[  P u s t a k a  N U  O n l i n e  ]

Bayi yang dilahirkan Mariah, istri Syansuri, 28 Dzulhijjah 1304 H (sekira 18 September 1886} di desa Tayu diberi nama Bisri. Anak pertama mereka bernama Mas'ud, seorang anak lelaki sesuai dengan harapan keluarga di daerah itu pada umumnya. Yang kedua adalah seorang anak perempuan, bernama Sumiyati. Bisri adalah anak ketiga, dan setelah itu masih ada lagi dua anak lain dilahirkan dalam keluarga ini, yaitu Muhdi dan Syafa'atun. 

Mereka dilahirkan di Tayu, desa asal Syansuri, sebuah ibukota kecamatan yang terletak lebih kurang 100 kilometer arah timur laut Semarang, dalam kawasan pesisir pantai utara Jawa yang memiliki budaya sosial-keagamaannya sendiri. Sebagai salah satu titik dalam jalur daerah yang penduduknya teguh memegang tradisi keagamaan mereka, yang mernbentang dari Demak di timur Semarang hingga Gresik di barat laut Surabaya, Tayu merupakan latar belakang geografis yang sangat mewarnai pandangan hidup Bisri di kemudian hari, dan sedikit -banyak turut membentuk kepribadiannya. 

Masyarakat Tayu umumnya memiliki tingkat kehidupan yang rendah bila dibandingkan daerah-daerah lain di pulau Jawa. Tayu ter-jepit antara tanah pertanian yang tidak subur dan bentangan laut yang tidak banyak memberikan hasil. Ini adalah akibat teknologi tradisional sederhana yang sangat penuh dengan resiko dan kegagalan, ditambah oleh pola pemilikan modal usaha dan alat produksi (perahu, pengawetan hasil penangkapan ikan) yang sangat pincang dan terpu-sat pada sejumlah orang tertentu belaka di tiap tempat. Bila ditambah-kan pula kepada keadaan itu tidak menentunya jaminan keselamatan diri dari bahaya di laut lepas, sebagai nelayan tradisional pencari ikan dalam perahu layar yang tidak seberapa besar ukurannya, mudahlah digambarkan betapa kuatnya sikap pasrah kepada segala macam takhayul di kalangan penduduk daerah seperti Tayu. 

Justeru karena situasi umum di pesisir utara pulau Jawa seperti itulah, terutama di belahan timurnya, muncul tradisi kuat untuk berpe-gang pada ajaran agama Islam secara ketat di kalangan kaum muslimin, yang taat kepada ajaran agama. Mereka seringkali dinamai 'kaum' atau 'kaum santri', yang selanjutnya dipendekkan menjadi 'santri' belaka. Dengan akar kesejarahan yang sangat kuat, sebagai pusat pengembangan Islam sejak pertama usia agama itu di pulau Jawa, proses peman-tapan keteguhan memegangi ajaran agama itupun masih kuat kehadirannya hingga saat ini. Pesantren-pesantren besar yang menjadi pusat pendalaman ilmu-ilmu agama bermunculan terus menerus di daerah pesisir itu dari masa ke masa. Daerah itu memiliki peranan vital sebagai penyedia calon ulama bagi daerah pedalaman Jawa, dalam interaksinya yang berwatak intensif dengan manifestasi kebudayaan pra-Islam. Ulama yang dihasilkan pesantren-pesantren daerah pesisir utara itu, dengan tradisi pendalaman ilmu agama yang tidak pernah terputus, hingga saat ini masih merupakan pangkalan yang mengirimkan ban-tuan ke 'medan laga' kultural di daerah pedalaman. 

Bisri, anak ketiga keluarga Syansuri dan istrinya Mariah nantinya juga ditakdirkan akan menjadi bagian dari proses memantapkan pengembangan ajaran Islam di pedalaman Jawa. Ia memang lahir dari tradisi keagamaan yang kuat, dari keturunan yang memiliki ulama bermutu tinggi di pihak ibunya, yang dilahirkan dan dibesarkan di Lasem, hampir 90 kilometer sebelah timur Tayu. Keluarga ibunya adalah keluarga yang menurunkan beberapa orang ulama besar dalam beberapa generasi, seperti Kiai Khalil Lasem dari generasi sebelum kekiaian Bisri Syansuri sendiri dan Kiai Ma'sum yang hanya beberapa tahun sedikit lebih tua dari calon kiai yang dilahirkan di Tayu itu, serta Kiai Baidhawi yang lebih kurang sekurun dengannya. Lasem hingga saat ini pun masih merupakan salah satu pesantren induk bagi banyak pesantren lainnya. Tidak heranlah, jika dari tradisi yang demikian kuat kaitannya dengan penguasaan ilmu-ilmu agama Islam secara mendalam itu tumbuh seorang agamawan, yang di kemudian hari akan menjadi salah seorang ulama besar, yang memberikan bekasnya sendiri kepada sejarah bangsa dan negara. 

Daftar Isi


www.kmnu.org - Copyright © KMNU Cairo - Egypt