Republika, Rabu, 29 Oktober 1997 DPR, YLBHI, dan PBNU Bentuk "Tim Nasiroh" JAKARTA -- Rapat Pimpinan (Rapim) DPR-RI kemarin (28/10) membuat keputusan penting yang sangat "merakyat": membentuk tim yang akan diutus ke Arab Saudi guna mengumpulkan data akurat mengenai kasus TKI secara umum, dan khususnya menyangkut nasib Nasiroh. Di tempat terpisah, YLBHI dan PBNU juga mengungkapkan keputusan yang sama. Betapa seriusnya DPR membuat keputusan itu terlihat bahwa keputusan itu dibuat dalam rapim tertutup, dipimpin langsung Ketua DPR/MPR H Harmoko dan dihadiri semua wakil ketuanya. Dengan kata lain, keputusan ini bukan sekadar keluar dari pernyataan sejumlah anggota DPR yang ditanya wartawan, sebagaimana fenomena yang kerap terjadi. "Hasil kerja tim DPR itu akan dibawa ke rapat kerja komisi dan seterusnya dibicarakan dengan pemerin~tah," tutur Harmoko seperti dikutip Kasubbag Penerbitaan dan Pemberitaan Setjen DPR, Soebandrio, kemarin. Tak kalah dengan DPR, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dalam waktu dekat juga akan mengirim tim pencari fakta ke Arab Saudi berkaitan dengan kasus Nasiroh -- TKW asal Cianjur yang, kalau kasusnya jadi divonis, bakal mengakhiri hidupnya di ujung pedang. Tak tanggung-tanggung, tim ini terdiri atas anggota Ikadin (Ikatan Advokat Indonesia), IPHI (Ikatan Penasihat Hukum Indonesia), AAI (Asosiasi Advokat Indonesia), dan beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang advokasi hukum. "Tekad kami mengirim tim didorong oleh upaya memberi perlindungan hukum bagi TKI yang hak asasinya sering tertindas," kata Munir SH, staf seksi bidang operasional YLBHI di Surabaya, kemarin. Dia menilai ancaman hukuman pancung atas Nasiroh, di mata hukum negara mana pun, belum cukup transparan. Dari semua lembaga tersebut di atas, hanya Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) yang secara terang-terangan mengaku akan menemui langsung Raja Fahd, penguasa tunggal Arab Saudi, khusus untuk memperjuangkan nasib Nasiroh. Untuk itu, Ormas Islam ini juga membentuk tim bernama Komisi Hijaz II. Komisi ini, kata Khatib Rois Syuriah PBNU Drs Sohid Agil Sirad, beranggotakan para pengurus PBNU di seluruh Indonesia. "Komisi Hijaz II akan langsung menemui Raja Fahd. Kami akan memintakan permohonan agar Nasiroh bisa dibebaskan dari ancaman hukuman pancung," kata Sahid di Purwokerto, Jateng, kemarin. Anggota Rois Syuriah PBNU, Dr Nur Iskandar Al Barsany MA, berharap apa yang akan dilakukan komisi itu dapat berhasil, mengingat sejumlah kasus TKW yang menimpa warga negara Filipina dan Kanada di Arab Saudi dapat bebas dari hukuman pancung. "Filipina dan Kanada yang umat Islamnya sedikit saja bisa mendapat kemurahan, kenapa kita yang umat Islamnya paling banyak tidak bisa. Insya Allah usaha ini bisa berhasil," jelasnya. Khatib Rois Syuriah PBNU mengaku akan meminta persetujuan peserta Konbes PBNU November mendatang tentang pembentukan komisi ini. Sahid mengungkapkan masih cukup waktu bagi komisi ini untuk bekerja, mengingat hukuman pancung tidak mesti langsung dilaksanakan begitu vonis dijatuhkan. "Kemungkinan ada jeda waktu sekitar setahun bagi Nasiroh untuk melakukan upaya banding," katanya. Ia melihat kasus yang menimpa TKW akhir-akhir ini menunjukkan bahwa pemerintah c/q KBRI tidak serius memberikan perlindungan pada mereka. Pada 1984, katanya, PBNU telah mencatat ada sekitar 400 kasus yang menimpa TKW, antara lain disiksa, dihamili, dan diperbudak. Ketika itu, PBNU telah melaporkan kasus tersebut kepada Menaker (waktu itu) Sudomo, tapi tidak mendapat tanggapan. Sementara itu di Bandung, aparat keamanan kemarin bentrok dengan ratusan mahasiswa Universitas Pasundan (Unpas) yang solider atas nasib Nasiroh. Tiga mahasiswa luka-luka. Mereka menuntut pengiriman TKI dihentikan. Dari Kairo, Mesir, Antara memberitakan sekitar 300 TKW Indonesia eks-Arab Saudi bekerja sebagai pembantu rumah tangga secara ilegal di Mesir. Seorang di antara mereka bunuh diri dengan meloncat dari sebuah gedung bertingkat di Kairo. ban/wab/esa/jo