[  Kliping NU 1998  ]


Sabtu, 18 Juli 1998

Gus Dur-Belo-Megawati:

Harus Segera Lakukan Konsensus Nasional

Jakarta, Kompas

Didorong kecemasan mereka terhadap ancaman perpecahan bangsa dan negara serta keprihatinan terhadap nasib rakyat jelata, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU) Abdurrahman Wahid, Uskup Dili Mgr Carlos Ximenes Belo dan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia (DPP PDI) Megawati Soekarnoputri, Jumat (17/7), mendesak para pemimpin Indonesia untuk bekerja sama merumuskan reformasi menyeluruh melalui konsensus nasional.

"Kami mengimbau pemimpin-pemimpin Indonesia, baik di dalam maupun di luar pemerintah, untuk bekerja sama berdasarkan asas persaudaraan, untuk merumuskan reformasi politik, hukum dan ekonomi secara konsensus nasional," demikian pernyataan bersama yang dihasilkan setelah ketiga tokoh masyarakat itu mengadakan pertemuan di kediaman Gus Dur di Ciganjur, Jakarta Selatan.

Tercapainya tujuan ini, menurut mereka, akan dapat meningkatkan kepercayaan rakyat terhadap negara dan bangsa. Negara-negara lain juga akan dapat menghargai tekad bangsa ini untuk dapat menghadapi tantangan yang akan dihadapi pada Abad 21.

Ancaman perpecahan

Dalam pertemuan itu, ketiga tokoh membahas berbagai persoalan nasional yang sekarang sedang dihadapi bangsa Indonesia. Pertemuan itu berlangsung sehari setelah penyelenggaraan Dialog Membangun Kebhinnekaan dalam Kesatuan Bangsa di Jakarta, Kamis.

Dalam pernyataan bersama yang dibacakan Hartojo Wignjowijoto itu, ketiga tokoh tersebut menilai kepercayaan rakyat Indonesia, juga dunia internasional, terhadap kemamekonomi dan politik, ternyata rendah sekali."Terhadap usaha yang sedang dilakukan untuk keluar dari krisis ekonomi ini, kami prihatin sekali karena rakyat jelatalah yang merasakan dampak sepenuhnya dari depresi ekonomi yang sekarang sedang melanda," kata mereka.

"Kami melihat perkembangan semua ini dengan hati yang sangat cemas. Karena dihadapi dengan keadaan yang demikian, kerapuhan bangsa Indonesia sekarang ini bisa menyebabkan perpecahan bangsa dan negara," tutur mereka.

Mereka yakin, bangsa Indonesia perlu bekerja erat untuk melakukan reformasi politik, hukum dan ekonomi secara tuntas. Dengan begitu akan dihasilkan sistem politik yang transparan dan mencerminkan kemauan rakyat jelata serta sistem ekonomi yang dimanis dan dapat dimanfaatkan, terutama oleh rakyat yang kekuatan ekonominya lemah.

"Dengan ini kami menyatakan kesediaan kami untuk menyuarakan hati nurani bagi tercapainya konsensus nasional untuk mengatasi krisis kepercayaan yang berkepanjangan ini," kata mereka.

Kebhinnekaan rapuh

Keprihatinan mereka terhadap perkembangan keadaan politik dan ekonomi sekarang ini diperkuat oleh hasil dialog tentang kebhinnekaan, Kamis lalu. Salah satu kesimpulan yang ditarik dari dialog tersebut adalah bahwa kebhinnekaan masyarakat Indonesia pada masa ini begitu rapuh.

Kerapuhan ini, menurut mereka, disebabkan sistem pemerintahan yang tidak benar dan pelecehan hukum yang dipraktekkan rezim Orde Baru. Kerapuhan ini juga akibat kekeroposan ekonomi yang disebabkan oleh adanya pemanfaatan segolongan kecil masyarakat saja.

"Sangat mengherankan bila orang-orang di zaman dulu yang terkungkung dalam lingkungan yang sempit justru dapat mewujudkan persatuan, sementara kita yang sudah makin terekspos dengan globalisasi justru tidak mampu melakukannya," kata mereka.

Mereka mengingatkan, bersatunya bangsa ini dalam wadah negara kesatuan merupakan wujud fisik dari kearifan para pendiri bangsa di bawah pimpinan Ir Soekarno untuk menghilangkan antipati di antara sesama.

Hati nurani

Dalam tanya jawab dengan wartawan, Gus Dur mengatakan bahwa pertemuan tersebut bukan merupakan sebuah bagian dari konsensus nasional, karena konsensus nasional membutuhkan gerakan untuk mencapainya. "Sedangkan ini adalah semacam hati nurani dari kami bertiga," katanya. "Kami bertiga kumpul di sini karena sudah lama tidak pernah bertemu. Dan sekarang ini merupakan kesempatan yang baik untuk bertemu Uskup Belo."

Ketika ditanya apakah pertemuan tersebut merupakan cikal bakal berdirinya partai baru, Gus Dur mengatakan tidak. "Mbak Mega sudah punya sendiri, sedangkan Mgr Belo tidak memerlukan partai," katanya.

Mengenai bagaimana sikap PBNU terhadap usulan referendum bagi rakyat Timtim, Gus Dur mengatakan, "Saya ikut Uskup Belo"

Sedangkan Megawati berpendapat apa yang dikatakan Uskup Belo tentang aspirasi masyarakat Timtim sangat mencerminkan bahwa ia panutan umat di Timor Timur. "Sehingga, kita harus mendengarkan apa yang sebetulnya dikehendaki masyarakat Timtim. Jangan kita membuat tafsiran-tafsiran tersendiri. Saya juga secara pribadi mengetahui bahwa beliau akan memberikan suatu hal yang terbaik dalam menyelesaikan masalah Timtim ini," ujarnya.

Mengenai apakah bentuk konkret referendum itu berupa keinginan untuk merdeka atau memiliki otonomi sendiri, menurut Mega itu merupakan suatu proses. "Dan saya kira apa yang dinyatakan Uskup Belo sudah bisa kita lihat pada jawaban kemarin."

Ditanya wartawan mengapa Ketua Umum PP Muhammadiyah Amien Rais tidak diajak dalam pertemuan tersebut, Gus Dur mengatakan bahwa mencari Pak Amien itu sangat sulit.

Mengenai usulan agar mereka bertiga duduk dalam presidium, Gus Dur mengatakan bahwa presidium merupakan gerakan politik. "Sedangkan kami-kami ini adalah orang-orang yang boleh dikatakan berfungsi budaya, sehingga nggak cocok untuk gerakan politik."

Mengenai dukungannya terhadap Mega, Gus Dur kembali menjelaskan bahwa ia akan mendukung Megawati dalam pemilu yang akan datang, meskipun warga NU akan memiliki partai sendiri. Sebaliknya, warga NU juga tidak akan diimbau untuk mendukung partainya Megawati.

"Warga NU itu bebas. Sedangkan saya ini tidak bisa dibatasi hanya mendukung warga NU saja. Saya ini punya teman di mana-mana."

Dikatakan, dukungannya terhadap Mega karena Mega dinilainya sebagai seorang idealis yang berjuang untuk suatu ide yaitu keadilan sosial dan demokrasi. "Mbak Mega itu telah membuktikan kata-katanya dengan perbuatan. Dia belum pernah sekalipun menjadi antek Orde Baru," kata Gus Dur.

Bertemu Marker

Malam harinya Gus Dur melakukan pertemuan dengan Utusan Khusus PBB urusan Timor Timur Jamsheed Marker sekitar 15 menit. Pada pertemuan itu, Marker menanyakan pandangan Gus Dur tentang permasalahan Timtim. "Saya jawab bahwa saya ikut pandangan Uskup Belo," katanya.

Menurut Gus Dur, Marker mengaku kagum dengan pandangan-pandangan Xanana Gusmao yang dinilainya berpandangan luas dan dewasa.

Ketika dikemukakan Gus Dur bahwa ada kekhawatiran bahwa bila Timtim menentukan nasibnya sendiri, maka hal itu bisa juga dilakukan oleh daerah-daerah lain di Indonesia, dan hal tersebut bisa menjadi "proyek" negara-negara besar, Marker menolak pandangan tersebut. "Negara-negara besar tidak suka bila Indonesia terpecah-pecah," kata Marker. (vik/myr)


www.muslims.net/KMNU - Copyright © KMNU Cairo - Egypt