Jawa Post, Senin, 27 Okt 1997 "Karena Edi Sudradjat Putra Jabar?" Machrus dan Samego soal Pencalonan Wapres oleh NU Jakarta, JP.- Keberanian PWNU (Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama) Jabar mencalonkan Menhankam Edi Sudradjat sebagai Wapres dinilai cukup menarik oleh para pengamat politik. Paling tidak, itu yang dikemukakan Direktur Laboratorium Politik FISIP UI Dr Machrus Irsyam dan peneliti LIPI Dr Indria Samego. Bahkan, Samego menilai apa yang dilakukan NU Jabar itu mencerminkan kondisi kalangan nahdliyin sekarang semakin imajinatif. "Sebab, sudah lama ormas keagamaan ini, dalam masalah pencalonan Wapres, belum bersuara sendiri," ujarnya saat ditanya Jawa Pos di Jakarta kemarin. Seperti diketahui, PWNU Jabar mengisyaratkan akan mencuatkan nama Menhankam Edi Sudradjat sebagai salah satu calon wakil presiden mendatang. Hal itu tesirat dalam haflah tasyakur Harlah Ke-74 NU Jabar di Bandung Sabtu lalu (baca Jawa Pos kemarin). Menurut Samego, yang dilakukan NU Jabar itu memang benar-benar memberikan nilai tersendiri. Ini karena masyarakat kita masih mempunyai kebiasaan menyebut nama Wapres itu menunggu persetujuan dari presiden mandataris MPR hasil Sidang Umum MPR. "Tapi, ini NU Jabar berani. Lebih menarik lagi, mengapa yang disebut Edi Sudradjat, apa kualifikasinya? Apa karena Pak Edi orang Jabar kelahiran Jambi?" katanya dengan nada bertanya. Ia berpendapat, munculnya nama akan memperbanyak calon Wapres. Tetapi, untuk menebak siapa yang paling berpeluang menduduki jabatan Wapres, perhitungan matematis bisa dijadikan landasan untuk menilainya. Seperti akhir-akhir ini, Pak Harto lebih banyak bertemu menteri-menteri bidang ekonomi dibandingkan dengan yang lain. Atau, siapa di antara kabinet ini yang paling dekat dengan Pak Harto, sehingga mudah saja keluar masuk ke ruangan Pak Harto. "Hanya, perhitungan matematis itu agak kurang pas karena terlalu lemah," ujar ketua tim peneliti peran sospol ABRI dari LIPI, yang hasilnya menghebohkan kalangan ABRI karena berkesimpulan posisi ABRI untuk sospolnya cukup di MPR. Kemungkinan lain yang bisa dijadikan pertimbangan, menurut dia, adalah faktor politik. Biasanya, tegas dia, dalam politik itu ada pertimbangan-pertimbangan yang unpredictable. Dilihat dari faktor ke-ABRI-an, katanya, Pak Edi memang memenuhi syarat. "Tapi, kalau bicara Wapres dari ABRI, Pak Try, Pak Edi, dan Pak Feisal Tanjung yang menjadi Pangab sekarang sama-sama memiliki peluang," ujarnya. Sementara itu, Dr Mahrus Irsyam yang dihubungi terpisah mengatakan, idealnya suara NU Jabar yang mencalonkan Edi Sudradjat itu harus disampaikan melalui fraksi-fraksi di MPR. "Akan lebih baik, suaranya itu diberikan kepada kelima fraksi di MPR. Sehingga, aspirasinya ikut dipertimbangkan," ujarnya. Sikap PWNU Jabar itu, katanya, kurang menarik kalau sekadar disuarakan dalam bentuk statemen karena gaungnya kurang berdampak ke lapisan yang paling menentukan. Menurut Mahrus, yang dilakukan NU Jabar itu bisa dianggap sebagai pendidikan politik yang baik di kalangan nahdliyin karena mereka mempunyai keberanian menyatakan sikap. Ia sendiri tidak mempersoalkan apakah NU Jabar sudah konsultasi dulu dengan PB NU dalam mendukung Edi Sudradjat sebagai cawapres. Sebab, untuk menentukan sikap itu, wilayah memang tidak perlu mendapat persetujuan dari PB NU. Yang bisa dilakukan, katanya, hanya melakukan konsultasi biasa. Tetapi, mengapa Pak Edi? Jawaban Mahrus senada dengan Samego. Sebab, Edi Sudradjat yang berasal dari Jabar itu dinilai sebagai tokoh yang mewakili rakyat Jabar. "Mungkin, kalau NU Jatim mencalonkan Pak Try lagi, karena Pak Try orang Jatim. Jadi, saya lihat unsur kedaerahan masih kuat," katanya. (saf)