu cara intrik-intrikan tidak putus-putus juga, dan hasilnya tidak akan konklusif. Pak Harto tidak bisa dong mundur, namanya tidak tanggung jawab. Kalau mundur, saya akan ngomong ke Pak Harto: "Jangan turun, Pak." Ini bukan masalah senang tidak senang. Daripada ada peristiwa berdarah, begitu saja, deh, gampangnya. Daripada pertentangannya tidak bisa diselesaikan secara mantap oleh calon-calonnya yang mau mengganti, daripada mereka ribut berantem dan akhimya negara kita berantakan. Sekarang ini levelnya terletak pada: bisa ditemukan atau tidak mekanisme itu. Lalu, kapan bisa temukan calon yang definitif, saya rasa akhir tahun ini. Sebelum akhir tahun belum ada hal ini. Nah, itu harus kita akui, bahwa itulah ketimpangan politik kita. Sebab, prosesnya lain terserah di tangan presiden, bukan di tangan MPR. Kekuasaan eksekutif yang terlalu besar itulah yang harus kita pikirkan untuk dikendalikan pada era pasca-Soeharto. Kalau Anda sendiri, mau tidak jadi presiden? Saya tidak akan mencalonkan diri. Simpel sebabnya. Masak, orang yang kotok matanya seperti saya bisa jadi pejabat. Pahit memang, tapi ya inilah kenyataan. Saya jalan ke podium saja dituntun, kok. Kebetulan saya juga tidak punya ambisi. Jadi, enteng-enteng saja. |
|