[ KH Bisri Syansuri; Pecinta Fiqih Sepanjang Hayat ]

 
Utuh dan Bulat 

Tokoh seperti Kiai Bisri dapat digambarkan sebagai lebih besar dari kehidupan (larger-than-life), karena ia menggambarkan pola kehidupan yang terikat kepada sesuatu yang lebih besar dari kehidupan manusia sehari-hari. Keseluruhan hidupnya diabdikan kepada dua kerja yang saling bertali: mendidik santri dan masyarakat, serta memperjuangkan aspirasi keagamaan melalui perjuangan organisasi.

Pola kehidupan seperti itu dapat tercermin secara penuh di tingkat kolektif, maupun dalam kehidupan perorangannya sendiri. Pada Kiai Bisri, keduanya bergabung dalam kebulatan yang tidak memiliki kekurangan sedikitpun. Pola kehidupan bermasyarakatnya jelas menunjukkan nilai-nilai perjuangan yang tinggi dan fungsi edukatif yang menetap. Pola kehidupan perorangannya juga demikian: kebersihan dirinya, penjagaannya atas ketepatan waktu (punctuality), pola pergaulannya dengan manusia lain, pengaturan hidup materialnya yang tidak menuntut kemewahan, pendekatannya dalam memecahkan masalah, dan keteguhannya mengikuti moralitas keagamaan secara tuntas. Kesemuanya itu menunjukkan pola kehidupan perorangan yang memiliki dimensi perjuangan yang utuh dan bulat.

Kesan atau pengakuan terhadap kenyataan ini begitu jelas tertangkap dari hampir semua orang yang ditanyai tentang Kiai Bisri, sehingga ia merupakan sebuah kebenaran yang tidak perlu diragukan lagi. Sudah tentu ini tidak berarti Kiai Bisri tidak memiliki kekurangan dalam pola kehidupan pribadinya. Salah satu kekurangannya adalah keterbukaannya yang tidak mengikuti pola berpikir biasa. Kalau kepadanya disampaikan pandangan tentang sesuatu persoalan oleh seseorang, maka nama orang yang memberikan informasi itu juga akan turut disebutkan olehnya dalam forum yang membahas persoalan tersebut, sudah tentu sering dengan kerugian orang yang bersangkutan. Begitu pula, sekali ia mengambil keputusan berdasarkan ketentuan hukum fiqh, maka ia tidak akan mengubah pendirian, sebesar apapun korban manusiawi yang harus diberikan oleh mereka yang terkena akibat keputusan itu. Sehingga sering muncul kesan Kiai Bisri tidak memperhatikan faktor manusiawi dalam mengambil keputusan. Apapun kekurangan yang ada pada dirinya haruslah dimengerti dari ketundukannya yang begitu mutlak kepada hukum fiqh. Sebuah peng-ambilan keputusan hukum fiqh adalah segala-galanya bagi Kiai Bisri, ia merupakan jalur tunggal bagi pengaturan kehidupan manusia secara total.

Keteguhan begitu besar dalam ketundukan kepada hukum fiqh ini memang sesuatu yang menarik untuk dikaji, karena ia menghasilkan tidak hanya gambaran sangat pincang tentang kesempitan dan pendeknya jangkauan pandangan seseorang. Sebenarnya, ketundukan seperti itu akan membuahkan sebuah kepribadian yang utuh dan bulat, memiliki dimensi kedalaman pandangan tentang kehidupan dan memberikan arah yang secara utuh berakibat positif kepada jalan kehidupan manusia, kalau ia diterapkan secara tekun dan tuntas. Di sinilah harus difahami kebesaran Kiai Bisri, yang memperlakukan penerapan hakum fiqh dalam kehidupan sebagai sesuatu yang harus dilakukan secara utuh, tekun dan tuntas.

Sebuah illustrasi dapat dikemukakan, yaitu kasus schorsing yang dijatuhkannya atas diri almarhum H.M. Subchan dari jabatan Ketua I PBNU. Sejumlah ulama datang ke tempat Kiai Bisri, menanyakan sebab-sebabnya. "Apakah anda dapat menyelesaikan masalah itu kalau saya sebutkan?" demikian tanya Kiai Bisri. Sudah tentu tidak, jawab mereka. Bukankah tanpa ada jaminan anda akan menyelesaikannya, saya hanya akan mempergunjingkan orang saja kalau saya ceritakan kepada anda, hal mana jelas bertentangan dengan hukum fiqh?

Begitu tuntas arti hukum fiqh pada diri Kiai Bisri, sehingga sikap-nya kepada orang lain, termasuk anak cucunya sendiri, sepenuhnya dilandaskan pada ketentuan-ketentuan fiqh. Dengan demikian, keluarga (zakelijkheid) adalah watak pergaulannya dengan manusia lain, siapapun orangnya, walaupun kelugasan yang dimilikinya itu tidaklah bersumber pada norma-norma dan ethos kemasyarakatan sarwa berperhitungan (rechenhaftigkeit) yang melandasi kelugasan dalam pola pergaulan masyarakat kapitalistis.

Dari apa yang dikemukakan tidak salahlah kalau disimpulkan tempat Kiai Bisri dalam kehidupan adalah sebagai pecinta, penganut dan pelaksana hukum fiqh. Tempat yang mengandung fungsi perjuangan dan edukatif sekaligus dalam kehidupan. Ia tercermin dalam ketekunan Kiai Bisri untuk memimpin majlis hukum agama empat puluh hari sekali di Masjid Kauman Lor di kota Jombang, dan kehadirannya secara reguler dalam pengajian Selasa siang di masjidnya sendiri di lingkungan pesantren Denanyar. Ia juga tampak dalam kesediaannya untuk mengajarkan bacaan Alquran kepada para santri yang masih berusia sangat muda hingga akhir hayatnya, disamping tercermin dalam kiprahnya di tingkat nasional dalam proses pengambilan keputusan-keputusan yang menentukan jalannya kehidupan bangsa.

Ia tercermin dalam perlakuannya yang adil kepada siapapun dalam urusan apa pun, dan kemampuannya melayani orang lain dalam perlakuan yang baik dalam kedudukan sosial masing-masing, tanpa mengorbankan arti dirinya sendiri sebagai seorang ulama besar. Ia juga muncul dalam kesediaan menjadi titik pusat kesadaran umat yang dipimpinnya di kala menghadapi cobaan-cobaan berat dengan tidak pernah ada tanda-tanda menghiraukan sedikit pun risiko yang mungkin terjadi atas diri pribadinya. Ia tercermin baik dalam ketidak sediaan melihat kemungkinan mendekati permasalahan di luar jalur keagamaan yang sudah diatur hukum fiqh, dan dalam kesediaan mendengarkan masalah-masalah begitu luas dalam kehidupan selama ia dimasukkan dalam kategori pencarian informasi bagi pengambilan keputusan di bidang hukum fiqh.

Kiai Bisri adalah orang besar, karena ia lebih besar dari kehidupan sehari-hari manusia umumnya. Tetapi kebesaran itu hanya akan ada, karena Kiai Bisri memilih mengikuti sebuah pola kehidupan yang juga lebih besar dari kehidupan itu sendiri, yaitu pola kehidupan yang sepenuhnya tunduk kepada hukum fiqh. Dengan kewafatannya, hilang pula sebuah tonggak besar dalam kehidupan kita sebagai bangsa: angkatan ulama yang mampu menerapkan hukum fiqh secara tuntas dan penuh dalam kehidupan mereka sendiri, dan kemudian diperluas menjadi sebuah pola perjuangan kemasyarakatan. 


 
www.kmnu.org - Copyright © KMNU Cairo - Egypt