[  Kliping NU 1998  ]


Jumat, 24 Juli 1998

Partai Kebangkitan Bangsa, Kerinduan Warga NU

Jakarta, Kompas

Berdirinya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tidak dimaksudkan untuk menggembosi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) karena partai tersebut akan gembos dengan sendirinya. Keyakinan tersebut disampaikan H Matori Abdul Djalil seusai dirinya dibaiat sebagai Ketua Umum Dewan Tanfidzi Partai Kebangkitan Bangsa, Kamis (23/7).Pernyataan Matori Abdul Djalil tersebut terkesan penuh percaya diri. Sebelumnya kepada mantan Sekjen DPP PPP tersebut ditanyakan tanggapannya soal pernyataan Sekjen DPP PPP Tosari Widjaya yang belum melihat adanya rush perpindahan warga NU dari PPP.

Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Abdurrahman Wahid secara langsung juga mengatakan, harapan Tosari Widjaya agar PKB batal berdiri tidak tercapai. "Kini berdiri sebuah partai bagi orang-orang yang tahlil, istighosah dan salawat badar," kata Gus Dur, panggilan akrab Abdurrahman Wahid.

Kekhawatiran hadirnya sebuah partai bagi warga NU sangat beralasan bagi PPP. Namun kehadiran PKB, akan berpengaruh bagi PPP, yang sering menggunakan idiom Islam, namun juga bagi Golkar. Menurut seorang sumber, pada saat Ketua Umum DPP Golkar Akbar Tandjung mengunjungi Gus Dur di rumahnya, Minggu petang lalu, Gus Dur secara langsung mengatakan kepada Akbar bahwa pada masa depan warga NU tidak akan lagi mendukung Golkar.

Gus Dur maupun tokoh-tokoh ulama NU menilai, selama ini aspirasi warga NU tidak pernah terwakili di PPP maupun di Golkar. Rasa keterpinggiran inilah yang menjadi salah satu tekad warga NU mendirikan partai sendiri. Partai Kebangkitan Bangsa siap memperjuangkan aspirasi warga NU yang selama ini dilupakan partai-partai era rezim Soeharto.

Dengan potensi umat lebih dari 30 juta umat, warga NU sepertinya menjadi rebutan tiga orsospol pada saat pemilu rezim Orde Baru. Namun selepas pemilu, para tokoh NU maupun warga NU merasa kepentingan atau aspirasi atau suara mereka tidak diperjuangkan oleh partai atau Golkar yang mereka pilih. Mereka malah merasa dipinggirkan dan dimarjinalkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahkan, bagi para nahdliyin, seperti tertuang dalam kronologi deklarasi pendirian PKB, NU terus diupayakan untuk ditiadakan, dianggap tidak ada.

Rais Syuriah PBNU A Mustofa Bisri dalam media intern NU Aula (Juli, 1998) bahkan mengatakan, selama rezim Soeharto kekuatan politik NU telah dikebiri. Keberadaan tokoh-tokoh NU di PPP maupun di Golkar hanya berperan sebagai sapi perah yang berfungsi pengumpul suara saat pemilu. "Orang NU praktis hanya Nunut Urip (numpang hidup)

Koalisi kebangsaan

Matori mengatakan, partainya akan menjadi partai yang disegani oleh semua pihak. PKB merupakan partai yang terbuka, tidak hanya untuk nahdliyin namun juga untuk warga non-muslim. "Mari kita bangun bangsa ini bersama-sama," kata Matori.

Ditanya soal kemungkinan PKB melakukan koalisi dengan DPP PDI Megawati Soekarnoputri, Matori menegaskan, "Why not? Kita adalah partai terbuka," katanya.

Kemungkinan terjadinya semacam koalisi antara PKB dengan Megawati ini sangat beralasan mengingat, keduanya berbasis kebangsaan dan nasionalisme. Bahkan, kehadiran mantan Wapres Try Sutrisno dan mantan Menhankam Edi Sudradjat, Kamis di Ciganjur semakin memperkuat akan terjadinya sebuah koalisi kebangsaan atau merah putih.

Cita-cita politik PKB menguatkan itu. PKB berkewajiban untuk mewujudkan masyarakat dan bangsa Indonesia yang adil dan makmur, merdeka dan berdaulat, terjamin hak asasinya yang berkaitan dengan segala bentuk penganiayaan, kebebasan dari pemaksaan agama, pemusnahan etnis serta kebebasan mencari nafkah secara sah.

PKB menjadi harapan baru bagi warga NU. Tokoh vokal F-PP DPR Khofifah Indar Parawansa secara tegas memilih menjadi pengurus PKB. Dalam kepengurusan PKB periode 1998-1999 sedikitnya ada empat orang warga NU di PPP yang "pulang ke rumah". Mereka adalah KH Taufiqurahman, Khofifah Indar Parawansa, Imam Churmen, serta Amru Mustasyim. "Ini adalah amanat," kata Khofifah.

Khofifah memilih meninggalkan PPP karena dalam pandangannya, reformasi telah memberikan suatu nuansa baru pada tatanan format politik ke depan. Globalisasi mengharuskan semua tatanan lebih inklusif. "Visi keagamaan NU yang dikembangkan selama ini adalah membawa visi tersebut. Saya merasa at home dengan visi yang dikembangkan NU selama ini," katanya.

Dibandingkan PPP, kata Khofifah, PKB lebih dahulu menawarkan format baru sebuah partai dengan visi membawa nuansa demokratis, keterbukaan dan pluralitas.

Senior PPP yang juga nahdliyin, Imam Churmen mengatakan, PKB merupakan partai akomodatif untuk mengantisipasi situasi saat ini yang dipenuhi luapan-luapan emosi tanpa norma hukum. "Jika situasi ini tidak diatasi secara konsepsional dan mendasar maka negara dan bangsa ini akan makin terpuruk dan terbelah," katanya. Itulah tugas dan tantangan PKB terbesar. (ush/myr)


www.muslims.net/KMNU - Copyright © KMNU Cairo - Egypt