Menatap
Era Keemasan Peradaban Islam:
Abbasiyyah I (132-232 H) (1)
Oleh: Abdul Hayyie al Kattani
Mukaddimah
Huzaifah al Yamani r.a. berkata: " Orang-orang bertanya kepada
Rasulullah Saw. tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya tentang syarr
--keburukan, karena aku takut terkena keburukan itu. Aku bertanya: "Apa
perintah baginda jika aku menemukan keburukan itu?". Beliau menjawab:
"....tulzimu jama'at al-muslimin wa imamihim.... --Ikutilah
jama`ah kaum muslimin dan pemimpin mereka....".(2) Sabda tersebut
merupakan sebuah perintah tentang keharusan seluruh umat Islam untuk terus
berada dalam jama`ah kaum muslimin.
Di samping banyak hadits-hadits sejenis, yang memerintahkan umat Islam
untuk terus berpegang pada jama`ah, menjaganya, dan ta`at terhadap pemimpin
(3), juga terdapat beberapa ayat al Quran yang berisikan perintah yang
sama.(4) Antara lain firman Allah Swt.: "Dan berpeganglah kamu semuanya
kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah
akan ni`mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyyah) bermusuh-musuhan,
maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni`nat Allah
orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka,
lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk".(5)
Ayat-ayat dan hadits-hadits di atas, dengan tegas menjelaskan bahwa
kemajuan dan kelangsungan hidup umat Islam, akan terus terjamin dan terpelihara,
jika jama`ah dan kepemimpinan umat Islam masih tetap eksis.
Saat ini, ketika umat Islam berada dalam krisis yang terus berkelanjutan
(6), antara negara Islam tanpa sungkan saling mengirim roket dan rentetan
senjata (7), darah umat Islam demikian mudah dicecerkan (8), dan kehormatan
umat Islam demikian murahnya, sehingga dengan mudah diinjak-injak dan umat
Islam dengan tanpa daya hanya mampu mengutuk dan mengecam (9), kita segera
bertanya-tanya: Apa yang hilang dan berkurang dari umat yang besar ini?.
Husain bin Muhsin bin Ali Jabir, dalam thesis Masternya, yang telah
dipublikasikan dengan judul Ath-Thariq ila Jama`ah al Muslimin, dengan
yakin mengatakan: "Karena, saat ini, jama`ah dan kepemimpinan Umat
Islam telah hilang!"(10).
Yang ada saat ini, menurutnya lagi, adalah jama`ah sebagian dari umat
Islam dan negara sebagian dari umat Islam, namun bukan jama`ah dan negara
Islam secara universal.
Lenyapnya jama`ah dan kepemimpinan umat Islam telah dinubuwahkan oleh
Rasulullah Saw. dalam hadits yang diriwayatkan oleh Huzaifah al Yamani
(sebagiannya telah disebut di atas), ia bertanya kepada Rasulullah Saw.:
Jika umat Islam tidak memiliki jama`ah dan kepemimpinan (apa yang aku harus
perbuat)?. Rasulullah Saw. bersabda: "fa'tazil tilka al-firaq kullaha
wa lau an ta'adldla bi ashli al-syajarah --Tinggalkanlah semua firqah-firqah
itu, meskipun engkau harus menggigit akar pohon".(11)
Maka untuk mengembalikan kejayaan umat Islam, sarannya, seluruh umat
Islam berkewajiban untuk menegakkan kembali jama`ah tersebut, sehingga
terbentuk kekhilafahan Islam yang didukung oleh seluruh umat Islam di seluruh
penjuru dunia (12). Kekhalifahan itulah nantinya yang akan menjadi pusat
loyalitas umat Islam di seluruh dunia. Dialah yang akan memelihara seluruh
urusan umat Islam, menjaga persatuannya, dan mendakwahkan ajaran Islam
ke seluruh dunia. Dia pula yang akan menghadapi orang-orang yang murtad
dari Islam serta orang-orang yang melecehkan ajaran Islam dan menghina
kehormatan umat Islam.
Namun, sebelumnya, kita harus menengok kembali ke belakang, melalui
catatan sejarah, untuk melihat lebih jernih kondisi umat Islam pada era
kejayaannya. Dari puing-puing sejarah tersebut kita gali hikmah-hikmah
terpendam. Yang mengajarkan kepada kita, mengapa mereka maju dan mengapa
kemajuan dan kejayaan itu kemudian lenyap?. Padahal peradaban Islam-lah
yang menghantarkan kemajuan dunia modern ini. Sehingga Robert Briffault
dalam bukunya Making of Humanity mengatakan: "Seluruh segi kemajuan
peradaban di Eropa secara pasti dapat di telusui akarnya dari peradaban
Islam. Peradaban Islamlah yang telah menghidupkan energi yang menggerakkan
peradaban modern. Terutama dalam ilmu-ilmu alam, dan etos penelitian ilmiah".(13)
Kemudian, mengapa harus dengan mengkaji sejarah?.
Reedukasi dan Reinterpretasi Sejarah
Jika disebut sejarah, yang sering terlintas dalam benak kita adalah
tentang catatan-catatan tahun terjadinya berbagai peristiwa, yang harus
diingat, terutama pada saat ujian tiba. Bagi sebagian orang, ini amat membosankan.
Dalam bahasa Arab, untuk menunjukkan sejarah, sering digunakan terma
tarikh dan qishah dan untuk biografi sering dengan mengunakan terma sirah.
Al Quran lebih banyak menggunakan terma qishah untuk menunjukkan sejarah,
dengan pengertian sebagai ekplanasi terhadap peristiwa sejarah yang dihadapi
oleh para Rasul.(14)
Dalam bahasa Indonesia, sejarah sebagai istilah diangkat dari terma
bahasa Arab syajaratun yang berarti pohon. Kata ini memberikan gambaran
pendekatan ilmu sejarah yang lebih analogis; karena memberikan gambaran
pertumbuhan peradaban manusia dengan "pohon", yang tumbuh dari
biji yang kecil menjadi pohon yang rindang dan berkesinambungan.(15)
Dalam ayat-ayat Al Quran: 2:35; 7:10,22; 14: 24,26; 17:60; 20: 120;
23: 20; 24: 35; 28: 30; 31:27; 37: 62,64,146; 44: 43 dapat ditarik kesimpulan,
pengertian syajarah berkaitan erat dengan "perubahan" (change).
Perubahan yang bermakna "gerak" (movement) menuju bumi untuk
menerima dan menjalankan fungsinya sebagai khalifah (QS. 2:35; 7:19, 22).
Juga merupakan gambaran keberhasilan yang dicapai oleh Musa a.s., yang
digambarkan dengan pohon yang tinggi dan tumbuh di tempat yang tinggi (QS.
28: 30). Sebaliknya, ia juga memberikan gambaran kegagalan Nabi Yunus a.s.
yang dilukiskan sebagai "pohon labu" yang rendah dan lemah (QS.
37: 146). Bagi yang mencoba menciptakan sejarah dengan menjauhkan dirinya
dari petunjuk Allah, hasilnya menumbuhkan "pohon pahit" (syajaratuz
zaqqum) (QS. 37:62, 64 dan 44: 43). Petunjuk Allah pun diibaratkan pula
sebagai "pelita kaca yang bercahaya seperti mutiara" dan dinyalakan
dengan bahan bakar min syajaratin mubarakah (QS. 24: 35).(16)
Setiap pelaku sejarah hakikatnya tidak mengetahui hasil perubahan yang
direncanakannya.(17) Maka setiap orang tidak dapat memastikan "masa
depannya". Masa depan adalah gudang ketidakpastian. Hanya fakta-fakta
sejarah yang dapat diketahui; dan kita hanya dapat mempunyai pengetahuan
positif tentang masa lampau. Sedangkan masa depan adalah ladang ketidakpastian,
di juga merupakan bagian atas mana kita mempunyai sedikit kekuasaan. Kemampuan
untuk membentuk masa depan sendiri dimiliki oleh semua individu dan masyarakat.
Ketidakmampuan kita untuk mengetahui fakta-fakta masa depan atau masa-depan-masa-depan
diimbangi oleh kemampuan kita memberi masukan bagi pembentukan fakta-fakta
ini.(18)
Oleh karena itu, Al Quran memerintahkan manusia untuk menyiapkan masa
depannya dengan mempelajari sejarah yang telah dilaluinya.(19) Dalam penuturan
kembali kisah umat-umat terdahulu, Al Quran berkali-kali mengingatkan bahwa
dalam kisah-kisah tersebut terkandung ibrah--pelajaran yang dapa dipetik
oleh umat Islam.(20)
Pelajaran atau mau`izhah yang terdapat dalam Al Quran adalah
"hukum sejarah" yang terpolakan dalam 25 peristiwa kerasulan.
Dari peristiwa kerasulaan tersebut disimpulkan lagi menjadi 5 persitiwa
sejarah kerasulan. Kelima peristiwa sejarah ini dialami oleh Nabi Nuh a.s.,
Nabi Ibrahim a.s., Nabi Musa a.s., Nabi Isa a.s, dan terakhir adalah Nabi
Muhammad Saw. Umat Islam dituntut untuk "menangkap pesan-pesan sejarah
yang terumuskan dalam peristiwa Ulul Azmi tersebut", sehingga umat
Islam tidak saja mengetahui "guna sejarah" tetapi sekaligus "akan
mampu memanfaatkannya" sesuai dengan fungsinya masing-masing.(21)
Ketika ada seseorang yang berkata history is bunk--sejarah adalah omong
kosong, Soekarno segera berkomentar: "Penulis ini tidak benar. Sejarah
adalah berguna sekali. Dari mempelajari sejarah orang bisa menemukan hukum-hukum
yang menguasai kehidupan manusia. Salah satu hukum itu ialah: Bahwa tidak
ada bangsa bisa menjadi besar zonder kerja. Terbukti dalam sejarah segala
zaman, bahwa kebesaran bangsa-bangsa dan kemakmuran tidak pernah jatuh
dari gratis dari langit. Kebesaran-bangsa dan kemakmuran selalu "kristalisasi"
keringat. Ini adalah hukum, yang kita temukan dari mempelajari sejarah.
Bangsa Indonesia, tariklah moral dari hukum ini!".(22)
Esensi sejarah adalah perubahan. Dan tugas hidup manusia di bumi adalah
"menciptakan perubahan sejarah" (khalifah). Perubahan sejarah
yang akan terjadi merupakan pengulangan dari peristiwa yang telah terumuskan
dalam Al Quran, yang terpolakan dalam 25 peristiwa sejarah kerasulan. Peristiwa
yang pernah terjadi bukanlah merupakan masa lalu yang mati, melainkan sebagai
peristiwa yang tetap hidup di masa kini.(23)
Dari uraian di atas, kita dapat menangkap dengan jelas urgensi sejarah
bagi pembangunan kembali peradaban umat Islam. Namun, problem yang dihadapi
kemudian adalah, ketika umat Islam menatap kembali sejarahnya yang telah
lalu, ada beberapa kendala yang menghalangi pandangan tersebut. Sehingga
tidak dihasilkan suatu pandangan yang benar-benar jernih. Oleh karena itu,
Muhammad Quthb menyarankan untuk menulis ulang sejarah umat Islam.
Ada beberapa hal, menurut Muhammad Quthb, yang mengharuskan umat Islam
untuk menyusun kembali sejarahnya. Antara lain adalah:
a. Kitab-kitab sejarah umat Islam, yang ditulis oleh ulama-ulama terdahulu,
merupakan sebuah kompilasi sejarah yang demikian besar. Namun, ia hanya
cocok untuk para periset, tidak untuk orang awam, yang ingin mendapatkan
kesimpulan yang cepat. Sehingga kitab-kitab tersebut tidak menarik untuk
dibaca oleh khalayak ramai. Hal itu terjadi karena para ulama tersebut
amat memegang amanah ilmiah. Sehingga mereka menulis semua yang mereka
ketahui dan mereka dengar dalam kitab sejarah mereka. Meskipun isinya adalah
pengulangan atau saling bertentangan satu sama lain, atau malah sesuatu
yang jauh kemungkinan terjadi. Bagi mereka, amanah ilmiah adalah dengan
menulis semua yang mereka tahu dan mereka dengar.(24)
Dalam mukaddimah kitab tarikhnya, Thabari berkata: "Jika ada suatu
catatan sejarah yang tertulis dalam kitab kami ini, yang dipungkiri oleh
pembaca atau tidak sedap didengar, karena jauh sekali dari kebenaran dan
tidak bermakna sama sekali, maka perlu diketahui, itu semua bukan karena
kesengajaan kami, namun datang dari orang-orang yang menyampaikan berita
itu kepada kami. Sedangkan kami hanya menyampaikannya sesuai dengan apa
yang kami terima".(25)
b. Jika kita membaca buku-buku sejarah yang ditulis pada masa modern
ini, baik oleh orientalis maupun murid atau orang-orang yang terpengaruh
oleh mereka, kita dapati bentuk maupun penyajian buku tersebut menarik.
Enak dibaca dan dapat memberikan pemahaman yang cepat kepada pembacanya.
Namun, banyak dari buku-buku tersebut ditulis tidak dengan semangat amanah
ilmiah, atau memang ditujukan untuk suatu tujuan tertentu. Sehingga banyak
terjadi pemutar balikkan fakta atau penarikan kesimpulan yang gegabah.
Contohnya adalah: Will Durant, ketika mendapati suatu catatan sejarah
yang mengatakan: "Zubair mempunyai seribu orang hamba sahaya yang
membayarkan kharaj mereka kepadanya setiap hari, namun semua uang itu tidak
satu dirhampun yang masuk ke rumahnya, karena semuanya habis ia sedekahkan".
Ia merubahnya menjadi: "Zubair mempunyai rumah di berbagai kota, ia
juga mempunyai seribu ekor kuda dan sepuluh ribuh hamba sahaya". Di
sini, sosok Zubair yang zuhud diubah oleh penulis menjadi sebuah sosok
yang glamour dan penuh kemewahan.(26) Dan banyak contoh-contoh lainnya,
sehingga bagi pembaca yang tidak teliti, akan terperangkap oleh sikap membenci
atau mencela umat Islam terdahulu.
c. Penulisan sejarah dewasa ini, banyak didominasi oleh penekanan pada
sisi politik. Dan mengesampingkan sisi lainnya yang demikian banyak. Seperti
akidah, pemikiran, peradaban, ilmiah, sosial dan seterusnya. Padahal, sejarah
politik Islam, adalah sisi yang paling buruk dari sisi lainnya. Yang dituntut
dari para sejarahwan Islam adalah, tidak hanya memusatkan diri pada sejarah
pergulatan politik umat Islam, juga hendaknya menampilkan sisi lain yang
demikian banyak. Sehingga tercipta sejarah yang seimbang.
Pengajaran sejarah Islam dengan tekanan pada sisi politik beserta segala
tipu muslihatnya, seperti pembunuhan, penipuan, meracun musuh, pembasmian
musuh-musuh politik dan tindakan-tindakan kotor lainnya, adalah sebuah
konsep yang diterapkan oleh Dunlop, yang ditunjuk oleh Lord Cromer sebagai
konsultan ahli kementerian pendidikan Mesir. Setelah memberikan pengajaran
seperti itu tentang sejarah Islam, kepada anak didik, mereka melanjutkan
dengan mengajarkan sejarah Eropa yang digambarkan dengan berkilauan, berperadaban,
maju dan seterusnya. Sehingga tertanamkan dalam jiwa anak didik, bahwa
Islam yang hakiki telah lenyap setelah masa Khulafa Rasyidin yang empat,
setelah itu, yang terjadi adalah kekotoran dan kekejian yang harus dihindari,
dan tidak ada sesuatupun yang pantas untuk dibanggakan atau diketengahkan
kepada umat manusia. Kemudian tertanamkan pula bahwa sejarah yang pantas
untuk dikagumi dan cintai dengan sungguh-sungguh adalah sejarah Eropa!(27)
d. Dalam mengkaji sejarah Islam, kita sering mengembalikan segala sesuatu
kepada faktor-faktor politik, peperangan, ekonomi dan sebagainya. Sehingga,
seakan-akan agama ini hanyalah sebuah budaya yang sama dengan budaya yang
lain. Tidak mempunyai kaitan dengan hukum-hukum (sunnah-sunnah) Allah Swt.
Ini pula yang tampak dalam tulisan Michel H.Hart ketika meletakkan Nabi
Muhammad Saw. di urutan teratas dari seratus tokoh yang paling berpengaruh
dalam sejarah. Betul ia meletakkan Nabi Muhammad Saw. di urutan teratas,
namun dalam penulisan dan alasan-alasan penempatannya, ia tidak mengkaitkan
pribadi Nabi Muhammad Saw. dengan kedudukannya sebagai seorang utusan Allah
Swt.
e. Dalam mengkaji sejarah umat Islam, kita sering melupakaan hubungan
antara karakteristik umat ini, yang telah dianugerahkan Allah Swt. dengan
kondisi kemanusiaan dengan segala aspeknya.
Umat Islam, bukanlah hanya sekedar sebuah fenomena sejarah yang kebetulan
timbul ke permukaan. Namun, ia adalah umat tauhid yang besar, yang dipilih
Allah Swt. Sebagai saksi atas seluruh manusia. Allah Swt. befirman: "Dan
demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil
dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul
(Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu." (QS. Al Baqarah:
143).
Demikian juga, kita sering melupakan pengaruh yang dihasilkan oleh umat
Islam terhadap kemanusiaan sepanjang sejarah.(28) Padahal, seperti diakui
oleh banyak ilmuan Barat yang fair, Islamlah yang telah mengantarkan bangsa
Barat menuju kemodernannya saat ini. Tentang Roger Bacon, bapak kebangkitan
ilmu pengetahuan (renaissance) Barat, Robert Briffault berkata: "Roger
Bacon belajar bahasa Arab dan ilmu Arab dan ilmu-ilmu kearaban di Universitas
Oxford dari bekas dosen-dosen Arab di Andalusia. Roger Bacon dan siapapun
orang yang datang setelahnya tidak mempunyai hak untuk mengaku sebagai
orang yang menemukan metode eksprimentalisme. Roger bacon hanyalah seorang
duta dari duta-duta ilmu pengetahuan dan metodologi umat Islam kepada orang-orang
Kristen Eropa".(39)
Dari konsideran-konsideran di atas, dapat dikatakan, usaha untuk menatap
sejarah Islam dengan penekanan pada sisi peradaban dan ilmu pengetahuan
adalah amat terpuji. Dan usaha seperti itu harus terus digalakkan dalam
skala yang lebih luas dan dengan perhatiannya yang lebih intens. Karena
dari sanalah, nantinya, diharapkan umat Islam menemukan kembali --seperti
dikatakan oleh Syed Ameer Ali dan sering dikutip oleh Soekarno-- api Islam
yang sebenarnya.
Di bawah ini, penulis mencoba untuk mengkaji sejarah keilmuan pada fase
pertama era Abbasiyyah. Sebuah era keemasan peradaban Islam.
Era Keemasan Peradaban Islam
Menurut Ibnu Khaldun, jika kerentaan telah menerpa suatu negara, maka
tidak dapat dihindari terjadinya proses penuaan itu, menunggu masa keruntuhannya.(30)
Pada permulaan abad kedua Hijriyyah, saat dinasti Muawiyah mulai menunjukkan
kerentaannya, organisasi rahasia yang berusaha untuk menggalang kekuatan
massa mendukung kembalinya kekhalifahan kepada Ahlul Bait, berdiri. Usaha
intensif organisasi ini menghasilkan buahnya dengan dibai`atnya Abul Abbas
As-Sifah sebagai khalifah pertama Bani Abbas, pada 123 H. Semenjak itu
pula, dinasti Abbasiyah berdiri, menggantikan sejarah dinasti Bani Umayyah.
Abbasiyyah berdiri pada era keemasan peradaban Islam. Mengisi hampir
seluruh masa keemasan itu, yaitu diawali pada 132 H. Dan berakhir pada
656 H, ketika khalifah Abbasiyah yang terakhir terbunuh di tangan pasukan
Hulagu Khan.
Pada tujuh abad pertama inilah, umat Islam terus menjulang, mencapai
dan menegakkan peradabannya. Diikuti oleh tujuh abad kemudian, masa kemunduran
umat Islam, hingga saat ini. Klimaks dari keruntuhan itu adalah runtuhnya
Turki Utsmani yang berpusat di Turki, serta dihapusnya sistem kekhalifahan
oleh Kamal Attaturk pada 1924 M.(31)
Ziauddin Sardar, seorang cendekiawan Muslim Pakistan mengilustrasikan
kronologi sejarah kaum Muslimin itu sebagai berikut (32):
|