Kompas Sabtu, 17 Mei 1997 Gus Dur Bertemu Megawati Jakarta, Kompas Setelah beberapa hari terakhir melakukan perjalanan ke daerah dengan Ketua DPP Golkar Ny Siti Hardiyanti Rukmana atau Mbak Tutut, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Abdurrahman Wahid hari Rabu (14/5) malam berinisiatif bertemu dengan Megawati Soekarnoputri di kediaman Jalan Kebagusan, Jakarta Selatan. Dalam pertemuan dengan Gus Dur itu, tutur Megawati menjawab pertanyaan wartawan di rumahnya, Jumat (16/5), isinya lebih bersifat "temu kangen" antardua sahabat yang banyak diselingi guyonan khas Gus Dur. "Lha, ketemu Gus Dur saja kok jadi berita. Gus Dur itu sudah bilang bolak-balik, kalau ada waktu senggang ia mesti terus mampir ke sini. Biasa saja, saya tanya sudah makan apa belum. Biasanya Gus Dur senang makanan supermi. Tapi karena beberapa kali saya populerkan bahwa nasi goreng Kebagusan itu paling enak sedunia, ternyata mau," tutur Mega sambil tersenyum. Karena Gus Dur sekarang ini sering melakukan perjalanan ibarat gasing, tutur Mega, lalu Gus Dur bercerita tentang perjalanan kelilingnya itu. "Ya sekitar itulah pembicaraan kita. Tiap kali kita ketemu, ya begitu," katanya sambil menambahkan bahwa pertemuan berlangsung sekitar 90 menit. "Saya memang minta Gus Dur untuk cerita yang lucu selama perjalanannya itu. Itu tadi saya katakan, antara yang substansial dan guyon sudah tidak jelas lagi. Ada guyon politik, ada politik guyon, ada guyon guyon, terserahlah," kata Mega. Ketika ditanya, bukankah pertemuan dengan Gus Dur itu istimewa, terutama setelah Gus Dur sering bertemu Mbak Tutut? "Situ saja nggak tahu kapan saja Gus Dur menyelinap ke sini. Sekarang ini kebetulan saja ada yang tahu," kata Mega. Ditanya apakah pertemuan itu ada kaitannya dengan upaya Gus Dur untuk mendekati lagi Megawati karena massa PDIbanyak yang mendukung kampanye PPP, Mega hanya tersenyum saja. Mega menambahkan, hubungannya dengan Gus Dur sama sekali tidak seperti dikatakan sementara orang, bahwa Gus Dur telah menjauhi atau bahkan bersebrangan dengan dirinya. Dalam konteks hubungan persahabatan, ujar Mega, semuanya berlangsung wajar-wajar saja. Apakah Mbak Mega mempertanyakan perjalanan Gus Dur dengan Mbak Tutut? "Tentu saya tanya. Saya kan bilang, yang sekarang sedang berputar seperti gasing itu kan Mas Dur. Jadi ya saya perlu masukan selayang pandang tentang apa saja yang berlangsung di daerah yang beliau (Gus Dur) lihat," kata Mega. Ditanya apakah ia membahas hubungan NU dengan PDI, Mega menyatakan ia tidak membahas hal-hal yang sangat serius. "Kita ngobrol penuh dengan joke meski memang ada bobot politiknya juga. Saling menghiburlah," tutur Mega. Harus menyeluruh Tentang adanya massa PDI pro-Megawati yang ternyata masih turut berkampanye meskipun sudah ada pesan harian bahwa ia dan jajarannya tidak ikut Kampanye 1997 ini, Megawati mengatakan, hal itu harus dilihat secara menyeluruh. "Harus diketahui dulu secara baik. Pesan harian itu memang saya tujukan untuk secara lebih luas bisa ditangkap warga PDI. Yang disebut warga PDI adalah mereka yang berada di struktur, anggota PDI beridentitas, pendukung PDI dan simpatisan PDI. Kita harus jelas melihat ini. Nah, sistem yang ada adalah sistem massa mengambang. Kalau ditanya masih ada yang kampanye, sebetulnya itu wajar saja. Tapi secara organisasi, perintah harian dipatuhi dengan baik," katanya. Mega berpendapat kampanye merupakan suatu bagian dari pesta demokrasi di mana semua orang mestinya menikmatinya secara suka cita dan meriah. "Kalau saya perhatikan, kampanye sekarang ini tegang sekali, ya," ujar Mega. Maka Megawati berpendapat bahwa fenomena "Mega Bintang" itu hanya bagian dari kreativitas dan spontanitas anak-anak muda untuk memeriahkan pesta demokrasi itu tadi. "Memangnya istilah Mega-Bintang itu ada kaitan dengan nama saya? Saya pikir ada benarnya waktu Buya mengatakan yang dimaksud adalah Bintang yang besar," katanya. Ditanya soal langkah sejumlah massa PDI pro-Megawati yang ingin menitipkan suara ke PPP, Megawati mengatakan bahwa itu merupakan bagian dari pendidikan politik rakyat. "Aturan pemilu itu langsung, umum, bebas, rahasia. Lalu apakah yang namanya nyoblos itu merupakan kewajiban? Ternyata itu hak politik untuk memberikan pilihan. Jadi kalau ada istilah titip, kok seperti titip barang?" katanya. Lebih lanjut Mega menyatakan bahwa massa yang berkampanye belum bisa dihitung sebagai kekuatan riil atau kekuatan suara. "Saya kira terlalu dibesar-besarkan kalau spontanitas massa dikhawatirkan. Semua yang berjalan selama kampanye bukan merupakan hal konkret yang sudah bisa dihitung dengan suatu tingkat kewajaran," katanya. Ia memberi contoh. Pada Pemilu 1992, Jakarta merah total. "Kita pikir kita mendapat suara yang sangat banyak. Eh, ternyata di balik itu semua, ceritanya menjadi lain waktu penghitungan suara. Banyak hal yang juga perlu kita perhitungkan. Banyak variabel yang sulit untuk dihitung dengan tingkat kewajaran. Dua kali dua, ternyata tidak selalu empat," tutur Mega. Dalam pertemuannya dengan warga PDI Sukoharjo di kediamannya beberapa hari lalu, Megawati menegaskan agar para kader PDI pro-Munas tetap berpegang pada pesan harian yang dikeluarkan DPP bahwa PDI pro-Munas tidak mengikuti proses kampanye. Para kader PDI diminta bersabar dan disiplin menanti perintah harian yang akan dikeluarkan pada 22 Mei menjelang Minggu Tenang. "Bila ada anak-anak (warga PDI) yang nakal, ya, dijewer saja," ujarnya. (vik/ama/tov/asa)