Kompas Online Selasa, 8 April 1997 NU Netral dan tidak Gembosi PPP Jakarta, Kompas Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama KH Abdurrahman Wahid mengatakan, pihaknya tidak pernah mengajak warga NU (nahdliyin) untuk meninggalkan, menyepelekan, atau menggembosi PPP. Gus Dur, panggilan akrab Abdurrahman Wahid, juga membantah dirinya telah boyongan ke Golkar karena dirinya maupun NU tetap netral dan warga NU pun bebas menyalurkan aspirasi politiknya ke orsospol mana pun. Penegasan Gus Dur tersebut disampaikan kepada wartawan hari Senin (7/4), menanggapi pernyataan Ketua Umum DPP-PPP Ismail Hasan Metareum yang menuduh kedekatan Gus Dur bersama Ny Siti Hardiyanti Rukmana - kerap dipanggil Mbak Tutut - belakangan ini untuk menggembosi suara PPP di kantung-kantung kemenangan PPP. "Buya jangan menyalahkan saya," kata Gus Dur. Dia juga menilai, Buya telah keliru menyebut dirinya sengaja mengadakan acara di Pekalongan bersama Mbak Tutut, Rhoma Irama dan Zaenuddin MZ. Di Pekalongan, kata Gus Dur, dia hadir dalam peresmian Griya Batik milik temannya, seorang pengusaha batik. "Setelah itu malamnya saya langsung pulang ke Jakarta," ujarnya. Gus Dur mengatakan tidak pernah mengajak warga NU untuk meninggalkan atau menyepelekan PPP. "Saya tidak pernah mengatakan itu. Urusan saya bukan PPP atau PDI. Urusan saya mengajak warga NU menghadapi masa datang yang lebih baik," katanya. Sudah 13 tahun, lanjut Gus Dur, warga NU dibiarkan bebas memilih orsospol mana pun. Salah tanggap Menurut Gus Dur, Buya Ismail telah mencurigai dirinya dan salah anggapan terhadap PBNU pimpinannya. Ketua PBNU itu mengatakan, mereka yang datang dalam pertemuan-pertemuan dirinya bersama Mbak Tutut dengan warga NU tersebut, juga dihadiri oleh warga NU simpatisan PPP. "Kiai Baqir Adlan, tokoh NU dari Lamongan yang totok PPP saja hadir dan menyatakan kepuasannya atas acara (dengan Mbak Tutut) tersebut," katanya. Hal tersebut menunjukkan, warga NU yang fanatik PPP saja berpandangan luas. "Itulah, jangan underestimate warga NU," ujar Gus Dur. Ditanya apakah ia bersedia jika Buya Ismail atau fungsionaris PPP mengajaknya untuk tampil bersama seperti halnya dengan Mbak Tutut, Gur Dur mempersilakannya. "Boleh saja. Saya akan berbicara sama persis seperti saat tampil bersama Mbak Tutut," katanya. Dalam penampilannya dengan Mbak Tutut, kata Gus Dur, ia tidak mengajak warga NU untuk memilih Golkar. Bahwa kemudian Golkar -melalui Mbak Tutut- mengambil keuntungan dari peristiwa tersebut, itu merupakan bukti kematangan seorang Tutut. Hal serupa sempat dialami Ketua Umum DPP-PDI Megawati Soekarnoputri saat melakukan perjalanan dengan Gus Dur. Mbak Tutut maupun Mbak Mega tidak mempersoalkan warga NU memilih apa, namun mengajak warga NU berpikiran dewasa menggunakan hak pilihnya. "Itu bisa dijadikan kesadaran oleh Buya. Bikinlah agar warga NU simpati terhadap PPP," katanya. Gus Dur juga membantah jika manuvernya dengan fungsionaris Golkar tersebut disebut sebagai boyongan dirinya ke Golkar, bersama Rhoma Irama atau Zaenuddin MZ, seperti dilaporkan sebuah majalah Ibu Kota. "Saya tidak boyong ke mana-mana. Saya di NU tetap bersikap netral," ujarnya. Selama kampanye pemilu, Gus Dur mengatakan dirinya akan menemani para kiai di pesantren-pesantren yang akan sibuk menerima tokoh-tokoh ketiga OPP. "Saya akan terima tamu-tamu dari OPP mana pun ke pesantren. Nanti kita atur, biar adil," ujarnya. Mohon dihentikan Secara terpisah Buya Ismail di kantornya mengatakan, "Saya harap usaha (Gus Dur) itu tidak dilanjutkan. Jika untuk menggembosi jangan dilanjutkan. Kami mengimbau itu, karena saat ini sudah dekat kampanye." Ditanya seberapa jauh pengaruh langkah Gus Dur terhadap perolehan suara PPP, Buya menjawab, hal itu bisa dirasakan oleh semua orang. "Tidak usah dihitung secara kuantitatif maupun persentasenya," katanya. Buya berpendapat "kedekatan" Gus Dur dengan Mbak Tutut secara tidak langsung akan berdampak pada kehidupan politik praktis bangsa. "Tapi untuk bicara bahwa hal itu akan mempengaruhi perkembangan politik nasional secara keseluruhan, masih sulit untuk ditebak. Kita kan juga belum tahu perkembangan dari kedekatan itu," tambahnya. Soal kesediaan Gus Dur melakukan hal yang sama dengan PPP untuk tampil bersama di hadapan warga NU, Buya mengatakan sudah tidak ada waktu untuk itu karena masa kampanye semakin dekat. "Gus Dur adalah Ketua Umum PBNU dan saya berkegiatan dalam partai. Jadi kita harus bekerja sesuai fungsi masing-masing. Jangan dipaksa-paksakan, karena kedua pihak memiliki kesibukan masing-masing," ujarnya. Dikaitkan antara upaya-upaya "penggembosan" PPP dengan kemungkinan munculnya kerusuhan seperti yang terjadi di Pekalongan, menurut Buya, untuk persoalan kerusuhan, semua pihak harus introspeksi. (ush/myr/ely)