Kompas Online Sabtu, 12 April 1997 Gus Dur: Kerusuhan Terjadi karena Rakyat Alami Kejenuhan Slawi, Kompas Ketua Umum PBNU KH Abdurrahman Wahid menilai, terjadinya peristiwa kerusuhan akhir-akhir ini akibat situasi masyarakat yang mengalami kejenuhan terhadap berbagai hal yang dikaitkan dengan kepentingan golongan, dan bukan untuk kepentingan bersama. Hal itu dikemukakan KH Abdurrahman Wahid, akrab dipanggil Gus Dur, Kamis (10/4), dalam perbincangan dengan Kompas, di sela-sela acara Harlah Nasional ke-42 Ikatan Putri-Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) se-Indonesia yang berlangsung di Lapangan Tembok, Adiwerna, Kabupaten Tegal. Acara ini dihadiri sekitar 5.000 pengunjung. Nampak hadir Bupati Tegal Drs Soetjipto, Asisten III Menpora Darwan Siregar serta Ketua IPPNU Pusat Dra Syafira. Menurut Gus Dur, kepentingan golongan itu telah mengalahkan kepentingan yang lebih besar, yakni kepentingan bersama. Dalam politik, kepentingan golongan secara nyata telah ditampilkan baik itu oleh Golkar, PPP maupun PDI. Padahal, saat ini masyarakat tengah mencari sesuatu yang mengikat diri mereka dalam konteks lebih luas untuk kepentingan bersama. Oleh karena itu, jelas Gus Dur, NU seperti halnya organisasi lain yang bergerak untuk kepentingan bersama, menjadi begitu populer karena juga ikut andil dalam memperjuangan kepentingan masyarakat. "Dengan sikapnya itu, NU telah mampu mengikat semua orang yang ingin lepas dari jeratan kepentingan politik tadi," kata Gus Dur. Dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat itu, NU tidak sendirian. Ada begitu banyak organisasi massa, kelompok-kelompok profesi dan LSM yang juga turut ambil bagian dalam perjuangan kepentingan bersama itu. "Alhamdulillah, sampai saat ini NU ada dalam kelompok barisan yang memperjuang kepentingan bersama itu," katanya. Semua orang boleh Pada bagian lain, Gus Dur menyatakan, sikap saling menuduh yang sempat ramai berkaitan dengan kedatangannya di daerah yang diklaim sebagai basis OPP tertentu itu, sebagai salah kaprah. Anggapan bahwa ada daerah tertentu yang hanya menjadi basis OPP tertentu saja, bertentangan dengan kenyataan bahwa semua orang bebas memilih dan OPP bebas menawarkan programnya kepada semua orang. Prinsip ini harus dijunjung tinggi oleh OPP yang selalu menghendaki pemilu yang berasaskan luber dan jurdil. "Kalau ada OPP lain kemudian merasa tidak puas daerahnya dimasuki pihak lain, kemudian hal itu diartikan sebagai penggembosan, ini hanya menunjukkan bahwa OPP itu tidak siap dalam menghadapi pemilu nanti," kata Gus Dur. Ketika memberi sambutan Harlah Nasional IPPNU, Gus Dur menegaskan, NU masih tetap pada sikap awal untuk lebih mementingkan kepentingan seluruh bangsa dengan tidak memihak siapa pun. Sikap itu juga dianut oleh NU secara organisatoris. Dengan pernyataannya itu, lanjut Gus Dur, seharusnya semua pihak menghargainya karena pernyataan itu sangat menguntungkan semuanya. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa sikap NU tidak pernah memaksakan diri untuk condong kepada OPP tertentu. Dia menyebutkan, pernyataan NU tidak memihak harus disambut oleh semua pihak, tanpa harus menyalahkan lebih dulu. Kalau PPP juga mampu memanfaatkan NU, tentu saja itu upaya PPP, dan begitu halnya bila hal itu terjadi pada PDI. Untuk itu, dari pada saling menuduh sebaiknya saling mendukung. Pada kesempatan itu, Gus Dur mencontohkan bahwa NU selalu berkeinginan untuk mengajarkan pendidikan politik yang benar kepada warganya. Misalnya, dengan keakraban antara dirinya dengan Abu Hasan. Meski Abu Hasan dikalahkannya, namun ia harus tetap dihormati karena pencalonan dirinya pada Muktamar di Cipasung juga memperoleh dukungan sebagian dari cabang NU di berbagai wilayah. Keakraban kembali itulah yang menunjukkan bahwa NU selalu menghormati orang-orang yang dikalahkan, tanpa merendahkan martabatnya. "Saya ingin merefleksikan masalah ini kepada Golkar, bagaimana partai politik terbesar itu dalam memandang partai lain yang lebih kecil," tegasnya. (who)