Gatra, Nomor 41/III, 30 Agustus 1997 NU Di Atas Rujuk, Bawah Bersatu Melalui Konferensi Wilayah, dua kubu NU di Kalimantan Selatan kini bersatu. SEKITAR 250 tamu hadir di aula Gedung Balai Pendidikan Guru, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Sabtu pekan lalu. Mereka bersorban atau bersarung dan mengenakan peci. Suasananya akrab. Sesama mereka tampak saling peluk atau bersalaman erat saat berpapasan. Mereka hadir sebagai peserta Konferensi Wilayah (Konferwil) Nahdatul Ulama (NU) Kalimantan Selatan, yang berlangsung Sabtu dan Ahad lalu. Suasana hangat dalam konferensi ini menandai rujuknya dua kubu yang berseteru. Tokoh-tokoh NU Kalimantan Selatan itu sempat ikut terbelah sebagai dampak percekcokan yang meletup seusai Muktamar Cipasung akhir 1994. Satu kubu mendukung Abdurrahman Wahid (Gus Dur), yang terpilih sebagai Ketua PB NU dalam Muktamar itu. Kubu yang lain menyokong Abu Hasan, yang mencoba membangun kepengurusan NU tandingan. Pengurus Wilayah NU Kalimantan Selatan, di bawah Prof. Dr. H Zurkani Yahya, dan dengan dukungan 12 cabang, mendukung Abu Hasan. Mbalelo-nya Zurkani itu sempat membuat Gus Dur gemas. Ia mengeluarkan Surat Keputusan, 20 Maret 1996, yang membekukan kepengurusan Zarkani sekaligus mengangkat H Mansyah A.D.D. dan H Rif’ah H.B. sebagai Ketua dan Sekretaris Pengurus Wilayah NU yang baru. Para pengurus baru itu diberi waktu tiga bulan untuk mengadakan konferwil. Rupanya surat keputusan versi Gus Dur itu tak mudah dijalankan. Pengurus baru tak pernah berhasil beraudiensi dengan Kepala Direktorat Sosial Politik Kalimantan Selatan Kolonel M. Amin Sidik. Sementara itu 12 pengurus cabang tetap setia kepada Zurkani Yahya. Konferwil tak bisa diselenggarakan. Gus Dur memperpanjang tenggatnya. Tapi rencana konferensi itu tak kunjung terlaksana. Percekcokan di Kalimantan Selatan itu tampaknya mengikuti irama di Jakarta. Gus Dur dan Abu Hasan berdamai Februari lalu. Keadaan ini tampaknya membuat langkah H M. Said, mantan Gubernur Kalimantan Selatan, yang berniat merujukkan kubu Zurkani Yahya dan Mansyah, lebih mudah. Maka Said, yang dihormati kalangan ulama NU Kalimantan Selatan itu, berhasil mempertemukan kedua kubu, 30 Juni lalu. Kedua pihak sepakat bersatu lagi dan mengakui kepemimpinan Gus Dur di Pengurus Besar NU. Dari pertemuan itu pula terbentuk Tim Lima, dengan Said sebagai salah seorang tokohnya, dan kemudian tim itu menyusun panitia konferwil. Gus Dur menyetujuinya. Panitia inilah yang melaksanakan konferwil pada Sabtu dan Ahad lalu itu. Gus Dur hadir ke konferwil meski terlambat dari jadwal. Begitu datang ia langsung memberi pengarahan selama satu setengah jam. Gus Dur menahan diri untuk tak mengungkit soal perseteruan yang telah lewat. Ia hanya memberi wejangan secara umum. “NU akan makin dipandang orang lain. Tapi orang NU sendiri sering salah tafsir,” katanya seperti membela diri atas langkahnya yang sering mengundang pelbagai tafsir itu. Kemudian ia bercerita tentang aktivitasnya, termasuk kegiatannya bersama Mbak Tutut. Meski bertema persatuan, konferwil itu tak sepenuhnya berhasil membangun persatuan yang bulat. Zurkani tidak hadir. “Saya tak ingin terlibat dalam rujuk-rujukan ini,” katanya kepada Gatra. Ia mengaku menyambut baik konferwil itu karena merupakan hasil kerja para ulama. “Tapi sikap menerima bukan berarti saya tunduk kepada Gus Dur,” katanya lagi. Absennya Zurkani tak banyak berpengaruh dalam konferwil itu. Sampai Sabtu malam, sejumlah nama disebut-sebut menjadi calon ketua NU Kalimantan Selatan, di antaranya KH Mukrie Gawith, KH Ghazali, H Syafriansyah, dan H Amat Asnawi. Zurkani dan Mansyah kurang mendapat pasaran. “Kita berharap pengurus baru bisa menyatukan umat sebagai aset Kalimantan Selatan,” kata Said, yang disebut-sebut sebagai otak dari rujuk tersebut. RW dan Hariyadi (Banjarmasin)