Kompas, 23 Oktober 1997 ------------------------------------------------------------------------ Kamis, 23 Oktober 1997 ------------------------------------------------------------------------ Abu Hasan Minta Tangguhkan Konbes NU Jakarta, Kompas Menjelang Sidang Umum MPR, Abu Hasan dan para pendukungnya yang tergabung dalam Pengurus Besar "Nahdlatul Ulama (PBNU)" di luar PBNU pimpinan KH Abdurrahman Wahid kembali menunjukkan aktivitasnya. Kali ini mereka menuntut agar pihak keamanan dan pemerintah menangguhkan izin penyelenggaraan Kongres Besar (Konbes) NU dan Musyawarah Nasional Alim Ulama di Nusa Tenggara Barat bulan November 1997 dengan alasan dikhawatirkan menimbulkan gejolak dan mengganggu stabilitas menjelang Sidang Umum MPR 1998. Ketua Umum Tanfidziyah "PBNU" Abu Hasan secara khusus menyelenggarakan jumpa pers di kediamannya didampingi Rois Aam Syuriah "PBNU" KH Chamid Baidlowi, Rabu (22/10). Seperti diketahui, lewat "Muktamar Luar Biasa" versi KPPNU (Koordinasi Pengurus Pusat NU) di Asrama Haji Pondok Gede mereka telah membentuk "PBNU" di luar PBNU hasil Muktamar NU di Cipasung. "Tiba-tiba terdengar kabar akan diselenggarakan Kongres Besar NU di Desa Bagu Nusa Tenggara..., saya kurang percaya kok diadakan di desa kecil. Apa maksudnya itu, apa itu pertemuan rahasia," kata Abu Hasan. Dia meminta agar aparat keamanan dan pemerintah menangguhkan pemberian izin penyelenggaraan Konbes NU/Munas Alim Ulama di Desa Bagu, November mendatang. "Sebab kami khawatir hal tersebut dapat menimbulkan gejolak bagi keluarga besar NU dan kemungkinan sekali dapat mengganggu stabilitas nasional, lebih-lebih bangsa kita akan menghadapi Sidang Umum MPR," kata Abu Hasan. Dipertanyakan Secara terpisah, Sekjen PBNU Achmad Bagdja menegaskan, PBNU sudah siap melaksanakan Konbes maupun Munas Alim Ulama di Desa Bagu Mataram tanggal 17-21 November. Acara tersebut menjadi kewajiban PBNU untuk menyelenggarakannya, karena merupakan keputusan organisasi yang tertuang dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga NU. Segala kesiapan teknis maupun materi untuk acara tersebut sudah lengkap. "Tidak ada indikasi ada hal yang tidak beres. Jika tiba-tiba ada pihak yang meminta ditangguhkan, maka mereka justru patut dipertanyakan," kata Bagdja saat dihubungi Rabu sore. Kalaupun Abu Hasan mempertanyakan mengapa pihaknya tidak diberi tahu, lanjut Bagdja, karena memang tidak ada alasan maupun landasan konstitusional untuk melakukan hal tersebut. "Apa alasan PBNU untuk itu," kata Sekjen PBNU. Sesuai ketentuan, PBNU telah memberitahukan penyelenggaraan Konbes maupun Munas Alim Ulama tersebut kepada wilayah/pengurus wilayah/pengurus pesantren lingkungan NU seluruh Indonesia. Menurut Bagdja, ada dua kategori mereka yang diundang dalam acara tersebut, yakni pimpinan pondok pesantren maupun para ahli atau pakar. "Mungkin sebagai orang yang ahli bidang ekonomi bisa saja kalau kita mau, kita undang," katanya. Soal penyelenggaraan acara di Mataram tidak ada maksud lain, karena wilayah tersebut juga merupakan bagian wilayah Indonesia. "Selama ini 'kan malah disebut kok acara-acara besar hanya diselenggarakan di Jawa saja. Sekarang kita ingin laksanakan di luar Jawa," ujar Bagdja. Bagdja mengatakan, secara de jure maupun de facto saat ini sudah tidak ada lagi warga NU di wilayah yang mendukung "PBNU" pimpinan Abu Hasan. "Warga NU hanya mengenal PBNU hasil Muktamar Cipasung," katanya. Soal keinginan terjadi islah nasional antara PBNU hasil Muktamar dan "PBNU" Abu Hasan, Bagdja juga mempertanyakan gagasan tersebut. "Kita sudah memberi kesempatan kepada Abu Hasan dan para pendukungnya untuk ruju' ilal haq, namun mereka 'kan tidak menanggapi. Ya sudah, mereka juga sudah terkena sanksi organisatoris," kata Sekjen PBNU. (ush)