PENGANTAR EDITOR I NAHDLATUL ULAMA (NU), oleh para pemerhati sosial po- litik dipandang sebagai organisasi sosial keagamaan yang cukup me- miliki elan vital untuk bertahan dan relatif bisa memainkan posisi- nya sebagai organisasi Islam atau gerakan Islam, baik pada tampuk kepemimpinan rezim Orde Lama maupun Orde Baru. Pada kurun yang disebut pertama, NU menempati bagian yang cukup diberi kesempatan untuk terlibat secara proaktif dalam kancah kehidupan sosial politik di tingkat elit. Dan pda rezim rang terbaru, meskipun turut menanam andil dalam membidani lahirnya Orde Baru, tapi tidak sebagaimana kelompok strategis lainnya, NU tidak mendapat- kan bagian yang menjajikan -kalau tidak mau disebut sebagai ke- lompok yang harus dijinakkan secara sosial politik dan tentu juga se- cecara ekonomis. Meskipun begitu, NU tetap bisa memainkan peran dirinya sela- ku bagian gerakan Islam yang jika dilihat dari yang sejak kiprah awalnya -dimulai pada tahun 1926 hingga kini- dan karena kon- disi subyektif dari situasi politik tertentu, NU seringkali menam- pakkan kadar radikalisme yang tinggi. Pada kadar tertentu pula, se- bagaimana sering dilekatkan oleh para pengamat, acapkali disobut sebagai oportunis dalam ekspresi politiknya. Lepas dari realitas subyektif dan obyektif yang demikian, yang nyata dalam konfigurasi kelompok strategis negeri ini, NU meru- pakan organisasi yang cukup memainkan peran penting, terutama dilihat dari potensi yang tersembunyi di balik basis massanya yang tersebar merata di kawasan periferal srcara ekonomi-politik dan se- cara kultural berbudaya agraris. Dengan mempertimbangkan posisi yang demikian, dalam me- mainkan jati dirinya selaku organisasi sosial keagamaan peran yang dimainkan NU dengan mengambil langkah mengambangkan pan- dangan dan perangkat kultural yang dilengkapi upaya membangun sistem kemasyarakatan yang sesuai dengan wawasan budaya. De- ngan titik masuk ini, NU tampaknya lebih mementingkan dirinya bagaimana berkiprah dengan cara mengembangkan lembaga-lem- baga yang dapat mengubah struktur masyarakat secara gradual da- lam jangka panjang. Karenanya indikator untuk mengukur pergu- mulannya tidak bisa dilihat dari diakomodasi atau tidaknya dalam sistem kekuatan. Gerakan budaya, yang bertahap seperti yang dila- kukan NU ini, memang memerlukan waktu yang cukup panjang tetapi hasilnya bisa dikalkulasi dalam rentang waktu yang panjang Rel kiprah kultural ini, naga-naganya akan tetap menjadi frame yang secara konsisten akan dilakukan. Hal mana sangat nyata dengan kian intensifnya elit NU dalam melakukan proses penyadaran pada masyarakat. Titik awal dari langkah kerja kultural seperti yang tampak seka- rang ini, diawali dengan momentum kembali ke Khittah 26. Khittah 26 merupakan manifestasi dari perenungan panjang atas kiprah yang dilakukan sebelumnya yang setelah ditimbang-timbang ternya- ta tugas utama yanng mestinya dilakukan sebagaimana yang diimagi- nasikan oleh pendirinya banyak yang terlewatkan akibat dari kental- nya menggumuli politik praktis. Dan ternyata, tidak mampu efektif untuk menjadi kendaraan guna mengantarkan segenap visi dan persepsi yang melatarbelakangi serta menyemangati lahirnya NU. Artikulasi politik (political movement) yang sebelumnya menjadi satu- satunya artikulasi paling syah, dengan target dan orientasi keku- saan yang disimbolkan dengan menguasai parlemen atau jajaran esekutif. Arus yang sebelum tahun 1984 itu merupakan main- stream utama, tiba-tiba secara drastis dan radikal mengalami proses metamorfosis sebagai akibat kesadaran sejarah yang merebak di ka- langan elit NU. Kalangan elit NU, menyadari betul pergumulan po- litik praktis yang dilakukan NU ternyata tidak bisa mengantar kepa- da cita-cita yang melandasi lahirnya organisasi ini. Konsentrasinya yang semata-mata tertuju pada bagaimana berproses dalam meka- nisme kekuasaan, secara nyata telah mengabaikan kerja budaya yang semestinya dilakukan. Kembali ke Khittah 26 NU, dengan sendirinya merupakan langkah awal yang mengantarkan NU pada dataran baru keperan- an dan keterdepanannya sebagai organisasi sosial keagamaan. Ba gaimana membangun kesadaran masyarakat selaku warga negara untuk secara aktif terlibat dalam proses-proses politik melalui meka- nisme yang ada, berihktiar menjadikan NU sebagai organisasi sosial keaagamaan yang terlibat memikirkan masalah keadilan sosial, eko- nomi dan politik. Peran yang demikian, jelas pada dasarnya meru- pakan aktualisasi dari kancah politik praktis. Hanya saja, peran po- litik yang digeluti sekarang adalah pergumulan politik yang berskala mondial, dan tidak tersekat oleh bingkai-bingkai sektarianisme. Pa- ra pengamat melihat, kiprah NU itu merupakan satu horison barus yang menjanjikan dan memiliki ruang gerak yang cukup lebar, se- bab persoalan yang digarap dan menjadi perhatian itu bukan se- mata-mata merupakan persoalan internal warga NU. Lebih dari itu, juga merupakan persoalan bangsa secara luas. Di sini pula, NU tampak sebagai organisasi keagamaan yang menjadi begitu penuh perhatian terhadap masalah-masalah sosial yang terjadi. Ketika organisasi sejenis, karena kedekatannya dengan pusat kekuasaan atau rezim cenderung menjadi mayoritas yang di- am sewaktu berhadapan dengan persoalan-persoalan yang berdi- mensi sosial politik tertentu yang datang sebagai akibat dari ke bijakan politik yang diterapkan. Kurun waktu kurang lebih satu da- sawarsa terakhir ini membuktikan NU merupakan organisasi yang tidak terlalu memikirkan kepentingan diriya selaku kelompok yang diekspresikan secara partikularistik, tetapi lebih concern pada masalah-macalah universal yang melintasi sekat aliran, suku dan aga- ma. Demikian teguhnya memegang khittah ini, maka NU pun ti- dak mau menggunakan sentimen keagamaan hanya untuk meraih posisi politis tertentu yang peluangnya secara vertikal sekarang ini sangat terbuka. Fakta membuktikan, NU tidak melirik peluang yang secara su- byektif dikuak peluangnya oleh suprastruktur, semata-mata demi untuk menjaga perannya sebagai organisasi keagamaan yang me- mihak pada terciptanya kondisi sosial politik yang berkeadilan dan demokratis. Untuk merengkuh desain besar itu, secara internal NU melakukan transformasi sosial ekonomi dan politik pada lapisan bawah agar terciptanya wawasan yang memadai dan fondasi yang cukup untuk memainkan peran sebagai watchdog bangsa. Langkah ini dilakukan, tampaknya merupakan ikhtiar untuk membangun kondisi di mana masyarakat lapisan bawah yang selama ini nyaris menjadi objek kebijakan dari atas menjadi meningkat tingkat kuali- tqs partisipasinya dalam proses-proses politik yang berlangsung. Sua- ra vokal, kritis dan tajam yang dilakukan oleh Ketua Tanfidziyahnya seperti yang tampak selama ini, merupakan langkah terobosan yang bisa dimaknai sebagai upaya membuka wawasan politis secara luas untuk umatnya. Tidak mengherankan, kalau pemikiran-pemikiran yang selalu digulirkannya adalah sekitar masalah demokratisasi, pembangunan yang partisipasif, supaya menekankan aspek keadil- an dan dihormatinya HAM dalam kancah pergumulan politik dan ekonomi. Tidak itu saja, wacana ideologi yang selama ini merupa- kan kawan "terlarang" dan hampir semua orang menutup pelu- ang membicarakannya, NU lewat Abdurrahman Wahid, berani menggelindingkannya perlunya "merebut" wacana yang selama ini ha- nya boleh ditafisirkan oleh pemerintah. Dari sudut ini, NU tam- paknya ingin merebut "rezim pemaknaan yang selama ini hanya dimiliki oleh pemegang kebijakan. Proyeksi lebih jauh dari langkah ini, tidak lain adalah guna meretas siklus involusi dari atmosfir da- lam wacana kebangsaan yang dalam kadar tentu terkesan sudah mandeg dan tidak ada lagi peluang untuk munculnya penafsiran alternatif yang lebih relevan dengan kondisi zaman. Sudah pasti, dalam situasi dan kondisi politik sekarang ini, apa yang dilakukan NU merupakan suatu yang kurang populer dan bisa dituduh menyalahi wacana. Terlebih lagi pada arah kebijakan poli- tik yang telah dirancang mengarah kepada korporatisme di segala sektor kehidupan masyrarakat, langkah NU, dengan sendirinya seca- ra nyata bersilangan langsung dengan arus besar yang menjadi wa- cana utama negara. Manfaat yang bisa menjadi pelajaran dari apa yang dilakukan NU adalah, bahwa merebut wacana ideologi adalah bukan merupakan suatu yang tabu. Masyarakat, sebagai bagian dari negara, adalah memiliki hak juga untuk melakukan perebutan wa- cana ideologi. Konteks ini penting dan menjadi bermakna setelah sekian lama masyarakat -akibat trauma politik masa lalu- tidak memiliki kebera- nian untuk membicarakan masalah ideologi secara terbuka dan se- hat. II PELUANG yang mengantarkan kiprah NU seperti pada yang sekarang ini tidak lain adalah rumusan politik yang telah dikonsep tualisasi dalam Khittah 26 NU Dengan jelas disebutkan, bahwa kawasan dan dataran kiprah Nu dalam berpolitik adalah pada ting kat bangsa, atau negara. Suatu peran politik yang sangat luas pelu- angnya di segala lini, ruang publik (public sphere), terbuka secara luas dan artinya, untuk berkiprah lebih jauh dalam meningkatkan kua- litas bangsa adalah bagian utama yang menjadi lahan sekarang ini. Pada NU, diantara kelompok strategis lainnya di negara ini, me- rupakan satu kelompok yang relatif memiliki basis yang kuat. diban- dingkan misalnya dengan kelompok lain yang, oleh kebijakan 'buldozer' dealiranisasi dan dekonfessionalisasi berhasil memisah- kan hubungan di tingkat basis. Pada NU kebijakan dealiranisasi itu, tidak begitu jauh memisahkan warganya boleh jadi karena ikatan keagamaan yang didukung oleh kuatnya patronase masyarakat tra- disional yang secara emosional menjadi tall perekat kekuatan tra- disional ini merupakan konfigurasi budaya yang sampai kini bisa menjadi pengikat yang sangat handal bagi warga NU boleh jadi juga karena organisasi fungsional kekaryaan tidak bi- sa masuk dalam wilayah umat NU sehingga meskipun konsep de- konfessionalisasi dan dealiraninasi diterapkan umat NU tetap me- miliki ikatan yang kokoh dengan NU. Itu sebabnya,jika dibuat kalkulasi sekarang ini, organisasi ma- syarakat sipil yang masih solid dan memiliki jalinan yang solid se- bagai ormas, NU bisa menduduki peringkat pertama dalam kehidupan bernegara. artinya NU untuk munculnya masyarakat sipil yang in- dependen, saat ini NU memiliki "sisa-sisa" yang hisa direkonstruksi lagi. Terlebih lagi,jika melihat bahwa NU sebagai masyarakat sipil merupakan suatu yang historis adanya. Sisa-sisa itu tampaknya ko koh dan demikian potensial, kasus Rapat Akbar misalnya bisa dija- dikan contoh paling aktual. Betapa NU merupakan organisasi yang relatif bisa dimobilisasi dalam waktu singkat. Tentu saja jika lapisan ini diberi kesempatan untuk mengembangkan diri dalam berbagai lininya akan bisa menjadi satu kekuatan masyarakat yang mengisi corpus masyarakat sipil yang selama ini pelan dan pasti kehilangan elannya akibatnya kuatnya jaringan korporatisme yang ditebarkan oleh penguasa di berbagai lini. Potensi yang dimiliki NU menjadi penting adanya untuk diha rapkan terutama setelah melihat kondisi politik sekarang ini yang oleh pengamat disebut sebagai sudah dalam kondisi atomis. Suatu saat bisa meledak karena tidak adanya keterbukaan dan selalu di- tekankannya kebijakan dari atas. Menjadi bisa dipahami di sini, apa yang dilakukan Gus Dur de- ngan mencoba melakukan beberapa terobosan ini tidak lain guna menepis kondisi politik yang atomis itu. Dan jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, sebagaimana yang dikemukakan Gus Dur- NU siap menjadi pengawal dan penegak kembali konstitusi. Bagi NU, yang tampaknya setelah kembali ke Khittah 26 itu relatif diterima oleh berbagai kelompok strategis. Tidak ada kecuri- gaan di kalangan kelompok lain yang mempertanyakan komitmen kebangsaan NU. Secara tegas telah menyebutkan bahwa negeri ini adalah bentuk final, artinya NU tidak ada keinginan untuk menja- dikan bentuk lain, Berdasarkan agama misalnya atau aliran lainnya Kalau harus ditunjuk jari NU tampil seperti sekarang ini salah satunya berkat Gus Dur yang secara ketat dan gigih mengawal lang- kah garis Khittah NU. Seperti diketahui bersama, Gus DUr memang orang yang selalu gelisah untuk menyikapi realitas yang dalam ka dar tentu mencerminkan involusi dalam kehidupan berbangsa. Tentu saja, hal ini sangat dipengaruhi oleh kapasitas Gus Dur;- sendiri yang memiliki visi yang jelas atas bangsa ini. Tidak mengherankan bila kita mencermati secara seksama pikiran- pikirannya yang jauh melampuai batas wawasan umatnya sendiri, dantidak terlalu berlebihan jika Gus Dur orang yang sangat penting me- ngantarkan NU seperti sekarang ini. III ANTOLOGI tentang NU ini, meskipun ditulis dengan tema yang berbeda-beda, dimaksudkan untuk melihat benang merah ke- peranan yang dimainkan NU dalam situasi dan kondisi politik yang berkembang sekarang ini. NU organisasi yang semula acapkali dile- katkan dengan predikat oportunis dan akomodatif dalam ekspresi poltiknya, ternyata sudah tidak memiliki akurasi lagi Karena organisasi terbesar ini, kini menjelma sebagai kelompok strategis bangsa yang relatif menjaga jarak dengan pusat kekuasaan dan dalam kadar tertentu mengambil sikap agak oposan. Sejauh yang tampak selama ini, oposisi yang dilakukan NU masuk kuali- fikasi oposisi loyal. Satu sikap politik yang kritis terhadap pusat ke- kuasaan semata-mata hanya untuk kepentingan peningkatan kua- litas bangsa itu sendiri. Ekspresi politik seperti ini, tentu saja merupakan cerminan dari kebesaran dan keteguhan hati dalam guna mengantarkan kondisi yang lebih baik dari yang sekarang rela berada di posisi pinggiran tetapi sebagai rasa suka citanya pada negeri selalu memberi masukan-masukan untuk meretas kepe- ngapan. Apa yang dilakukan NU, dengan dimotori Gus Dur, secara nya- ta merupakan geliat baru dalam kehidupan ormas. Bagaimana or- mas berkiprah secara teguh memulas nuansa kehidupan bangsa yang selama ini nyaris tidak memiliki peluang untuk mengem- bangkan diri secara mandiri di luar wacana yang dikembangkan negara. Sebagai bagian dari masyarakat sipil, NU nampaknya me- mulai melakukan upaya lebih intensif bagaimana masyarakat sipil ini harus berkiprah dalam kehidupan berbangsa. Banyak yang tidak se- tuju memang dengan langkah NU sekarang ini, tetapi yang harus dicatat, bahwa apa yang dilakukan NU ini adalah manifestasi dari aspirasi lapisan bawah yang vokal dan penuh gairah untuk kehi- dupan bangsa. Langkah NU, merupakan manifestasi dari suara umat, Islam khususnya dalam kehidupan berbangsa dalam menyi- kapi kehidupan bangsa sekarang ini. NU memang bukan aspirasi yang diam dan jika harus melirik bagi dinamisnya masyarakat sipil, NU merupakan salah satu yang bisa diharap untuk tegak Yogyakarta, November 1994 Ellyasa KH Dharwis