[Kompas Online] --------------------------------------------------------------------------- Selasa, 7 Oktober 1997 --------------------------------------------------------------------------- NU akan Gunakan Kekuatan Massa * Jika Ada yang Inkonstitusional Jakarta, Kompas Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama Abdurrahman Wahid menegaskan, NU akan menggunakan kekuatan massanya untuk menghentikan langkah-langkah yang inkonstitusional, yang dilakukan menjelang Sidang Umum MPR 1998. "Kalau sampai terjadi hal-hal yang inkonstitusional, NU tidak bisa menerima," ujarnya dalam jumpa pers di Kantor PB NU Jakarta, Senin (6/10).Penegasan itu dilontarkan, sebab menurut Ketua Umum PB NU, menjelang SU MPR 1998 proses politik semakin tegang. Intrik dan konspirasi semakin tinggi. NU, tambahnya, telah ikut menghantarkan bangsa ini sampai kepada pelaksanaan Pemilu yang relatif aman, hingga terbentuknya DPR/ MPR dengan rapi, menginginkan segala sesuatunya berjalan dengan baik. "Kalau semuanya berjalan baik, NU bersama kekuatan masyarakat lainnya di luar pemerintah, akan menonton. Kalau semuanya berjalan lurus, 'kan enak. Kita semua bisa sama-sama tidur dengan tenang," kata Abdurrahman Wahid, yang akrab dipanggil Gus Dur. Namun, lanjut Gus Dur, jika terjadi hal-hal yang inkonstitusional, NU tidak akan bisa menerima. "Kalau masyarakat luas yang tidak terima, ya menggunakan kekuatan massa untuk menghentikan langkah-langkah yang inkonstitusional," tegasnya. Menjawab pertanyaan wartawan kekuatan massa yang bagaimana yang akan digunakan oleh NU untuk menghentikan praktek inkonstitusional, Gus Dur mengatakan, "Apa pun bentuknya. Demonstrasi, atau apa saja. Kalau sampai satu juta orang turun ke jalan, saya pikir yang bikin perkara akan lari semua." Bukan ancaman Ditambahkan, pernyataan tersebut hanya peringatan dari NU, bukan ancaman. "NU tidak bermaksud apa-apa, hanya memperingatkan. Kalau ada yang inkonstitusional NU tidak bisa terima," ujar Gus Dur. Cara-cara inkonstitusional, menurut Gus Dur, dapat dilakukan antara lain lewat kampanye mencemarkan nama baik pimpinan negara, atau dengan membuat berbagai kerusuhan. "Hal-hal seperti itu bisa saja. Kita tidak yakin kerusuhan yang terjadi itu spontanitas masyarakat," katanya. Gus Dur menegaskan, jika proses politik dilakukan dengan jujur tidak akan ada konspirasi-konspirasi di kalangan elite politik. Tapi, yang terjadi justru koalisi politik untuk mendukung seseorang untuk menjadi wakil presiden (Wapres). "Berbagai kelompok menginginkan figurnya masing-masing untuk jadi Wapres. Dan mereka berusaha mendesakkannya pada Presiden, ya seperti melakukan fait accompli. Kalau mereka melakukannya masih dalam ukuran yang pas, itu namanya proses politik, tidak terkait dengan konstitusi," tutur Abdurrahman Wahid. Namun, tambah Gus Dur, jika prosesnya sudah memakai cara-cara pemerasan (black mail), dan sebagainya, itu tidak dapat diterima. "Itu 'kan tidak benar. Bisa saja Presiden di black mail. Tiap orang 'kan punya kesalahan," ungkapnya. Menanggapi pertanyaan wartawan, apakah Presiden bisa ditekan lewat pemerasan, Gus Dur menyatakan, "Justru karena Pak Harto sangat mengerti politik, dia tahu hitungan-hitungan politik. Dia tahu dia juga bisa ditekan." Namun demikian, Gus Dur menolak menyebutkan kelompok-kelompok mana saja yang bisa muncul sebagai kelompok penekan. "Wah, masih ruwet. Yang pasti, semuanya bukan karena kepentingan bersama, tapi kepentingan masing-masing," katanya. Diakui bahwa situasi politik Indonesia memang selalu dipenuhi dengan kepentingan-kepentingan kelompok atau perorangan. Hanya saja, selama ini, menurut Gus Dur, masih berjalan dalam proporsi yang wajar. "Tapi sekarang sudah mendekati ambang bahaya. Oleh karena itu, saya kasih warning, sebab ambang bahaya sudah mulai didekati. Saya tahu hal ini akan dibantah oleh beberapa pejabat, tapi memang itulah kenyataannya," tegas Ketua Umum PB NU. Dijelaskan, ukuran ambang bahaya bagi situasi negara antara lain, labilnya keadaan saat ini. "Lihat saja, pejabat masing-masing sudah ngomong sendiri-sendiri dan masing-masing lain," ujarnya. Labilnya keadaan juga disebabkan karena turunnya nilai rupiah terhadap dollar AS. Sekarang, ungkap Gus Dur, masyarakat belum begitu merasakan dampak turunnya nilai rupiah. Tapi, dua bulan lagi dampak itu akan sangat terasa. "Orang masih bisa beli barang-barang walaupun naik sedikit harganya, sebab ini produksi beberapa bulan lalu. Sekarang produksi sudah banyak yang berhenti karena mereka sudah tidak bisa menekan ongkos produksi lagi. Untuk memperkecil kerugian, mereka biarkan mesinnya menganggur, dan buruhnya dibayar," tutur Gus Dur. Sementara di kota-kota kecil masyarakat sudah merasakan dampak turunnya nilai rupiah. "Toko-toko kecil di sana sudah mulai kebingungan. Menaikkan harga 10 persen saja sudah nggak ada yang mau beli barang," ungkap Gus Dur. (ely/ush)