Kembali ke menu sajian NU Bukan Cuma Politik Bagaimana NU mewujudkan pemerataan dan peningkatan ekonomi umat? Ingar-bingar suara Nahdlatul Ulama bukan cuma menggema di arena politik. Di bidang ekonomi pun, NU cukup gesit menyuarakan semangat. Terutama dalam program pengembangan ekonomi rakyat. Ini tercermin dalam acara Rapat Kerja dan Lokakarya Nasional Pengembangan Ekonomi Umat di Asrama Haji, Jakarta, akhir November lalu. Rakernas dan lokakarya ini berupaya merealisasikan program-program NU di bidang ekonomi, khususnya yang berkaitan dengan usaha peningkatan dan pengembangan kewirausahaan, koperasi, dan pengusaha kecil. Perhelatan yang diselenggarakan oleh Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama, salah satu badan yang bernaung di bawah Pengurus Besar NU, ini menjadi ajang pertemuan ratusan pengusaha nahdliyin . "Di kalangan peserta tumbuh semangat untuk mengembangkan ekonomi umat. Dan itu terbukti, misalnya, pada terjalinnya negosiasi di antara mereka atas proyek-proyek yang ditawarkan," kata H M. Lutfie Muchtar SE, Ketua Pimpinan Pusat LPNU. Benarkah kini NU sedang bangkit di bidang pengembangan ekonomi rakyat? Visi Ekonomi. Sebelum NU berdiri, sebuah perkumpulan pengusaha yang berasal dari kalangan pesantren terbentuk pada 1918. Namanya Nahdlatut Tujjar (Kebangkitan Para Pedagang). Tujuannya, mengangkat perekonomian Muslim pribumi. Pada 1937, setelah NU berdiri, muncullah Koperasi Syirkah Muawanah. Namun, dalam perkembangan berikutnya, usaha itu terbengkalai. Ini terutama disebabkan oleh keterlibatan NU dalam politik praktis. Setelah NU kembali ke khitah menjadi organisasi sosial-keagamaan pada 1984, ide itu timbul kembali. Dari situlah kemudian LPNU dibentuk pada 1992. Dari sekitar 33,4 juta jumlah pengusaha kecil di Tanah Air, menurut Lutfie Muchtar, 80%-nya diperkirakan adalah warga nahdliyin. Mereka umumnya bergerak di bidang pertanian, perkebunan, nelayan, industri rumah tangga, serta pedagang menengah dan kecil. Hambatannya adalah lemahnya sumber daya manusia dan modal. Untuk menutupi kekurangan tersebut, akhirnya dibentuklah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) atas kerja sama dengan Bank Summa. Setelah Bank Summa ambruk, mayoritas saham kemudian dibeli oleh Jawa Pos . Kini, BPR yang ada berjumlah 13 buah. BPR dinilai kurang berhasil. Ini disebabkan, antara lain, oleh keengganan sebagian kalangan NU memanfaatkan jasa-jasa BPR yang memakai sistem bunga. Akhirnya, diambil jalan keluar dengan mendirikan BPR Syari'ah yang berdasarkan ajaran Islam, di samping tetap mempertahankan BPR konvensional. Pertemuan para pengurus PP LPNU di Bogor, akhir 1995, menghasilkan keputusan penting: pengukuhan gerakan pemberdayaan ekonomi umat dengan mengembangkan kelompok swadaya masyarakat sebagai cikal-bakal pembentukan BPR Syari'ah dan koperasi. Dari sinilah lahir visi dan kebijakan ekonomi NU. Yaitu, seperti diungkap Lutfie Muchtar, mengupayakan pemerataan dalam usaha dan menikmati hasil-hasil pembangunan serta menumbuhkembangkan koperasi, di samping tetap menekankan pertumbuhan tinggi. Untuk mewujudkan impian itu, kini NU menggarap proyek percontohan di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Di sana dibentuk semacam pra-koperasi, namun lebih menyerupai lembaga perbankan, dan NU memang diberi pengakuan oleh Bank Indonesia untuk mendirikan lembaga semacam itu. Lembaga itu disebut Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Syirkah Mu'awanah. KSM ini mulai beroperasi pada 14 Januari 1996 dan berbentuk BMT (Baitul Mal wat-Tamwil ). Namanya, BMT Ciledug Nuansa Utama, terletak di Kecamatan Ciledug, Cirebon. Dalam laporan bertanggal 17 Juni 1996 yang dikirim ke PP LPNU, aset BMT Ciledug Nuansa Utama --yang terkumpul berkat kerja sama pengusaha mapan dan pengusaha lemah-- disebut telah mencapai lebih dari Rp 20 juta, dengan jumlah anggota 233 orang. Sedangkan jumlah kredit yang sudah disalurkan kepada anggota, sebesar Rp 32 juta lebih untuk 173 orang dengan mark-up 4 persen per bulan. Dan dalam mengajukan permohonan kredit tersebut, anggota tidak disyaratkan memiliki agunan. Menurut PP LPNU, BMT Ciledug Nuansa Utama yang berdiri di pusat perdagangan dan perbelanjaan ini berhasil, dan keberhasilannya kemudian diikuti oleh 11 KSM lain di daerah tersebut. Dan untuk wilayah Cirebon saja kini sudah terdaftar sekitar 100 KSM baru yang siap didirikan. Bahkan, kabarnya, salah satu anggota KSM di sana sudah memiliki kendaraan roda empat. Ahmad Baso