Pikiran Rakyat, Minggu, 18 Oktober 1997 RI Jangan Terpengaruh Syarat IMF CIREBON, (PR).- Ketua Umum PB NU KH. Abdurrahman Wahid mengatakan, bantuan dana IMF yang mengajukan serentetan persyaratan, hendaknya tidak membuat Indonesia terpengaruh. Indonesia harus melihat dulu, tidak perlu secara membabi buta menolak. Jika sudah melanggar kedaulatan bangsa, baru harus dipikir lebih panjang. "Persyaratan agar Indonesia menghapus subsidi, monopoli, meniadakan distorsi pasar, menghilangkan korupsi, kolusi dan nepotisme hendaknya jangan menjadikan Indonesia terpengaruh. Hal tersebut sangat tergantung apa yang dimaksudkan IMF," katanya usai memberikan pengarahan pada Sidang Pleno III PB NU, di Asrama Nadwatul Ummah LPI Buntet Pesantren, Cirebon, Jumat sore (17/10). Hadir pada kesempatan tersebut, Rais Aam PB Syuriah NU KH. Ilyas Ruchiat, pimpinan Pondok Buntet Pesantren KH. Abdullah Abas, Wedana Sindanglaut Haeruman, Dandim 0620/Kabupaten Cirebon Letkol Art. Eddy Rahmat, para utusan DPC NU dan undangan lain. Menurut cucu pendiri NU KH. Hasyim Asy'ari tersebut, rumusan persyaratan yang diajukan IMF cukup itu sulit, sehingga perlu dijelaskan lebih rinci. Persyaratan yang diajukan bisa saja dikatakan mengikis korupsi dan nepotisme, pada tahap awal yaitu pendataan semua kekayaan pejabat. "Itu kan tahap awal saja. Kalau itu dianggap sudah cukup, ya sudah. Jadi kita jangan terlalu tergoda dengan kata-kata persyaratan IMF. Lihat dulu persyaratannya apa. Kalau itu melanggar kedaulatan kita sebagai bangsa, ya harus berpikir panjang," ujar Gus Dur panggilan akrab KH. Abdurrahman Wahid. Dikatakan, dalam menilai sodoran bantuan dana IMF, Indonesia harus melihat terlebih dahulu, tidak dengan membabi buta menolak. "Lihat dulu. Namanya orang bodoh nggak mengerti. Menolak penataan keuangan, berarti menolak memperbaiki diri. Tetapi menerima bantuan tidak berarti mengorbankan kedaulatan nasional," lanjut Gus Dur. "Ukuran tengahnya di mana? Juga waktu Pak Moerdiono (Mensesneg, red) menyatakan, syarat-syarat IMF tidak mengikat, maksudnya kalau toh ada persyaratan, sifatnya teknis. Jangan yang bersifat politis," katanya. Ketika disinggung desakan moral memberantas korupsi dari IMF yang lebih didengar, Gus Dur menyatakan, "Tanpa IMF-pun kita harus memberantas korupsi. Kenapa sih harus menunggu IMF? Memang desakan perbaikan bisa lebih kuat, tetapi kedaulatan di tangan siapa? Kita tidak mau negara kita diawasi orang lain. Pemberantasan korupsi harus dilakukan, tetapi bagaimana caranya? Itu yang terpenting," lanjutnya. Tobat nasional Menyangkut ajakan moral dari Dr. Amien Rais kepada bangsa Indonesia untuk melakukan tobat nasional, Gus Dur menjelaskan, NU sudah melaksanakan pertobatan terus menerus melalui istighfar. "Istighfar adalah tobat. Mau tahlil istighfar dulu. Jadi pertobatan di NU dilakukan secara berkelompok atau perorangan terus menerus. Itu sudah merata kok," cetusnya. Lebih lanjut Gus Dur mengatakan, konsep tobat nasionalnya Amien Rais ditujukan untuk menggugah bangsa, agar menyadari kesalahan-kesalahan besar yang dilakukan bangsa yang semakin lama menunjukkan kecongkakan di hadapan Allah SWT. "Beberapa pemimpinnya ngawur saja, merasa lebih besar daripada Gusti Allah. Kita harus bertobat, tetapi tidak mesti dalam satu forum. Gitu lho. NU sudah punya forum tersendiri. Makanya kita harus terus menerus istighfar," katanya. Sementara itu, pada kesempatan pembukaan Sidang Pleno, KH. Ilyas Ruchiat mengatkan hal senada. Ia menyatakan, berbagai musibah yang dialami saat ini, membuat bangsa Indonesia dalam keprihatinan. Menyitir sabda Rasulullah, Kiai Ilyas mengatakan, "Apabila sudah merajalela perbuatan maksiat pada suatu kaum, penyimpangan terhadap ajaran Allah SWT, maka Allah SWT menurunkan siksa yang merata kepada kaum itu. Bukan hanya kepada orang yang berdosa, namun orang yang tidak berdosa akan mengalami pula. Kalau menurunkan siksa kekeringan, bukan hanya kepada orang yang berdosa, tetapi kepada semua orang." Rais Aam melanjutkan, "Oleh karena itu, sebaiknya kita senantiasa taqarub mendekatkan diri kepada Alla SWT dengan melakukan introspeksi, koreksi, munajat, tobat, istighfar dan sebagainya. Melakukan istighatsah, meminta pertolongan kepada Allah SWT, agar bangsa Indonesia pada umumnya tetap di dalam keselamatan dan kebahagiaan lahir dan batin."***