Akhir
Sejarah Bangsa Yahudi
(Armagedon dan The End of History)
Oleh: Abdul Hayyie al Kattani
“Tidak akan terjadi hari kiamat hingga kaum muslimin memerangi
Yahudi. Umat Islam memerangi mereka hingga Yahudi itu bersembunyi di belakang
batu dan pohon, maka batu dan pohon itu berkata: “Wahai orang Islam; wahai
hamba Allah, ini ada orang Yahudi di belakangku, kemarilah, bunuhlah ia”.
(HR. Muslim, Shahih Jami Shagir 7427 )
Mukaddimah
Al Quds kembali diguncang kerusuhan, bentrokan antara pasukan Israel
dengan orang-orang Arab Palestina kembali pecah. Ini terjadi segera setelah
pasukan Israel menembak mati secara semena-mena beberapa orang Palestina.
Maka usaha untuk menggerakkan kembali proses perdamaian antara Israel dan
bangsa Palestina kembali digelar.
Namun, dalam keterangan pers pada 14 Maret 1998 di Kairo, Yasir Arafat,
presiden Palestina mengatakan bahwa pemerintah Israel menolak seluruh usaha
untuk mengaktifkan kembali proses perdamaian antara Arab dan Israel, baik
yang ditawarkan oleh Eropa, Arab, Amerika atau Rusia.
Perkembangan itu adalah satu dari mata rantai kejadian yang telah berlangsung
di Timur Tengah selama berpuluh-puluh tahun dan terus bergulir serta berkembang
tanpa kepastian akhir, dengan Israel sebagai pemeran utama antagonis dalam
setiap peristiwa.
Yaitu antara lain dengan melakukan pendudukan tanah Palestina, merampas
tanah mereka, mengumpulkan seluruh Yahudi yang tersebar di seluruh dunia
(diaspora) untuk menyatu di dalam negara Israel, pengusiran dan pembunuhan
besar-besaran terhadap bangsa Palestina, dan peran-peran menjijikan lainnya!.
Dari 11 Juni 1967 hingga 15 Nopember 1969 saja Yahudi telah menghancurkan
sebanyak 20.000 rumah milik orang Arab di Israel dan Tepi Barat dengan
dinamit. Semenjak dimulai gerakan intifadhah pada 9 Desember 1987 telah
terbunuh sebanyak 1.116 orang Palestina dengan peluru tentara, polisi dan
penduduk Israel. pada 9 April 1948, Menachem Begin dengan pasukannya membumi
hanguskan kampung Dir Yasin dan membunuh seluruh penduduk kampung itu yang
berjumlah 254 orang. Goldstein membunuh 27 orang Arab yang sedang melaksanakan
shalat di masjid haram Ibrahimi di Khalil. Dibangun terowongan-terowongan
di bawah masjid Aqsha yang mengancam runtuhnya mesjid itu. Pemekaran pemukiman
Yahudi dengan merebut tanah-tanah bangsa Palestina dan menggusur rumah
mereka. Penghinaan terhadap Rasulullah Saw dan siti Maryam. Penembakan
secara membabi buta atas penduduk sipil Palestina dan .... catatan ini
akan makin panjang .....!
Catatan-catatan itu mendorong kita untuk bertanya-tanya: faktor-faktor
apa saja yang telah berperan membentuk kepribadian Yahudi sehingga berhati
lebih keras dari batu dan lebih kejam dari binatang buas itu? Mengapa Amerika
Serikat dan Eropa berpangku tangan menyaksikan sikap kepala batu Yahudi
yang melanggar lebih dari seratus resolusi PBB, sementara segera menyiapkan
segala kekuatannya untuk menggempur Baghdad saat ia menolak sebuah keputusan
PBB? Apa dibalik ini? Dan kejadian-kejadian ini mengindikasikan apa?
Pertanyaan-pertanyaan itu mengharuskan kita menengok kembali akar-akar
Yahudi dan sejarah perjalanan hidup mereka, serta menelusuri penjelasan
Al Quran, hadits dan Taurat (Perjanjian Lama) tentang mereka, sehingga
dapat ditemukan benang-benang merah yang mengantarkan kepada konklusi-konklusi
yang lebih jelas, utuh serta memuaskan.
Eksistensi Yahudi
Sampai saat ini, masih saja diperdebatkan siapa sebetulnya Yahudi itu?
Dan pendefinisian tentang jati diri bangsaYahudi yang sebenarnya ini telah
menjadi perselisihan sengit organisasi-organisasi Yahudi, terutama pada
akhir abad 19.
Pendefinisian-pendefinisian itu, menurut Abdul Wahhab Al Masiry dalam
bukunya "Man hua al Yahudi?", dilakukan dalam tiga kecenderungan:
pendefinisian dengan melihat faktor agama, kedua dengan melihat faktor
agama plus nasionalisme dan ketiga dengan hanya melihat faktor nasionalisme.
Kesulitan itu terjadi --ketika mereka ingin mendefinisikan identitas
mereka-- terutama adalah karena mereka menyaksikan ketidaksesuaian antara
identitas ideal --yang mereka yakini sebagai milik mereka, seperti keyakinan
sebagai bangsa terpilih dan kekasih Tuhan -- dengan realitas yang mereka
jalani. Yaitu seperti tindakan-tindakan keji dan kotor yang menjadi bagian
penting sejarah hidup mereka, serta kenyataan mereka sebagai kelompok masyarakat
yang selalu menjadi musuh dan sumber kebencian bagi masyarakat umum di
mana mereka hidup.
Kaisar Rusia dan Hitler dengan jelas, menunjukkan kebencian terhadap
kelompok masyarakat ini. Dan keduanya melihat keharusan diusirnya mereka
dari Rusia dan Jerman semenjak jauh-jauh hari. Yang terakhir malah menciptakan
suatu strategi tersendiri untuk membersihkan Jerman dari pijakan orang-orang
Yahudi ini. Yaitu dengan membuat semacam koloni, yang terkenal dengan Geto
sebagai tempat khusus orang Yahudi. Dan memberikan semacam otonomi bagi
mereka untuk mengatur koloni mereka itu. Dengan itu diharapkan, perjalanan
peradaban Jerman tidak terhalangi oleh keberadaan Yahudi itu. Yang mereka
anggap sebagai kelompok masyarakat yang tidak berbudaya, malas, hidup seperti
lintah dengan menggantungkan diri dan memeras keringat orang lain, dan
tidak menghasilkan apa-apa.
Negara-negara Eropa lainnya tak kurang kebencian mereka terhadap Yahudi.
Ungkapan-ungkapan itu banyak terekam dari komentar-komentar pemimpin-pemimpin
Eropa. Ini kemudian mendorong mereka untuk memberikan --seperti halnya
telah dilakukan oleh Hitler-- koloni yang berada nun jauh dari daratan
Eropa, yaitu Madagaskar, sebagai koloni khusus mereka. Di sana, direncanakan
akan dikumpulkan seluruh Yahudi, terutama Yahudi Eropa, sehingga Eropa
terbebas dari kelompok masyarakat yang amat membebankan mereka itu. Namun,
dengan ditekannya perjanjian Balfour, yang berisikan janji Inggris untuk
memberikan izin kepada Israel untuk mendirikan negara (lebih tepatnya koloni)
mereka di Palestina, yang saat itu berada dalam kekuasaan Inggris, maka
rencana koloni di Madagaskar itupun otomatis digagalkan.
Problem identifikasi diri bertambah kompleks karena selama berabad-abad
bangsa Yahudi telah tercecer dan tersebar (diaspora) ke seluruh penjuru
dunia dan sebagai bangsa yang terhina --sehingga menyadari diri mereka
sebagai Yahudi saja sudah merupakan siksaan tersendiri-- serta tanpa ikatan
kekuatan keyahudian yang terpusat pula. Baik ikatan agama maupun keduniaan.
Ini berlangsung beriringan dengan proses interaksi yang terus menerus dengan
berbagai peradaban yang ada. Hasilnya adalah timbulnya corak keyahudian
yang amat beragam. Yaitu corak-corak keyahudian yang hampir independen
satu sama lain, tanpa ikatan sejarah di antara mereka --karena pada dasarnya
identitas itu memang ingin mereka hapuskan-- dan tanpa ikatan keyahudian
yang tunggal pula.
Masalah ini kemudian mencuat ketika mereka berkumpul di Israel. Di sana
bertemu beragam kelompok Yahudi yang saling bergesekkan, dan saling berebut
pengaruh. Ada Yahudi kulit putih, Yahudi kulit hitam, Yahudi campuran dan
sebaginya. Dan sialnya bagi Yahudi kulit hitam, di sana mereka diperlakukan
seperti masyarakat kelas dua. Masalah ini terjadi sebelum penentuan karakteristik-karakteristik
yang jelas untuk menentukan keyahudian seseorang terselesaikan.
Slogan Slogan Palsu
Keterputusan sejarah dan perasaan inferioritas yang melanda bangsa Yahudi,
mendorong pemikir-pemikir Yahudi, terutama Theodore Herztel, untuk mencari
identitas-identitas dan slogan-slogan baru untuk menyatukan mereka dalam
sebuah bangunan masyarakat dan negara yang mereka akan bangun. Filsafat
hidup mereka, yang hanya berorientasi pada keuntungan dan kepentingan pribadi
serta menghalalkan segala cara demi tercapainya tujuan, dijelmakan dalam
kampanye besar-besaran ini.
Pilihan mereka pada Palestina, bukan Madagaskar seperti yang direncanakan
semula, sudah merupakan suatu kecerdikan tersendiri. Karena mereka menyadari,
jika mereka berkoloni di Madagaskar, tentu mereka benar-benar akan terputus
dan tercampakkan dari masyarakat Eropa. Karena Madagaskar hanyalah sebuah
wilayah yang dikuasai Inggris dan tidak mengandung dimensi yang menguntungkan
bagi bangsa Yahudi. Namun sebaliknya, Palestina akan menjadi tempat yang
amat strategis untuk menumbuhkan kembali rasa percaya diri mereka, dan
mengandung dimensi-dimensi yang dapat mereka manfaatkan untuk kepentingan
mereka.
Dimensi itu antara lain adalah letak Palestina yang berada di dunia
Arab yang Islam. Dimensi ini dapat dimanfaatkan untuk menarik simpati dunia
Kristen Eropa dan merubah sikap mereka, yang sebelumnya memusuhi dan meremehkan
orang Yahudi, menjadi teman seperjuangan yang bahu membahu dalam menunaikan
tugas dan kepentingan bersama menghadapi Islam.
Peran yang terpenting yang dapat dilakukan bangsa Yahudi adalah, menghancurkan
setiap kekuatan negara Islam yang potensial di sekitarnya. Dan peran pragmatis
lainnya adalah menjaga kepentingan Eropa dan Amerika agar terus terjamin
di wilayah ini. Kerjasama yang mutualis ini membuahkan hasilnya: negara-negara
Eropa dan Amerika dapat terus membeli minyak bumi yang dihasilkan oleh
negara-negara Arab dengan harga amat murah, sehingga harga yang amat murah
itu telah turut andil dalam pembangunan ekonomi Eropa dan Amerika lebih
dari 30 persen.
Sementara Israel, dengan peran yang amat strategis itu, akan terus mendapatkan
ayoman dari Eropa dan Amerika. Dan itu amat disadari oleh Israel. Sehingga
bantuan finansial dalam jumlah bermilyar-milyar dollar kepada Israel terus
mengalir dari kocek Amerika dan Eropa. Dan mereka akan terus memiliki tameng
yang kuat sehingga tidak tersentuh oleh kekuatan hukum internasional. Dengan
keistimewaan ini, mereka dengan tenang meludahi ratusan macam resolusi
PBB yang dialamatkan kepada Israel.
Suatu kerjasama yang menarik memang. Di satu pihak negara-negara Barat
terbebaskan dari kelompok yang telah menjadi beban mereka yang amat berat,
yaitu Yahudi itu, malah kelompok yang sebelumnya amat merugikan mereka
itu kini memberikan keuntungan dan layanan yang amat memikat. Dipihak lain,
bangsa yang terhina dan terkucilkan itu kini mendapatkan negara yang idependen,
dukungan yang terus terjamin, dan penghormatan sebagai bangsa oleh negara-negara
Barat, walaupun perilaku mereka yang rendah dan kampungan itu tidak juga
hilang, meskipun telah jauh berada di negeri orang.
Untuk mengajak masyarakat Yahudi di seluruh dunia agar bersatu di koloni
baru mereka itu, perlu diciptakan berbagai macam slogan dan identitas-identitas
baru yang menarik. Sehingga seluruh Yahudi dapat berkumpul di Israel. Dan
dengan suatu strategi yang terencana mereka berusaha membebaskan diri dari
beban sejarah yang menyakitkan itu.
Slogan dan identitas yang mereka kemas dengan amat apik dan canggih
itu, seperti dikatakan oleh Raja Geraudy dalam bukunya Les Mhytes fondateurs
de la politique israelienne terdiri dari dua model slogan. Pertama slogan-slogan
keagamaan yang dicarikan akarnya pada Taurat. Dan yang kedua adalah slogan-slogan
atau klaim-klaim yang dihasilkan dari perkembangan dan kejadian yang mereka
alami. Slogan-slogan model pertama adalah: “tanah yang dijanjikan”, bangsa
yang terpilih dan turunnya raja diraja Yahudi (dari langit). Sedangkan
model terakhir adalah slogan dan legenda-legenda baru yang dihasilkan dari
perkembangan yang terjadi pada abad dua puluh ini. Yaitu slogan permusuhan
zionisme dengan fasisme, pengadilan Noremberg, pembunuhan enam juta orang
Yahudi, dan slogan tentang tanah (Palestina) sebagai tanah tak bertuan.
Slogan model pertama digali dari teks-teks Taurat yang di”preteli” dari
konteksnya serta diputuskan kaitannya dengan teks-teks yang lain, dan dipahami
sesuai dengan kepentingan yang diinginkan. Slogan-slogan itu antara lain:
a. Zionisme
Untuk memikat masyarakat Yahudi yang tersebar di seluruh dunia agar
bersatu dalam gerakan menciptakan sebuah negara untuk mereka, tokoh-tokoh
Yahudi mengembangkan gerakan Zionisme. Sebuah gerakan yang meletakkan gunung
Zion di Palestina sebagai simbol keharusan mereka untuk sampai ke sana
dan menguasai wilayah itu.
Nama itu mereka pilih, mengingat adanya teks yang menyebut gunung itu
berkaitan dengan kedatangan raja diraja mereka, sehingga tampak mempunyai
bobot dan greget tersendiri. Dalam Al Kitab kitab Zakharia 9: 9-10 tertulis:
“Bersorak-soraklah dengan nyaring hai puteri Sion, bersorak-soraklah, hai
puteri Yerusalem! Lihat, rajamu datang kepadamu; ia adil dan jaya. Ia lemah
lembut”.
Strategi ini ternyata cukup ampuh, sehingga menjelang berdirinya negara
Israel, makin trend saja slogan “besok kita harus sudah berada di Quds”
di kalangan masyarakat Yahudi di seluruh dunia. Sehingga dalam waktu singkat
terkumpullah jumlah bangsa Yahudi yang amat besar di Israel, negara baru
mereka itu. Dengan jumlah yang besar itu, kepentingan untuk mempertahankan
keutuhan dan legitimasi negara dapat dengan mudah dilakukan.
b. Tanah yang Dijanjikan
Untuk melegitimasi pendudukan dan perampasan tanah Palestina, mereka
menggunakan teks Taurat dalam kitab kejadian 15: 18. Dan mengklaim bahwa
Palestina itulah tanah yang dijanjikan. Dan merekalah yang berhak mendapatkan
janji itu. Dalam kitab Kejadian 15: 18 tertulis: “Pada hari itulah Tuhan
mengadakan perjanjian dengan Abram serta berfirman: “Kepada keturunanmulah
Kuberikan negeri ini, mulai dari sungai Mesir sampai ke sungai yang besar
itu, sungai Eufrat”. Dengan landasan teks itu, Moshe Dayan dalam koran
Jerusalem Post 10 Agustus 1967 mengatakan: “Jika kita memiliki Taurat,
dan menganggap diri kita sebagai bangsa yang beriman kepada Taurat, maka
kita berkewajiban untuk memiliki seluruh tanah yang tertulis dalam Taurat
itu!”.
Dengan klaim seperti itu, mereka dapat merubah status mereka dari posisi
sebagai penjajah dan kolonialis, menjadi kelompok pejuang yang memperjuangkan
kelangsungan hidup bangsanya. Sebaliknya, dengan enteng mereka justru menstigmasi
pejuang-pejuang Palestina sebagai teroris-teroris dan ekstrimis-ekstrimis
yang menghalangi terwujudnya impian tanah yang dijanjikan itu.
c. Bangsa Pilihan
Sedangkan rasa inferioritas dan kehinaan yang telah melekat lama dalam
diri mereka, sehingga mereka lebih memilih menyembunyikan identitas keyahudian
mereka dalam pergaulan internasional, dengan justifikasi-justifikasi teks-teks
Al Kitab berusaha mereka hapuskan. Malah sebaliknya, mereka mengklaim dan
menampilkan diri mereka sebagai kelompok terpilih, kekasih tuhan, dan bangsa
yang kuat tak terkalahkan. Untuk kepentingan itu, mereka mencari sandaran
teologis pada teks-teks Al Kitab. Di antaranya adalah dengan mensosialisasikan
teks dalam kitab Keluaran 4 : 22 ini: “Maka engkau harus berkata kepada
Firaun : Beginilah firman Tuhan : Israel ialah anakKu, anakKu yang sulung”.
Tentu saja ini mendapatkan tanggapan yang amat positif dari anggota
masyarakat Yahudi. Karena secara psikologis, orang yang terhina dan terkalahkan,
akan berusaha mencari sisi-sisi yang dapat mereka banggakan kepada orang
lain. Dengan adanya teks-teks itu, tentu saja mereka merasa mendapatkan
“perlindungan” dan topeng yang bagus yang dapat menutupi borok-borok di
wajah
D. Superioritas Ekonomi dan Militer
Yahudi menyadari betul keahlian mereka itu, sehingga mereka berusaha
menguasai kapital-kapital ekonomi dunia dan menjadikannya sebagai salah
satu senjata ampuh mereka. Tindakan George Soros yang mampu meraup keuntungan
dari krisis di Asia adalah salah satu contoh point ini. Dan itu mereka
sandarkan pada Al Kitab pula, seperti tertulis dalam kitab Ulangan 15 :
6 “Engkau akan memberi pinjaman kepada banyak bangsa, tetapi engkau sendiri
tidak akan meminta pinjaman; engkau akan menguasai banyak bangsa, tetapi
mereka tidak akan menguasai engkau”.
Dengan kekuatan ekonomi itu dan pasilitas yang mereka dapatkan dari
Barat, Israel mampu membangun struktur dan infrastruktur dalam negeri mereka
dengan baik. Serta memberikan layanan sosial kepada penduduk Israel dengan
melimpah. Kenyataan ini, pada gilirannya menjadikan gerakan imigrasi orang-orang
Yahudi dari berbagai penjuru dunia, terutama mereka yang berada di negara-negara
yang miskin, ke Israel, menjadi amat menarik. Mereka yang telah lama melupakan
dan melenyapkan asal-usul mereka sebagai Yahudi, seperti di Rusia dan negara-negara
bekas Uni Soviet, malah kini berusaha mendapatkan keterangan bahwa mereka
adalah Yahudi, sehingg dapat berimigrasi ke Israel dan mendapatkan pasilitas
yang menggiurkan itu.
Sementara penampakkan diri mereka sebagai kelompok yang terancam (sebenarnya
mengancam) memberikan justifikasi kepada Israel untuk secara tersendiri
memiliki senjata nuklir. Sehingga ia menjadi satu-satunya negara yang mempunyai
senjata pemusnah massal itu. Dengan kekuataan dan sipat mengancam senjata
itu, maka dengan mudah ia mendiktekan kemaunnya kepada negara-negara tetangganya.
e. Pemusnahan Manusia
Mereka juga menyadari, tanah yang mereka rampas dan jajah itu adalah
milik sah bangsa lain, bangsa Palestina. Untuk itu, tak ada jalan lain
untuk mendapatkan secara utuh tanah itu selain melakukan peperangan dan
pembasmian penduduk asli Palestina. Batas-batas wilayah negara Israel tak
kunjung ditetapkan secara pasti, sehingga dapat terus menggelembung mencaplok
wilayah-wilayah sekitarnya. Ini artinya, bangsa Palestina dan bangsa-bangsa
yang berada di antara sungai Eufrat dan Nil akan menjadi sasaran pemusnahan
dan pembunuhan massal Israel.
Dalam pergaulan internasional, mereka amat lincah memainkan “kartu-kartu
truf” yang mereka miliki. Yaitu antara lain: Amerika telah melenyapkan
hampir 70 juta orang Indian --penghuni asli benua Amerika. Rusia telah
membunuh lebih dari 10 juta penduduknya. Inggris telah memusnahkan bangsa
Aborigin -- penduduk asli Australia. Jerman telah membunuh jutaan orang
non Aria pada masa Hitler. Perancis telah melakukan pemusnahan kalangan
bangsawan dalam revolusi 1789. Juga tindakan-tindakan bangsa Barat terhadap
penduduk-penduduk koloni mereka di seluruh dunia. Serta fenomena-fenomena
sejenis yang masih terus berlangsung, seperti proses pemusnahan bangsa
Bosnia dan Albania yang sedang dilakukan oleh Serbia!.
Logikanya adalah, jika negara-negara Barat telah melakukan holocaust
--pembunuhan massal atas suatu bangsa-- mengapa sekarang bangsa Israel
dilarang melakukan tindakan yang sama? Dan jika Amerika mengklaim bahwa
bangsa Indian --orang asli Amerika-- tidak pernah ada dalam sejarah, mengapa
Israel tidak boleh mengklaim hal yang sama terhadap Palestina? Dengan alasan
yang terakhir ini, Golda Meir dalam pernyataannya pada Sunday Times, 15
Juni 1969 mengatakan: “Tidak ada itu bangsa Palestina, jangan anggap kami
mengusir mereka dari negeri mereka dan merampas tanah-tanah mereka. Mereka
(orang-orang Palestina) tidak pernah ada!”.
Sebagai landasan keagamaan, mereka dapat menggunakan teks-teks Taurat
yang dapat menjustifikasikan tindakan-tindakan mereka itu. Antara lain
adalah dengan mengutip kitab Yosua 10: 34 - 35 yang berbunyi “ Kemudian
Yosua dengan seluruh Israel berjalan terus dari Lakhis ke Eglon, lalu mereka
berkemah mengepung kota itu dan berperang melawannya. Kota itu direbut
mereka pada hari itu juga dan dipukul dengan mata pedang. Semua makhluk
yang ada di dalamnya ditumpasnya pada hari itu, tepat seperti yang dilakukan
terhadap Lakhis”.
Dan kitab Ulangan 20 : 16-17 tertulis “Tetapi dari kota-kota bangsa-bangsa
itu yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu, janganlah
kaubiarkan hidup apapun yang bernafas, melainkan kau tumpas sama sekali”.
Sedangkan slogan model kedua dihasilkan dengan memanfaatkan kejadian-kejadian
sejarah dan mengemasnya dalam kerangka kepentingan dan keuntungan Yahudi.
Kemudian mereka tampilkan kepada dunia dengan skenario, angle peristiwa,
dan trik-trik yang rapih, sehingga didapatkan sebuah suguhan menarik dan
menggugah pembaca dan penonton. Tugas ini, dengan kepiawaian Yahudi dalam
media massa, audio-visual dan perfilman, bukanlah sebuah pekerjaan yang
sulit. Hal itu tak beda jauh dengan pekerjaan menampilkan robot-robot dinosaurus
menjadi seperti makhluk hidup yang sebenarnya dalam film Jurrasic Park
dan The Lost City. Atau piring-piring terbang dan makhluk ruang
angkasa yang berubah menjadi fakta yang akrab dengan manusia dalam The
ET.
Membongkar Slogan Palsu dan Menatap Wajah Buruk Dibalik Topeng
Kemudian, setelah kita membaca slogan-slogan palsu dan menatap topeng
yang dipergunakan oleh Yahudi itu, dari mana kita memulai mematahkan slogan
itu dan membongkar wajah buruk di balik topeng itu?
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk itu. Dengan membaca sejarah secara
teliti, menganalisa catatan-catatan yang berserakan untuk merekonstruksinya
dalam sebuah bangunan pemikiran yang utuh, atau dengan mengkaji teks-teks
Taurat itu sendiri.
Yang termudah adalah mengkaji teks-teks Taurat yang berkaitan dengan
teks-teks yang dijadikan dalil itu, kemudian menganalisanya. Untuk mendeteksi
teks-teks mana yang kuat dan lebih mendekati kebenaran dapat dilakukan
dengan mengkomparasikannya dengan Al Quran. Ini dilakukan karena yang terakhir
masih terjaga keasliannya sehingga menjamin kesahihan teks-teks yang tertulis
di dalamnya.
Baiklah, mari kita teliti klaim-klaim bangsa Yahudi itu.
Tentang tanah yang dijanjikan itu, menurut Francoise Smith dalam artikelnya
Protestan, Taurat dan Israel, setelah dilakukan kajian-kajian sejarah pada
era modern ini, ditemukan bahwa kisah-kisah yang tertulis itu hanyalah
khurafat belaka, dan catatan-catatan sejarah yang disampaikan Taurat itu
tidak menyajikan realitas sejarah sama sekali, dan justru menunjukkan siapa
yang menulisnya”.
Sementara Al Quran dalam surah Ali Imran ayat 67 dengan tegas menolak
klaim keyahudian Ibrahim a.s. Dan menegaskan bahwa beliau adalah seorang
yang muslim dan hanif semata. Tidak Yahudi dan bukan pula nashrani. Dalam
surah Al Baqarah ayat 140 penafian keyahudian dan kenashrian ini juga mencakup
Ibrahim a.s, Ismail a.s., Ishaq a.s. , Ya`qub a.s. dan keturunannya.
Dengan demikian, klaim Yahudi itu, malah membuka kerancuan dan ketidak
otentikan Taurat itu sendiri. Karena Taurat, menurut Al Faruqi dalam bukunya
Ushul Shahyuniah fi Din al Yahudi, baru tulis pada abad ke-5 SM oleh Ezra,
setelah disampaikan secara turun temurun dengan hanya mengandalkan ingatan,
selang setelah berlalu lebih dari 700 tahun sejak keluarnya Musa dan orang-orang
Yahudi dari Mesir, yang terjadi pada tahun 1280 SM itu.
Selanjutnya, benarkah klaim mereka sebagai bangsa pilihan dan kekasih
Tuhan? Dan benarkah mereka mempunyai hak untuk melenyapkan seluruh penduduk
yang berada di bawah kekuasaan mereka?.
Untuk menjawab ini, kita dapat telusuri teks-teks lain tentang bangsa
Yahudi ini. Dalam kitab Keluaran kita justru menemukan banyak perintah
yang mengharuskan bangsa Yahudi itu bersikap lemah lembut kepada orang-orang
yang berada dalam kekuasaan mereka. Dan mengingatkan mereka untuk tidak
bersikap sombong. Karena mereka dahulu juga adalah orang bawahan, hamba-hamba
sahaya yang berada di bawah kekuasaan Fir`aun di Mesir.
Dalam kitab Keluaran 22 : 21-22 kita dapat membaca: “ Janganlah kau
tindas atau kau tekan seorang orang asing, sebab kamupun dahulu adalah
orang asing di tanah Mesir. Seseorang janda atau anak yatim janganlah kamu
tindas. Jika engkau memang menindas mereka ini, tentulah Aku akan mendengarkan
seruan mereka, jika mereka berseru-seru kepadaKu dengan nyaring. Maka murkaKu
akan bangkit dan Aku akan membunuh kamu dengan pedang, sehingga isteri-isterimu
menjadi janda dan anak-anakmu menjadi yatim”,
Keluaran 23 : 7-9 “ Haruslah kaujauhkan dirimu dari perkara dusta. Orang
yang tidak bersalah dan orang yang benar tidak boleh kaubunuh, sebab Aku
tidak akan membenarkan orang yang bersalah. Suap janganlah kauterima, sebab
suap membuat buta mata orang-orang yang melihat dan memutarbalikkan perkara
orang-orang yang benar. Orang asing janganlah kamu tekan, karena kamu sendiri
telah mengenal keadaan jiwa orang asing, sebab kamupun dahulu adalah orang
asing di tanah Mesir”.
Kemudian, taatkah mereka atas perintah itu? Apakah mereka berperilaku
sebagaimana layaknya bangsa yang terpilih? Teks-teks Taurat justru berbicara
lain ...
Dalam kitab Bilangan 20: 2-6 kita membaca sikap Yahudi yang amat kekanak-kanakan
ini: “Pada suatu kali, ketika tidak ada air bagi umat itu, berkumpullah
mereka mengerumuni Musa dan Harun, dan bertengkarlah bangsa itu dengan
Musa, katanya: “ Sekiranya kami mati binasa pada waktu saudara-saudara
kami binasa di hadapan Tuhan! Mengapa kamu membawa jemaah Tuhan ke padang
gurun ini, supaya kami dan ternak kami mati di situ? Mengapa kamu memimpin
kami keluar dari Mesir, untuk membawa kami ke tempat celaka ini, yang bukan
tempat menabur, tanpa pohon ara, anggur dan delima, bahkan air minumpun
tidak ada?”
Sikap seperti itu, dan bentuk-bentuk pembangkangan mereka lainnya, tentu
amat tidak sesuai dengan klaim mereka sebagai bangsa yang terpilih dan
kekasih Tuhan. Dalam kitab II Raja-Raja 17: 18 - 20 kita malah menemukan
teks yang amat tegas mencela perilaku-perilaku buruk bangsa Yahudi itu:
“Sebab itu TUHAN sangat murka kepada Israel , dan menjauhkan mereka dari
hadapan-Nya; tidak ada yang tinggal kecuali suku Yehuda saja. - Juga Yahuda
tidak berpegang pada perintah TUHAN, Allah mereka, tetapi mereka hidup
menurut ketetapan yang telah dibuat Israel, jadi TUHAN menolak segenap
keturunan Israel: Ia menindas mereka dan menyerahkan mereka ke dalam tangan
perampok-perampok, sampai habis mereka dibuang-Nya dari hadapan-Nya”.
II Raja-raja 17 : 7 -9 “Hal itu terjadi, karena orang Israel telah berdosa
kepada TUHAN, Allah mereka, yang telah menuntun mereka dari tanah Mesir
dari kekuasaan Fir`aun, raja Mesir, dan karena mereka telah menyembah allah
lain, dan telah hidup menurut adat istiadat bangsa-bangsa yang telah dihalau
TUHAN dari depan orang Israel, dan menurut ketetapan yang telah dibuat
raja-raja Israel. Dan orang Israel telah menjalankan hal-hal yang tidak
patut terhadap TUHAN, Allah mereka.
II Raja-raja 17 : 22- 23 “Demikianlah orang Israel menyimpang dari pada
mengikuti TUHAN dan mengakibatkan mereka melakukan dosa yang besar. Demikianlah
orang Israel hidup menurut segala dosa yang telah dilakukan Yerobeam; mereka
tidak menjauhinya, sampai TUHAN menjauhkan orang Israel dari hadapan-Nya
seperti yag telah difirmankan-Nya dengan perantaraan semua hambaNya, para
nabi. Orang Israel diangkut dari tanahnya ke Asyur ke dalam pembuangan.
Demikianlah sampai hari ini”.
Seirama dengan pernyataan Taurat itu, Al Quran mengatakan: “Orang-orang
kafir bani Israel telah dilaknat melalui lidah Daud dan Isa AS, karena
mereka tidak meninggalkan perbuatan-perbuatan tercela mereka “ (QS. Al
Maidah: 78-79).
Khatimah: Armagadon dan The End of History
Setelah kedok-kedok palsu bangsa Yahudi telah kita bongkar, marilah
kita telusuri lebih lanjut, apa yang sedang direncanakan selanjutnya?
Koran Yediot Ahronot, Israel pada 1968 mengatakan: “ Kita menerapkan
protokol kita terhadap bangsa Arab secara literer .. akal mereka ada di
dalam genggaman kita ... karena perang kebudayaan yang kita arahkan kepada
mereka lebih penting dari perang militer .... sehingga sebelum datang tahun
2000 masehi wilayah ini telah siap untuk menanti kedatangan raja kita yang
kita tunggu-tunggu”.
Dari pernyataan itu tampak jelas, bangsa Yahudi sedang mempersiapkan
diri untuk menghadapi peperangan besar --seperti disebut dalam Perjanjian
Lama sebagai perang-- Armagedon. Sebuah peperangan besar antara kebaikan
dan kebenaran, antara pengikut Al Masih sang raja diraja --seperti disebut
dalam Taurat-- dengan Dajjal dan pasukannya. Untuk kemudian diciptakan
suatu peradaban yang bersih dari perseteruan antara berbagai bangsa dan
kelompok, sehingga tidak ada lagi pergolakan di dunia ini. Yang ada hanyalah
suatu sistem dan kepemimpinan yang tunggal yang mengatur kesejahteraan
dan kedamaian seluruh manusia di muka. Dan pada saat itu sejarah manusiapun
terhenti. The End of History.
Maka, suasana untuk menyambut turunnya sang raja diraja (dengan terma
Perjanjian Lama) itupun harus disiapkan. Dalam pemikiran bangsa Yahudi,
persiapan itu adalah dengan sebanyak mungkin melakukan kerusakan dan sebanyak
mungkin darah manusia tertumpahkan. Sehingga sang raja diraja segera turun
meneruskan usaha mereka.
Namun rupanya, bangsa Israel salah menilai dan salah membaca. Dalam
Perjanjian Lama sendiri tertulis, perusakan dan tindakan-tindakan yang
keji yang mereka lakukan itu adalah tanda akan binasanya mereka, dengan
demikian raja diraja yang mereka tunggu adalah Dajjal itu, bukan Al Masih.
Dalam kitab Ulangan 4: 25 - 27 tertulis “ Apabila kamu beranak cucu dan
kamu telah tua di negeri itu lalu kamu berlaku busuk ... dan melakukan
apa yang jahat di mata Tuhan, Allahmu, sehingga kamu menimbulkan sakit
hatiNya, maka aku memanggil langit dan bumi menjadi saksi terhadap kamu
pada hari ini, bahwa pastilah kamu habis binasa dengan segera dari negeri
ke mana kamu menyeberangi sungai Yordan untuk mendudukinya; tidak akan
lanjut umurmu di sana, tetapi pastilah kamu punah”.
Dan Al Quran juga memberikan diagnosa yang sama atas perilaku bangsa
Yahudi itu. Dalam surah Al Hasyr: 2 tertulis: “ Dia-lah yang mengeluarkan
orang-orang kafir di antara ahli kitab dari kampung mereka pada saat pengusiran
kali yang pertama. Kamu tiada menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun
yakin, bahwa benteng-benteng mereka akan dapat mempertahankan mereka dari
(siksaan) Allah; maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah
yang tidak mereka sangka-sangka. Dan Allah mencampakkan ketakutan ke dalam
hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka
sendiri dan tangan orang-orang yang beriman. Maka ambillah (kejadian itu)
untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan”.
Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ibn 'Umar RA. Rasulullah Saw. Bersabda:
“ Kalian akan memerangi Yahudi hingga kalian mampu memukul mundur mereka,
kemudian batu akan berkata: “Wahai orang Islam, ini ada Yahudi di belakangku,
bunuhlah dia”.
Siapakah yang akan menjadi pemenang? Allah SWT dengan tegas menjanjikan
kemenangan ini bagi orang yang beriman: “Dan Allah telah berjanji kepada
orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh
bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan orang-orang yang sebelum mereka
berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah
diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka,
sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap
menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan
barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah
orang-orang yang fasik” (QS. An-Nur: 55).
Janji Allah SWT itu tentu kita imani dengan se dalam-dalamnya: “ ...
dan janji Rabb-ku itu adalah benar ” (QS. Al Kahfi: 98 ).
Referensi:
- Al Quran Al Karim
- Al Kitab
- Raja Geraudy, Al Asathir al Muassasah li Siasah al Israil, Dar Ghad
al Arabi, Cairo.
- Koran Al Ahram, 15 Maret 1998
- Dr. Yusuf al Qardlawi, Mubasyirat Binthisar al Islam, Maktabah Wahbah.
- Dr. Abdul Wahhab al Masiri, Man Hua al Yahudi?, Dar Syuruq, Cairo,
1997.
- -- -- -- -- As-Sahyuniah, wa Naziah wa Nihayah Tarikh, Dar Syuruq,
1997
- Abul Fida Muhammad Izzat Muhammad Arif, Ariha al Madinah Al Mal`unah
Maza Yukhattitu al yahudi Li Falistina Hatta Aam 2000, Darul I`tisham.
|