Tempo Interaktif 15 Februari 1997 Wawancara KH Maimoen Zubair: "PPP Tetap Begitu Saja, Tak Mungkin Jadi Pesaing Utama Golkar" Abdurrahman Wahid berkata Partai Persatuan Pembangunan tidak punya massa di NU. Ucapan Gus Dur di Grand Hyatt Hotel Jakarta, 28 Januari 1997, itu seperti menegaskan sikap Ketua Umum PBNU tadi: dia enggan menggiring massa NU ke PPP. Sudah habiskah orang NU di PPP? Ternyata tidak juga. Masih ada kiai NU seperti KH Maimoen Zubair dari Rembang yang tetap mendukung partai bertanda gambar bintang itu sejak NU berfusi ke dalam PPP pada tahun 1973. "Saya sejak awal sudah menjadi kader PPP," kata pengasuh pondok pesantren Al- Anwar Rembang, Jawa Tengah, yang punya dua ribu santri itu kepada Edy Budiyarso dari TEMPO Interaktif melalui telepon Jakarta-Rembang, Rabu lalu (5 Februari 1997). Kiai berusia 69 tahun ini sering dijuluki "kiai politik". Maklum, menjelang Muktamar PPP tahun 1994 lalu, dia termasuk barisan Kelompok Rembang -- yakni kiai-kiai NU yang ingin agar orang NU duduk sebagai Ketua Umum PPP menggantikan Ismail Hasan Metareum. Usaha ini gagal. Buya Ismail yang asal Muslimin Indonesia itu tetap bertahan di kursinya. Namun Kiai Maimoen yang duduk sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Partai di PPP, tetap rukun dengan Buya. Namanya bertengger di nomor satu Daftar Calon Sementara PPP di Jawa Tengah. Berikut petikan wawancara TEMPO Interaktif dengan KH Maimoen Zubair. Anda termasuk Kelompok Rembang yang ingin menggusur Buya Ismail, kenapa sekarang mendukung PPP? Saya sendiri tidak hadir di Muktamar PPP itu. Tapi nama saya dicantumkan di DCS PPP, ya, saya lantas ikut saja. Kalau saya tidak terpilih, ya tidak apa-apa. Kalau dipilih, ya, saya mau. Siapa lagi Kelompok Rembang yang masuk PPP? Ada Hamzah Haz dan saya. Dalam pertemuan Rembang ada yang datang dari Jakarta dan Lampung. Banyak dari Kelompok Rembang ini yang masih ada dalam formasi PPP yang sekarang, mereka masih direkrut PPP. Tetapi ada juga yang memang tidak terpilih atau tidak mau. Macam-macam alasannya. Dan itu terserah masing-masing orang. Jadi tidak bisa dikatakan Kelompok Rembang semuanya sekarang sudah keluar dari PPP. Seperti Cholil Bisri juga masih mengunjungi pengajian-pengajian PPP baru-baru ini di Pekalongan. Jadi kekuatan NU di PPP masih besar? Itu baru kelihatan setelah PEMILU. Saya tidak bisa mengira-ngira. Bagaimana Anda melihat konflik antara Gus Dur dengan Ismail Hasan Metareum? Itu 'kan masalah pribadi. Itu akan terus atau hanya sementara kita tidak tahu. Karena dalam istilah kiai, kebenaran hati itu ada pada tangan Tuhan. Ada hadis yang artinya "wahai yang menggerakan hati, yang selalu merubah sikap dan hati, tetapkanlah kami ini dalam agamamu yang benar". Biarkan saja itu menjadi urusan Buya dengan Gus Dur, saya tetap biasa-biasa saja. Kenapa Gus Dur tak mendukung PPP? Itu terserah orangnya masing-masing, belum tentu Gus Dur tidak mendukung PPP. Buktinya calon-calon DPR di Jawa Tengah masih tetap banyak orang NU. Urutannya pertama NU dan ada beberapa calon Muslimin Indonesia. Begitu juga di Jawa Timur muncul nama kiai besar yang berasal dari syuriah NU. Gus Dur akan menggandeng MbaK Tutut ke pesantren-pesantren, apakah ini bisa disebut meng-Golkarkan NU? Orang NU 'kan bebas menyalurkan aspirasi politiknya, termasuk ketua umumnya sendiri. Sedangkan NU-nya sendiri 'kan tidak bisa dibawa ke mana-mana. NU itu organisasi massa agama, dan agama itu ada di mana-mana. Apa ini bisa disebut penggembosan terhadap PPP? Ya, terserah yang menilai itu penggembosan atau bukan. Tetapi sekarang ini mulai ada kemandirian di PPP. Walaupun dulu PPP digembosi seperti itu, tetapi toh orang PPP masih banyak yang berasal dari NU. Kalau sekarang mudah-mudahan hal itu tidak terjadi lagi. Karena PPP akan tetap begitu-begitu saja, tidak mungkin PPP menjadi pesaing utama Golkar. Anda merasa PPP tidak bisa menjadi pesaing Golkar, kenapa Anda tidak pindah ke Golkar saja? Itu hak pribadi saya. Kiai yang di Golkar juga ada, di PPP juga ada. Setelah kembali ke khittah, NU tidak ke mana-mana tetapi NU ada di mana-mana. Lantas kenapa Anda bertahan di PPP? Kehadiran PPP itu tetap dibutuhkan sebagai kekuatan politik dalam kehidupan bernegara kita. Artinya bhinneka tunggal ika tetap dipertahankan. Saya sebagai orang PPP tetap memandang penting PPP, karena PPP berasal dari fusi partai-partai Islam. Dan sekarang ini Islam itu sudah besar dan ada di mana-mana Bukankah sudah banyak pesantren-pesantren yang mendukung Golkar? Itu tidak boleh. Pesantren itu tempat mengaji, jangan sampai disalahgunakan dan disalahtafsirkan. Kiainya masuk PPP lantas pesantrennya bernama pesantren PPP, itu tidak benar. Jadi bukan pesantrennya, tetapi kiainya yang masuk partai. Apakah pernah mendapat kesulitan dengan birokrasi karena Anda ini memilih PPP? Tidak pernah, biasa-biasa saja. Paling-paling pada waktu kampanye saya sedikit renggang dengan orang pemerintah daerah. Tetapi saya anggap wajar saja sebagai manusia. Anda akan mengajak santri Anda memilih PPP? Itu hak masing-masing. Kalau kampanye bolehlah ada dukung-dukungan. Tetapi kalau mengaji, tetap untuk menimba ilmu agama. Jadi agama benar-benar diperuntukkan untuk kebaikan. Dan kebaikan itu tidak pilih siapapun. Bukankah kalau kiainya masuk partai tertentu, pasti santrinya akan ikut? Biasanya begitu, tetapi tidak ada pemaksaan. Kiai dari pesantren mana saja yang menemani Anda di PPP? Dalam organisasi PPP itu tidak mencantumkan nama-nama pesantren. Yang ada hanya NU. Siapa saja kiai-kiai NU ada yang di PPP? Saya tidak tahu satu-satu. Saya tidak mementingkan mana yang PPP dan mana yang bukan. Tetapi keberadaan kiai di mana-mana ada manfaatnya. Fungsi kiai itu 'kan sebagai dai, mengajak umat untuk berbuat baik. Begitulah fungsi NU setelah khittah. NU ada di mana-mana, tetapi NU tidak ke mana-mana. Ada yang mengatakan Anda ini kiai yang berpolitik? Berpolitik itu untuk menyalurkan aspirasi dan itu hak masing-masing orang. Jadi di mana-mana juga ada politik. Kiai yang di PDI juga berpolitik. Yang ada di Golkar juga berpolitik. Kalau saya di PPP itu agar jangan sampai politik itu disalahgunakan. Kenapa tidak netral saja? Kalau netral yang diartikan bisa ke sana-ke sini, nanti malah tidak ada tempatnya. Dan Anda menganggap PPP sebagai tempat yang tepat untuk menyalurkan aspirasi? Masing-masing sudah mengakui mana yang tepat. Saya sejak dulu ada di PPP sehingga saya istiqomah saja. « © »