Usai Romadhon, What Next?
Sebagaimana di bulan Romadhon di tahun-tahun yang telah lalu, di bulan Romadhon yang baru saja kita jalani, suasana agamis dalam kehidupan sehari-hari menjadi lebih kentara dan terasa di banding dengan bulan-bulan sebelumnya. Suasana agamis yang ada di masyarakat tersebut dapat dirasakan kehadiran dan dampaknya tak lain dan tak bukan disebabkan karena banyak pihak dan orang yang tergerak secara serempak berlomba-lomba dalam kebaikan. Masjid-masjid, perkantoran, kampus-kampus, sekolah-sekolah dan tempat lainnya menyelenggarakan berbagai macam kegiatan yang meningkat jumlah dan frekwensinya.
Media cetak dan elektronik -lepas dari maksud dan tujuannya masing-masing- tak ketinggalan menambah jumlah artikel-artikel dan program-program acara yang bernuansa Islam. Juga para tokoh masyarakat dan pejabat dari kalangan non-Muslim mengeluarkan himbauan agar umat selain pengikut agama Islam toleran kepada saudara sebangsanya yang Muslim dalam melaksanakan ibadah puasa sebagai salah satu pengabdian dari beragam bentuk pengabdian lainnya kepada yang telah menciptakannya. Bahkan tidak sedikit di antara pemilik atau pengelola rumah makan dan tempat hiburan -gedung bioskop salah satunya- yang Muslim maupun yang non-Muslim juga menghormati mereka yang berpuasa dengan tidak membuka lebar-lebar pintu-pintu dan jendela-jendela rumah makan-rumah makan mereka dan memutar film seperti hari-hari biasanya di saat mereka yang berpuasa menahan rasa lapar, dahaga dan hawa nafsu.
Selain itu tentu saja di bulan yang merupakan kesempatan yang baik untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas amaliyah ibadah baik ibadah yang vertikal maupun horisontal, banyak orang Muslim yang memanfaatkan dengan baik peluang emas ini untuk meningkatkan iman dan takwa mereka dengan memperbanyak jumlah dan panjang barisan musholli di berbagai musholla, jumlah roka'at sholat-sholat sunat, tadarrus Al-Qur'an, istighfar, do'a, sholawat kepada Rosululloh, bantuan kepada saudara-saudara mereka yang kurang beruntung dari segi materi. Di antara mereka ada yang beramar ma'ruf nahi munkar dengan memberikan ceramah atau nasehat, menghimbau kepada mereka yang tidak berpuasa agar menghormati mereka yang berpuasa, mengajak saudara seaqidah mereka untuk berbuat kebajikan seperti tadarrus Al-Qur'an bersama-sama atau sholat tarowih berjama'ah, atau sekedar membangunkan mereka yang akan berpuasa untuk makan sahur, memberitahu atau mengingatkan batas akhir makan sahur. Dan masih banyak amaliyah ibadah lain yang mereka lakukan dan tingkatkan di bulan suci tersebut.
Dengan meningkatnya suasana agamis di bulan suci yang baru berakhir, membuat hati kita merasa lebih tentram, damai, bahagia dan nikmat. Lalu seusai Romadhon, what next ? Akankah hati kita juga merasakan tenteram setentram, damai sedamai, bahagia sebahagia dan nikmat senikmat di bulan puasa yang telah kita lewati tahun ini ? Ataukah di tahun-tahun mendatang kita hanya merasakannya di bulan Romadhon saja dan tidak di 11 bulan lainnya ? Ataukah perasaan-perasaan itu semakin bertambah, tetap, berkurang atau bahkan hilang sama sekali dengan bertambahnya usia kita ? Wallahu 'alam, kita tidak tahu secara pasti. Yang kita ketahui bahwasanya kita semua tak terkecuali pasti mempunyai keinginan agar hati kita selalu merasa demikian sepanjang hayat kita apapun penyebabnya. Dengan demikian seperti halnya ketika kita mendapatkan perasaan-perasaan seperti di atas dari hal-hal selain dari suasana agamis, sudah sewajarnya kita ingin dan akan selalu berusaha terus-menerus hari demi hari untuk menciptakan -jika belum ada sebelumnya- dan meningkatkan suasana agamis di masyarakat kita, merasa membutuhkan bahkan kecanduan untuk selalu merasakannya sepanjang hati kita masih berfungsi.
* Alumni Univ. Ummul Qura, Makkah Al-Mukarromah, Saudi Arabia.